Ada sebuah kalimat berkata, "dunia diselamatkan oleh
napas anak-anak sekolah". Saya mengartikannya bahwa anak-anak sekolahlah
yang akan menyelamatkan dunia ini dari kehancuran. Merekalah generasi penerus
umat manusia di bumi ini. Pihak pertama dan utama yang bertanggung jawab atas
pendidikan anak adalah orang tua. Karena keterbatasan kemampuan orang tua, maka
pihak kedua yang dipercayakan untuk pendidikan anak adalah guru di sekolah.
Satu hal yang perlu diketahui oleh pendidik adalah bahwa
anak bukanlah miniatur orang dewasa. Anak memiliki kepribadian sendiri. Dan
tujuan pendidikan adalah untuk membentuk mereka menjadi manusia seutuhnya.
Karena itu, seorang pendidik jangan bangga dulu bila menguasai materi
pelajaran, rumus-rumus, teori-teori, dll. Itu memang baik. Tapi bukan yang
pertama dan utama.
Seorang anak harus diajar untuk berpikir. Dengan kata lain,
menghidupkan akalnya. Guru yang "tampaknya" menghafal banyak rumus
misalnya, lalu murid merasa kagum, tidaklah menghidupkan akal si murid. Mereka
hanya mengagumi "kepandaian" sang guru. Sementara mereka belum tentu
memahami apa pun. Sebaiknya, guru merangsang daya pikir anak sehingga mereka
membangun pengetahuan sendiri di bawah bimbingan guru. Pengetahuan yang
diperoleh kemudian dikaitkan dengan kehidupan nyata. Ini lebih penting
ketimbang menghafal banyak teori, rumus, dll, tapi lepas dari realitas. Buatlah
anak menggunakan akalnya, bukan "mencocokkan" pikiran orang dewasa ke
anak.
Hal yang perlu disadari oleh pendidik adalah bahwa
pengetahuannya sudah diperoleh lebih dulu, bahkan sudah diajarkan berulang
kali. Jadi bukan hal luar biasa. Karena anak bukan miniatur orang dewasa, maka
baiknya pendidik memahami keunikan pribadi masing-masing anak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar