Intitusi pendidikan (sekolah atau
perguruan tinggi) adalah institusi pemberi jasa. Namun pertanyaannya, siapakah
pelanggan (penerima jasa) sekolah? Ada dua jenis pelanggan di sekolah dari
perspektif manajemen mutu sekolah.
Pertama, pelanggan eksternal.
Pelanggan eksternal utama adalah pelajar. Lalu pelanggan eksternal kedua adalah
orang tua, kepala daerah, sponsor. Pelanggan eksternal ketiga adalah
pemerintah, masyarakat luas, dan bursa kerja.
Kebutuhan dan gagasan para pelajar
seharusnya menjadi fokus utama dari setiap institusi pendidikan. Pelajar adalah
alasan utama berdirinya sebuah sekolah dan reputasi sekolah terletak di pundak
pelajar. Dan kebutuhan pelajar bukan hanya belajar dan terus belajar (apalagi
dalam kondisi tidak nyaman), melainkan juga bermain, bersosialisasi,
berorganisasi, menunjukkan bakat dan talenta melalui wadah-wadah yang
mendukung.
Pengelola pendidikan harus peka
terhadap kebutuhan pelanggan eksternal. Memang akan terbentur dengan mekanisme
dana, tetapi, jika direncanakan dengan baik, maka pasti bisa dilaksanakan.
Pelajar dan orang tua akan tertarik pada perubahan yang diciptakan oleh
sekolah, bukan pada namanya.
Kedua, pelanggan internal: yaitu
guru dan staf. Pelanggan internal sering luput dari perhatian pengelola sekolah
karena dianggap sebagai “pekerja” atau “orang bayaran”. Demikian pula,
guru/staf sering tidak menyadari bahwa rekan kerjanya adalah pelanggan. Budaya
yang kuat akan memengaruhi kinerja guru. Untuk menghasilkan mutu, maka perlu
diperhatikan: pertama, guru membutuhkan lingkungan yang cocok, fasilitas,
prosedur yang jelas untuk bekerja. Kedua, guru membutuhkan lingkungan yang
mendukung dan menghargai kesuksesan dan prestasi yang mereka raih. Motivasi
yang baik merupakan hasil dari gaya kepemimpinan dan atmosfir/iklim/suasana
yang mendukung. Artinya, jika gaya kepemimpinan buruk dan atmosfir kurang
nyaman, maka akan mengurangi motivasi.
Guru/staf adalah pemberi jasa
sekaligus pelanggan. Relasi antara guru merupakan hal yang sangat penting. Relasi
yang baik dan terbuka antar-guru perlu diciptakan; dan ini adalah tugas utama
dari pemimpin. Dalam ilmu kepemimpinan, jika karyawan melakukan kesalahan
(seperti tidak disiplin, berbohong, atau bergosip), maka pemimpinlah yang
bertanggung jawab.
Dalam hal profesionalisme, pelatihan
guru merupakan elemen penting. Pengetahuan guru perlu di-update karena ilmu
juga berkembang; bukannya dijadikan “sapi perah” penghasil susu (sapi aja
diberi makanan berkualitas hehehe).
Kuncinya adalah pemimpin sekolah
harus dekat dan mendengarkan pelanggan; baik pelanggan eksternal maupun
internal. Sebenarnya masih banyak pembahasan mengenai hal ini. Tapi, saya sudah
lelah menulis, mungkin dilanjutkan di lain hari hehehe...
Institusi yang sukses menuju masa depan adalah institusi yang responsif dan berubah sesuai tuntutan dunia sekitanya. (Edward Sallis)
Sumber bacaan: buku Manajeman Mutu
Terpadu/TQM (Edward Sallis)
note: catatan ini diambil dari note facebook tertanggal 7 Oktober 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar