Definisi learner-centered
assessment sejajar dengan definisi tradisional test acuan patokan, sebagai
elemen inti dari pembelajaran yang didesain secara sistematis. Tipe test ini
penting untuk mengevaluasi perkembangan pebelajar dan kualitas pembelajaran.
Hasil dari tes acuan patokan memberikan indikasi instuktur seberapa baik pelajar
mampu mencapai setiap tujuan pembelajaran, dan mengindikasikan komponen mana
dari pembelajaran yang bisa berjalan dengan baik, dan komponen mana yang perlu
direvisi. Selain itu juga, tes acuan patokan memungkinkan siswa untuk
merefleksikan diri dengan mengaplikasikan kriteria untuk menilai hasil kerja
mereka sendiri. Pengembangan tes muncul di point ini dan bukannya di setelah
pembelajaran karena tes harus sesuai dengan tujuan performance. Performance
yang ingin dicapai dalam tujuan harus sesuai dengan performance yang ingin
dicapai dalam tes atau penugasan. Penilaian acuan patokan terbentuk dari
item-item atau tugas-tugas performance yang langsung mengukur ketrampilan yang
dideskripsikan dalam satu atau lebih tujuan performance.
1. Empat tipe tes yang
dapat digunakan dalam penilaian dan penggunaannya.
a.
Entry behaviors test
Tes ini diberikan kepada peserta didik sebelum memulai
pembelajaran. Tes ini ditujukan untuk mengetahui kemampuan yang sudah dikuasai
peserta didik sebagai syarat atau ketrampilan yang harus sudah dikuasai sebelum
pembelajaran dimulai. Ketrampilan syarat akan muncul di bawah garis entry
behavior. Tes ini diberikan karena jika ada pebelajar yang tidak memiliki
ketrampilan tersebut sebelum pembelajaran, akan mengalami kesulitan mengikuti
pembelajaran. Jika dalam pembelajaran tidak dibutuhkan entry behavior, maka tes
ini tidak perlu diadakan.
b.
Pretest
Tes ini dilakukan pada awal pembelajaran untuk mengetahui apakah
peserta didik sudah menguasai beberapa atau semua ketrampilan yang akan
diajarkan. Tujuannya adalah untuk efisiensi. Jika semua ketrampilan sudah
dikuasai maka tidak perlu ada pembelajaran. Namun jika hanya sebagian materi
yang sudah dikuasai maka data tes ini memungkinkan desainer untuk lebih
efisien. Mungkin hanya review atau pengingat yang dibutuhkan. Biasanya pretest
dan entry behavior test dijadikan satu. Hasil dari tes entry behavior dapat
digunakan desainer untuk mengetahui apakah peserta didik siap memulai
pembelajaran, sedangkan dari hasil pretest desainer dapat memutuskan apakah
pembelajaran akan menjadi terlalu mudah untuk pebelajar.
c.
Practice test
Tujuan tes ini adalah untuk membuat pebelajar lebih aktif
berpartisipasi selama pembelajaran. Tes ini memungkinkan pebelajar untuk
menampilkan pengetahuan dan ketrampilan baru dan untuk refleksi diri sampai
level berapa ketrampilan dan pengetahuan mereka. Tes ini berisi ketrampilan
yang lebih sedikit dan lebih fokus pada materi per pertemuan daripada per unit.
Hasil tes ini digunakan instruktur untuk memberikan feedback dan untuk
memonitor pembelajaran.
d.
Posttest
Tes ini paralel dengan pretes. Sama dengan pretes, posttest
mengukur tujuan pembelajaran. Postest harus menilai semua objektif dan terutama
fokus pada objektif terakhir. Namun jika waktu tidak memungkinkan, maka hanya
tujuan akhir dan ketrampilan penting saja yang diujikan. Postest mungkin
digunakan untuk menilai performance pebelajar dan untuk memberi kredit karena
telah menyelesaikan program. Tujuan yang terutama dari tes ini adalah agar
desainer dapat mengidentifikasi area pembelajaran yang tidak bisa dilakukan
dengan baik. Jika pebelajar gagal dalam tes, desainer harus dapat
mengidentifikasi dalam proses pembelajaran yang mana tidak dimengerti oleh
siswa. Tipe tes Keputusan desainer Objectif yang diujikan Entry behavior test -
Apakah target pebelajar sudah siap mengikuti pembelajaran? - Apakah pebelajar
memiliki ketrampilan yang disyaratkan? Ketrampilan syarat atau ketrampilan di
bawah garis entry behavior dalam analisis pembelajaran Pretest - Apakah
pebelajar sudah menguasai ketrampilan yang akan diajarkan? - Ketrampilan khusus
yang mana yang sudah mereka kuasai? - Bagaimana cara yang efisien untuk
mengembangkan pembelajaran? - Tujuan akhir - Langkah utama dari analisis tujuan
Practice tests - Apakah pebelajar memperoleh pengetahuan dan ketrampilan yang
diinginkan - Kesalahan apa yang mereka lakukan? - Apakah pembelajaran sudah
dikelompokkan dengan baik? - Apakah langkah pembelajaran sesuai untuk
pebelajar? - Pengetahuan dan ketrampilan sebagai pengganti tujuan - Lingkupnya
disekitar materi daripada unit Posttests - Apakah pebelajar telah mencapai
tujuan utama? - Apakah pembelajaran efektif untuk tiap langkah utama dan untuk
tiap kemampuan subordinat? - Di bagian mana pembelajaran harus direvisi? -
Apakah pebelajar telah menguasai informasi, ketrampilan, dan tingkah laku yang
diinginkan? - Tujuan utama/akhir - Langkah utama dan ketrampilan subordinatnya.
2. Mendesain tes
Pertimbangan pertama adalah
menyesuaikan bidang pelajaran dengan item atau tipe tugas penilaian. Verbal
information biasanya di tes dengan objectif tes. Tes bentuk objektif meliputi
format seperti jawaban singkat, jawaban alternatif, mencocokkan, dan pilihan
ganda. Objektif untuk intelektual skill lebih kompleks dan biasanya menggunakan
model objektif, kreasi produk atau pertunjukan langsung. Penilaian untuk ranah
afektif juga kompleks. Biasanya tidak ada cara langsung untuk mengukur tingkah
laku seseorang. Penilaian di ranah ini biadanya dilakukan dengan observasi.
Penilaian ranah psikomotor biasanya dilakukan dengan mendemonstrasikan tugas.
Untuk melihat apakah setiap langkah telah dilakukan dengan baik oleh pebelajar,
guru membuat check-list atau rating-scale.
3. Menentukan level penguasaan (mastery level)
Peneliti yang meneliti
sistem penguasaan pelajaran menyarankan bahwa penguasaan equivalent dengan
level keberhasilan yang diharapkan dari pebelajar yang terbaik. Metode untuk
menentukan level penguasaan menggunakan acuan norma. Pendekatan yang kedua,
bisa digunakan cara statistik. Jika desainer ingin memastikan bahwa pebelajar
benar-benar mengerti ketrampilan sebelum mereka melanjutkan tahap pembelajaran
selanjutnya, maka kemungkinan-kemungkinan harus disediakan untuk menampilkan
ketrampilan sehingga hampir tidak mungkin keberhasilan menjadi hasil utama.
Jika menggunakan soal pilihan ganda sangat mudah untuk menghitung probabilitas
kesempatan keberhasilan. Dengan tipe soal yang lain, lebih sulit dilakukan penghitungan
tapi lebih mudah untuk meyakinkan orang lain bahwa keberhasilan bukan sekedar
kesempatan saja.
4. Menulis tes
Ada empat kategori tes yang
berkualitas, yaitu:
a.
Goal-centered criteria Soal tes dan penugasan harus sesuai dengan
tujuan utama pembelajaran. Soal dan penugasan harus sesuai dengan perilaku
termasuk konsep dan action. Untuk menyesuaikan jawaban soal tes dengan perilaku
yang diharapkan dalam tujuan, desainer harus mempertimbangkan tugas belajar
atau kata kerja yang ditunjukkan dalam tujuan. Tujuan yang meminta pebelajar
untuk menyatakan atau mendefinisikan, menampilkan secara individu, membutuhkan
format soal dan jawaban yang berbeda. Butir soal harus mengukur perilaku yang
sesungguhnya yang dideskripsikan dalam tujuan. Test item dan tugas seharusnya
berkaitan dengan kondisi tertentu dari tujuan (objective) yang telah
ditetapkan. Jika format item tertentu, perlengkapan, simulasi atau sumber di
tentukan, hal tersebut seharusnya digunakan sebagai penilaian.
b.
Kriteria learner-center Tes item dan penilaian tugas harus
disesuaikan dengan kharakteristik dan kebutuhan siswa, meliputi kosa kata,
bahasa, tingkat kompleksitas tugas, motivasi siswa, dan tingkat ketertarikan
siswa, pengalaman siswa, dan latar belakang siswa serta kebutuhan khusus siswa.
Kosakata yang digunakan dalam pertanyaan harus sesuai dengan tingkat kosakata
yang dimiliki siswa sehingga siswa dapat memahami istilah-istilah yang
digunakan. jika suatu definisi pada istilah-istilah tertentu harus dicantumkan
maka definisi tersebut harus diberikan saat pengajaran berlangsung.
penghilangan istilah-istilah yang perlu merupakan sebuah kesalahan.
c.
Kriteria konteks center Dalam membuat tes item dan penilaian tugas,
desainer harus mempertimbangkan seting kinerja dan juga lingkungan belajar atau
lingkungan kelas. Tes item dan tugas harus realitis atau relevan dengan seting
kinerja. Kriteria ini membantu untuk memastikan transfer pengetahuan dan skill
dari belajar ke dalam lingkungan kinerja. Feasibilitas dan sumber dalam
lingkungan belajar sebagai bahan pertimbangan yang baik. Kadang-kadang seting
belajar tidak memuat perlengkapan yang diperlukan dalam menghasilkan kinerja.
d.
Kriteria assessment center Siswa akan merasa cemas selama
assessment, penyusunan tes item dan penilaian tugas yang baik dapat
menghilangkan rasa cemas siswa. Cetakan tes yang berkualitas meliputi
kebahasaan baik, pengucapan dan tanda baca tepat dan tulisan jelas, petunjuk
jelas, sumber materi dan pertanyaan jelas. Untuk memastikan kejelasan tes item
dan tugas dan untuk meminimalisir kecemasan siswa terhadap tes, siswa
seharusnya diberi informasi penting dalam menjawab pertanyaan sebelum siswa
diminta memberikan respon.
5. Seting Penguasaan Kriteria
Terdapat beberapa saran yang
dapat membantu anda dalam menentukan berapa banyak tes item pilihan yang
diperlukan. Jika tes item memerlukan sebuah format respon yang memungkinkan
siswa dapat menebak jawaban dengan benar anda dapat memasukkan beberapa tes
item paralel untuk tujuan yang sama jika kemungkinan menebak jawaban yang benar
kecil kemungkinan, anda dapat memutuskan satu atau dua item untuk menentukan
kemampuan siswa.
6. Jenis-jenis item
Pertanyaan penting lainnya
adalah jenis tes item atau penilaian tugas apa yang paling baik dalam menilai
kinerja siswa? Perilaku tertentu dalam objektif memberikan point-point penting
terhadap jenis item atau tugas yang dapat digunakan untuk menguji perilaku.
Contoh, jika point penting yang ditanyakan kepada siswa adalah mengingat fakta,
maka tanyakan kepada siswa tersebut dengan jawaban siswa yang menyatakan
fakta-fakta daripada memberikan pertanyaan yang meminta reaksi siswa seperti
pada pertanyaan pilihan ganda. gunakan objektif sebagai guide, dalam menyeleksi
jenis tes item yang memberi kesempatan kepada siswa untuk mendemonstrasikan
kinerja tertentu yang terdapat dalam objektif. Setiap jenis test items
mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Untuk meyeleksi jenis tes
items yang baik dari beberapa format test item yang ada, pertimbangkan beberapa
faktor seperti faktor waktu yang diperlukan oleh siswa dalaam memberikan
respon, waktu penilaian yang diperlukan untuk menganalisis dan memutuskan
jawaban, suasana ujian, dan kemungkinan dalam menebak jawaban yang benar.
7. Menulis Petunjuk Test
Harus terdapat petunjuk yang
jelas, singkat. Permulaan tes biasanya menyebabkan kecemasan pada siswa yang
akan dinilai. Oleh karena itu tes seharusnya mengurangi keraguan pada pikiran
siswa mengenai apa yang akan mereka kerjakan dalam menyelesaikan test. Dibawah
ini informasi petunjuk test yang biasanya ditemukan dalam test, yaitu :
a.
Judul test seharusnya memberikan kesan kepada siswa mengenai
content atau isi daripada kata-kata sederhana seperti Pretest atau Test I
b.
Pernyataan singkat yang menerangkan objective atau performance
yang diujikan.
c.
Siswa diberitahu untuk menebak jawaban jika mereka tidak yakin
dengan jawaban yang benar.
d.
Petunjuk khusus seharusnya diucapkan dengan benar.
e.
Siswa diberitahu agar menulis nama mereka atau identitas mereka.
f.
Siswa seharusnya diberitahu mengenai penggunaan perlengkapan
khusus dalam menyelesaikan test seperti penggunan pensil, lembar jawaban mesin,
teks-teks tertentu atau perlengkapan khusus lainnya. Penulisan petunjuk tes
secara jelas dan singkat memang sulit. apa yang jelas bagi anda mungkin akan
membuat bingung orang lain. Tulislah dan review petunjuk test untuk menyakinkan
bahwa siswa memperoleh informasi yang mereka perlukan dalam menyelesaikan test
dengan benar.
8. Pengembangan Instrumen untuk mengukur Kinerja (performance)
Hasil kerja (Produk) dan
Sikap Pengembangan instrumen digunakan untuk mengukur hasil kerja (produk) dan
kinerja (performen), tidak termasuk untuk mengukur hasil tes tentang materi
yang diajarkan (kemampuan kognitif) tetapi lebih menekankan pada kemampuan
psikomotorik dan kemampuan afektif. Untuk itu diperlukan pedoman yang dapat
digunakan untuk memandu aktivitas siswa dan rubrik untuk mengevaluasi dari
hasil kerja dan kinerja siswa. Banyak ketrampilan kompleks dari suatu
pengetahuan yang bertujuan pada proses dan hasil. Misalkan dalam suatu desain
proses pembelajaran tidak hanya menggunakan buku teks, tapi lebih baik
menggunakan desain proses pembelajaran yang mencakup tentang mendisain,
mengembangkan, dan mengevaluasi dalam satu satuan materi pembelajaran. Dalam
rancangan pembelajaran yang demikian siswa memerlukan catatan dalam setiap
langkah dalam proses pembelajaran sehingga menghasilkan satu set material
pembelajaran. Guru dapat menilai proses dari kinerja siswa dari baik dari
proses dan produk, kinerja dan hasil serta analisis pembelajaran. Skala lajuan
(rating scale) dapat digunakan untuk mengevaluasi proses yang dilakukan siswa,
selain itu juga dapat digunakan untuk mengevaluasi hasil pembelajaran.
·
Writing Directions (directions)
Untuk hasil kinerja dan
kinerja siswa perlu diuraikan dengan jelas tentang apa dan bagaimana cara yang
akan dilakukan siswa dalam proses pembelajaran. Pada kondisi khusus seperti
sumber belajar atau batas waktu pelaksanaan harus dijelaskan. Dalam penulis
arahan , kita juga harus mempertimbangkan jumlah bimbingan yang harus
diberikan. Mungkin saja ingin mengingatkan pada siswa untuk melaksanakan
langkah-langkah tertentu dan menginformasikan pada mereka tentang hal-hal yang
akan digunakan dalam mengevaluasi pekerjaan mereka, memberikan bimbingan dan
jumlah bimbingan, menguji ketrampilan yang mencakup kompleksitasnya dan
kesempurnaan pengukuran kompetensi siswa dan situasi yang dialami dimana siswa
akan memperoleh ketrampilan sesuai dengan kontek analisa guru. Instrumen
pengukuran sikap berbeda dengan pengukuran kinerja dan hasil kinerja siswa,
karena evaluasi sikap lebih akurat, hal ini penting diujikan pada siswa
sehinnga merasakan bebas untuk " memilih" bertindak menurut sikap
mereka. Siswa yang diuji sadar bahwa mereka sedang diamati oleh guru dan tidak
boleh memperlihatkan perilaku yang mencerminkan sikap tidak benar bagi guru.
Pengamatan biasanya dilakukan secara diam-diam tanpa disadari oleh siswa bahwa
dia sedang dinilai sikapnya. Namun sebelumnya ada persetujuan dulu antara guru
dengan siswa tentang hal-hal apa saja yang akan diukur dan diamati, bagaimana
petunjuk dan aturan yang dapat digunakan untuk mengukur sikap yang layak mereka
lakukan.
·
Pengembangan Instrumen
Dalam pengembangan instrumen
dibutuhkan panduan untuk observasi yang disebut dengan rubrik . Fungsi rubrik
adalah untuk panduan mengevaluasi kerja dan sikap siswa dalam proses
pembelajaran. Ada lima langkah dalam mengembangkan instrumen:
a.
Mengidentifikasi unsur-unsur yang akan dievaluasi.
b.
Menafsirkan masing-masing unsur.
c.
Mengurutkan unsur-unsur
d.
Memilih jenis alternatif pilihan jawaban yang dapat dipilih oleh
evaluator.
e.
Menentukan bagaimana instrumen akan di skor dicapai.
·
Mengidentifikasi, menafsirkan, dan Urutan Unsur-Unsur
Unsur-unsur penilaian
diambil secara langsung dari perilaku yang tercakup di dalam sasaran hasil
kinerja siswa. Kategori unsur-unsur yang khas meliputi aspek format phisik dari
kinerja atau obyek, kegunaan dari kinerja atau hasil kinerja, dan kualitas
esteti dari hasil kerja atau kinerja. Unsur-unsur yang dipilih merupakan hal
yang dapat diamati selama proses pembelajaran berlangsung. Masing-masing unsur
yang telah diidentifikasi kemudian ditafsirkan dan dituliskan dalam instrument.
Waktu yang disediakan untuk pengamatan dan penilaian, terutama kinerja aktif
siswa, apakah waktunya terbatas atau tanpa batas dalam pencapaian tujuan proses
pembelajaran. Dalam menafsirkan evaluator perlu memberikan tanggapan tentang
hal yang positif dan hal yang negtif. Setelah unsur-unsur ditafsirkan,kemudian
diurutkan pada instrumen. Penafsiran yang dibuat harus sesuai dengan peristiwa
yang dialami. Sebagai contoh, isian evaluasi dengan menggunakan chek list
meliputi pendahuluan, pemberian gagasan/ide dan terakhir kesimpulan.
Tahapan-tahapan tersebut perlu dicantumkan dalam format chek list.
·
Pengembangan format respon/tanggapan
Merupakan aktivitas yang
keempat dalam mengembangkan instrumen untuk mengukur kinerja, hasil kinerja,
atau sikap harus menentukan bagaimana penilaian akan dibuat dan dapat merekam
tanggapan. Sedikitnya ada tiga penilai format respon antara lain:
·
Check list.
Hal paling mendasar tentang ke tiga format alternatif pertimbangan
(judegment) adalah checklist. Jika dipilih checklist, maka instrument terdiri
dari 2 kolom masing-masing berisi unsur-unsur yang ditafsirkan, dengan mudah
untuk diamati. Kolom pertama untuk jawaban ya untuk menunjukkan bahwa masing-masing
unsur dilakukan. Kolom yang lain untuk jawaban tidak untuk menunjukkan bahwa
ada yang kurang/ tidak dilakukan untuk unsur-unsur yang telah ditetapkan.
Manfaat checklist adalah banyak unsur-unsur yang berbeda yang dapat diamati
dalam satu waktu tertentu, lebih cepat dilakukan oleh evaluator, keandalan atau
konsistensi alternatif jawaban dapat diperoleh, dan kemudahan dalam pencapaian
skor maksimal. Keterbatasan dari checklist adalah ketidakhadiran informasi yang
disajikan pada siswa tentang “why a no judgment was assigned.”
·
Rating Scale (skala lajuan) Check list dapat dikonversi untuk
skala lajuan (rating scale) maupun dikembangkan dengan beberapa alternative
jawaban yang memberikan kemungkinan tingkat kualitas kinerja atau hasil kinerja
siswa. Dalam rating scale terdiri dari tiga kolom penilaian yang berisi skor,
misalkan jelek (1), cukup (2), dan yang baik (3). Penilaian tergantung pada
tergantung pada kinerja dan hasil kinerja siswa apakah dilakukan dengan baik
atau minimal atau maksimal. Contoh, pada level tertentu kontak mata menjadi
penilaian yang penting bagi penilaian presentasi laporan secara lisan, ada skor
maksimum dan skor minimalnya. Skala lajuan juga mempunyai kelebihan dan
kekurangan. Positifnya evaluator memungkinkan untuk mengevaluasi yang menyakut
analisis subkomponen suatu hasil kerja atau kinerja siswa dan guru dapat
memberikan umpan balik yang lebih baik kepada kinerja yang dilakukan siswa
daripada menggunakan checklist. Hal negatif dari rating scale butuh banyak
waktu karena untuk memberikan evaluasi yang berhubungan dengan kualitas suatu
kinerja atau hasil kerja pada tiap unsurnya. Tingkat kepercayaan terhadap skor
yang diberikan pada siswa kurang dapat dipercaya daripada checklist, terutama
ketika membedakan tingkatan kualitas suatu kinerja atau hasil kinerja siswa
terhadap konsistensi penilaian. Dua strategi untuk mengembangkan penilaian
dalam skala lajuan sehingga lebih dapat dipercaya. Pertama memberikan suatu
uraian atau diskripsi atau kriteria yang jelas bersih dari tiap aspek kualitas
yang akan diukur.
· Perhitungan frekuensi (Frequency Count) Format respon yang ketiga
untuk menilai hasil kerja, kinerja dan sikap dengan menghitung frekuensi.
penghitungan frekwensi (a frequency count) diperlukan ketika mengamati unsur,
apakah positif atau negatif, dapat diulangi beberapa kali oleh siswa sepanjang
performen atau produk . Sebagai contoh, dalam suatu produk misalkan jenis
laporan tertulis, yang sama dapat mengalami kesalahan beberapa kali selama
penilaian performen, atau misalkan suatu pertandingan tenis, yang diulangi
beberapa kali, kadang-kadang efektif dan kadang-kadang tidak efektif. Dalam
penilaian perilaku yang diperlihatkan dapat diamati selama pembelajaran
berlangsung. Performen tiap siswa berbeda dalam setiap pembelajaran. Perilaku
positif dan negatif dapat diperlihatkan selama proses pembelajaran dari waktu
ke waktu.
·
Prosedur penskoran.
Aktivitas terakhir dari
pembuatan instrument untuk mengukur produk, performen dan sikap adalah
menetukan bagimana penskoran dari instumen, hanya dengan paper and pencil test
tidak cukup untuk serangkaian penilaian yang obyektif. Untuk memenuhi tingkat
obyektifitas , daftar check list paling mudah digunakan dari ketiga jenis
respon diatas. “Ya” respon untuk menanggapi semua unsur-unsur berhubungan
dengan tujuan dan dapat dijumlahkan untuk memperoleh tingkatan skor objective
dan respon “ya” dapat dijumlahkan sebagai skor total instrumen untuk memperoleh
suatu keseluruhan penilaian guna mencapai tujuan pada latihan yang ada. Tingkat
Objectivitas skore dapat juga diperoleh dari rating scale dengan menggabungkan
angka-angka penugasan untuk masing-masing unsur yang dinilai di dalam suatu
tujuan khusus. Skor menandakan keseluruhan performen telah dicapai oleh siswa
dengan menilai semua unsure yang tercakup di instrumen tersebut. Berbeda dengan
tes objektif, check list dan rating scale, penentuan prosedur penskoran pada a
frequency count instrument lebih menantang. Prosedur yang terbaik dengan
menggunakan situation-specific basis , dan hal tersebut tergantung pada
pengaturan sifat alami pengukuran sikap atau performen.
9. Penggunaan Penilaian portofolio
Portofolio adalah koleksi
penilaian criterion-referenced yang menggambarkan pekerjaan siswa. Penilaian
ini meliputi objective-style test yang menunjukkan kemajuan dari yang pretest
sampai dengan post test, yang dikembangkan adalah produk siswa selama
pembelajaran, atau kecakapan hidup dari performen. Portofolio juga meliputi
penilaian tentang sikap siswa tentang kawasan belajar atau pembelajaran. Penilaian
portofolio menggambarkan sebagai proses meta-evaluating koleksi dari contoh
pekerjaan siswa untuk pengembangan atau perubahan yang terjadi dalam diri
siswa. Tes objektif menilai kemajuan atau perubahan pelajar dari pretests
sampai post test, jejak produk dan performen serta pembandingan untuk bukti
kemajuan dari siswa. Ada beberapa corak kualitas penilaian portofolio. Pertama,
contoh pekerjaan siswa harus sesuai dengan tujuan pembelajaran yang spesifik
dan performen khusus. Kedua, contoh pekerjaan siswa harus merupakan penilaian
yang criterion-referenced yang dikumpulkan sepanjang proses pembelajaran.
Pretests dan posttests mengabaikan format test, dan secara khas tidak ada test
khusus yang diciptakan untuk penilaian portofolio. Ketiga, masing-masing penilaian
disertai rubrik dengan evaluasi terhadap respon, siswa mengevaluasi dan
melakukan penskoran, hal ini menunjukkan kekuatan dan problems di dalam suatu
performen. Dengan pengumpulan dan pengurutan satu set contoh pekerjaan, penilai
siap untuk mulai proses menaksir kemajuan siswa. Penilaian kemajuan sering
terpenuhi pada dua tingkatan. Tingkatan pertama adalah learner self-assessment,
dimana salah satu ajaran dari gerakan penilaian berpusat pada siswa
(learner-centered). Pelajar menguji kemampuan material mereka sendiri, termasuk
skore test , produk, performen , dan membuat skore rubrik, dan mereka merekam
pertimbangan mereka tentang permasalahan dan kekuatan dalam material itu.
Mereka juga menguraikan apa yang mereka dapat lakukan untuk meningkatkan material
itu. Instruktur kemudian menguji set material, tanpa menguji evaluasi yang
dilakukan oleh siswa sendiri yang pertama kali, dan merekam pertimbangan
mereka. Setelah instruktur menyelesaikan evaluasinya, instruktur dan siswa
membandingkan hasil evaluasi mereka, mendiskusikan perbedaan antara kedua
evaluasi. Sebagai hasilnya, mereka merencanakan bersama-sama langkah-langkah
berikutnya yang perlu dilakukan siswa untuk meningkatkan mutu pekerjaannya.
Penilaian portofolio tidak sesuai dengan semua pembelajaran karena mahal dan
sangat memakan waktu. Pembelajaran perlu memutar waktu sedemikian rupa sehingga
siswa sempat mengembangkan dan menyuling ketrampilan. Pembelajaran perlu juga
menghasilkan performen atau produk yang diperlukan untuk penilaian. Oleh siswa meliputi
tujuan instruksional, analisa instruksional, analisa konteks dan pelajar,
sasaran performen, instrumen dan prosedur penilaian, strategi instruksional,
satu set material instruksional, evaluasi formatif material, dan uraian tentang
kekuatan dalam instruksional seperti perbaikan untuk permasalahan yang
ditemukan. Selama proses pengembangan dan disain, rubrik akan digunakan untuk
penskoran masing-masing unsur di dalam proses tersebut. Kesimpulan
mega-evaluation dari semua material dan rubrik yang dibuat ini sering dikatakan
oleh pelajar " seandainya aku mengenal apa yang aku ketahui
sekarang."
10. Evaluasi Proses Desain Pendekatan sistem
Dalam desain instruksional,
output dari satu langkah menjadi input bagi langkah berikutnya, sehingga
penting untuk stop pada periode tertentu dalam menentukan apakah produk yang
sedang diciptakan konsisten dari langkah ke langkah dari suatu proses. Poin
dalam proses disain adalah analisis tujuan, identifikasi subordinat
ketrampilan, analisis konteks dan pelajar , perumusan tujuan , dan
mengembangkan penilaian. Hal ini sangat mendesak adalah ketrampilan, tujuan
khusus, dan penilaian yang semuanya mengacu pada ketrampilan yang sama, maka
perlu tinjauan ulang secara hati-hati dalam rangka memastikan ketrampilan yang
sama tersebut.
(Materi ini diterjemahkan dari buku The Systematic Design of Instruction - Dick and Carey, edisi keenam, bab 7)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar