Kamis, 01 Agustus 2013

Tiga Tahun Kemudian

Aku bersyukur pernah mengenalmu. Aku tak pernah menyesali kebersamaan kita. Setelah mengenalmu duniaku berubah. Awalnya, itulah yang kutakutkan bila aku jatuh cinta, duniaku berubah. Hal-hal penting bagiku menjadi tidak penting setelah ada kamu di hidupku. Aku mencintaimu, kau tahu itu.
Masih ingatkah kau hari kita janjian bertemu? Kita janjian di sebuah tempat yang kau pilihkan. Sebuah warung makan di pinggir jalan yang hanya buka malam hari. Aku yang duluan datang. Tidak lama kau juga datang. Kau yang memesan makanan karena aku tidak ahli dalam memilih menu yang memanjakan lidah. Aku adalah pemakan segalanya, kataku padamu, dan kau tertawa mendengarnya. Memang aku tak pernah pilih-pilih makanan. Asal terhidang langsung santap.
Malam itu, sementara pelayan menyiapkan makanan pesanan kita, kita bercerita. Aku tidak pandai dalam memulai percakapan. Untung ada kamu. Kamu memang sangat pandai mencairkan suasana. Tingkahmu yang lincah dan banyak bicara sangat berbeda denganku yang biasanya tenang dan tidak banyak bicara. Itulah yang kusukai darimu. Selain karena kau memang cantik. Duniaku begitu datar, duniamu ramai bagai pasar. Sebelumnya, aku selalu memperhatikanmu dari kejauhan, di mana ada kamu di situ suasananya pasti berisik. Kau mampu menciptakan suasana ramai.
Aku mendengarkan kau bercerita tentang perkuliahanmu. Kau selalu dipilih oleh teman-temanmu menjadi ketua kelompok bila ada tugas kelompok dari dosen. Sering mereka membuatmu kesal karena hanya beberapa temanmu saja yang serius mengerjakan tugas padahal itu tugas kelompok. Malah kau sering mengerjakan sendirian. Apalagi jika itu susah. Aku semakin tertarik dengan kepribadianmu. Pintar, punya banyak teman, ketua kelompok lagi. Aku tidak pernah jadi ketua kelompok saat kuliah. Aku dengarkan saja ceritamu. Aku tidak punya bahan untuk bercerita. Kuperhatikan baik-baik wajahmu. Semakin lama kuperhatikan, semakin aku menyadari betapa cantiknya wajahmu. Lebih cantik sewaktu pertama kulihat. Aku terkesima. Hingga aku kaget saat kau lambaikan tangan di depan wajahku. Tidak...aku tidak memikirkan yang aneh-aneh, kataku, dan kita tertawa. Pelayan datang menghidangkan makanan. Selamat menikmati, katamu ceria.

***
Tiga tahun sudah berlalu sejak kami tidak lagi bertemu, tidak lagi berbalas pesan. Aku melewati jalan yang pernah kami lalui. Sendirian. Saat melintasi warung makan itu, saat itu sedang tutup karena hari masih siang, sekelebat kenangan muncul dalam kepalaku. Dari kejauhan aku seolah-olah bisa melihat bayangan kami berdua sedang duduk bertatapan di meja itu. Waktu melambat. Sebuah bayangan nyata. Tahun-tahun berlalu seharusnya banyak yang berubah, namun ada juga yang memang tetap. Seperti meja yang pernah kami tempati. Seperti perasaanku saat ini.
Dia berubah, karena itu dia pergi. Menghilang. Aku tak bisa menghubunginya. Dia ganti no.hp. Kutanyakan kabar melalui teman-temannya, hasilnya nihil. Dunia seperti kekurangan udara, dadaku sesak saat itu. Pelan-pelan aku belajar melupakannya.
Suatu siang di ruang kerja, aku sedang istirahat. Handphone-ku berdering. Sebuah notifikasi, followerku bertambah. Dia. Namanya. Aku kaget bagaimana dia bisa menemukan akun twitterku, yang alamatnya tidak sesuai dengan nama depanku. Apa selama ini dia berusaha menghubungiku? Mungkin saja, tapi aku tidak yakin. 

***
Hai bang.. :) apa kabar?

Sebuah pesan darimu di kotak direct messageku. Bunyi pesanmu tidak asing bagiku, seperti tiga tahun lalu.  Kau ke mana saja selama ini, bisikku dalam hati. Tidak langsung kubalas, aku sedang bekerja saat itu.
...
Hai.. Kabarku baik. Dirimu?
Baik juga.hehe Bang minta no.hp dong.
Boleh. Nomorku tidak ganti. 081xxx.

Demikian kita saling membalas pesan via twitter. Singkat.

Beberapa hari kemudian, kau mengirimku pesan lewat sms. Bunyinya masih sama. Saling menanyakan kabar. Aku lupa kapan terakhir kita sms-an, bunyi smsku ke sekian. Bulan februari tahun 2010, balasmu. Tiga tahun lalu. Kutanyakan kabarmu, ternyata sedang tidak baik. Masalah hati. Tapi, aku tak menanyakan lebih lanjut. Cukup kuberikan semangat lewat sms saja. Kupikir kau pasti bisa melewati masa-masa sulit selepas pisah dengan kekasihmu. Sekarang, ruang dan waktu tak mengizinkanku untuk bertemu kamu. Kita sama-sama sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Aku hanya ingin berterimakasih padamu telah menghubungiku kembali. Dan terimakasih untuk rasa yang pernah kau tumbuhkan di hatiku. Aku belajar menumbuhkannya sendiri sekarang sambil menunggu tanah yang tepat untuk kutanam.


Saat menuliskan ini aku mengingatmu.