Sepulang gereja tadi, seperti biasa aku
naik angkot dan duduk di depan dekat sopir karena memang tinggal itu yang
kosong. Di tengah jalan yang sedang macet terlihat serombongan orang Korea
dengan membawa belanjaan di tangan. Jalan kaki.
Tiba-tiba Pak Sopir berkata bahwa
orang-orang Korea itu tidak bisa berbahasa Indonesia dan kerja mereka hanyalah
buruh kasar di sebuah proyek di perusahaan ternama (PT. Holc*m). Pak Sopir
bilang proyek itu dekat dengan rumahnya,
oleh karena itu dia tahu keberadaan orang-orang Korea tsb. Keren juga Pak Sopir
ini.
Pak Sopir terus mengajak bicara.
Dia berkata, "aneh bangsa kita
ini, buruh kasar saja didatangkan dari Korea. Kenapa tidak pakai tenaga orang
kita saja?" Jalan masih macet melewati pasar.
Ia melanjutkan lagi, “Padahal mandornya
orang kita yang tidak bisa bahasa Korea. Itu mandor kursus bahasa Korea biar
nyambung dengan pekerjanya. Kursusnya bukan sama orang Korea, tapi sama orang
kita juga. Aneh kan?”
“Mungkin pemegang saham terbesarnya
orang Korea,” akhirnya aku bicara.
“Kata orang sih begitu.”
“Bagaimana tanggapan Bapak tentang MEA
yang akhir-akhir ini heboh di TV?” aku bertanya yang lain.
“Mana siap negara kita! Pemerintah tidak
menyiapkan kita untuk hal itu. Buruh kasar saja didatangkan dari luar. Gaji
orang kita mencekik leher.” Itu tanggapan si Pak Sopir. Hebat juga bapak Sopir
yang satu ini. Pengetahuannya lumayan bagus. Pemikirannya juga brilian.
“Tapi kan orang Korea terkenal cepat
kalau kerja. Mungkin itu alasan mereka didatangkan.” kataku.
“Iya juga sih. Orang kita malas-malas. Kalau
dikasih proyek lamban,” pak Sopir setuju.
Selanjutnya Pak Sopir menceritakan
anaknya yang kuliah komputer, sudah lulus, dan sekarang kerja di salah satu
perusahaan besar sebagai ahli komputer jaringan.