Selasa, 09 Juni 2015

Pendidikan dan Permasalahan Bangsa

Akhir-akhir ini aku sibuk sekali. Padahal aku sudah bertekad tidak menggunakan kata ‘sibuk’ seandainya aku pandai mengatur prioritas yang akan kukerjakan. Waktuku tersita oleh pekerjaan dan tugas-tugas kuliah. Hari-hari berlalu sangat cepat namun terasa begitu berat. Kadang-kadang aku tidak merasakan hari sudah berganti dan sudah begitu banyak hal yang kulakukan. Sesekali memang aku masih membuka miniblog tumblr dan menulis puisi. 
Berita di televisi juga hampir terlewati olehku. Sehingga sedikit sekali informasi kuketahui selain berita-berita utama. Misalnya tentang ijazah palsu, beras palsu, masalah PSSI, partai politik, atau berita jelang pemilihan kepala daerah. Dalam pandanganku, Indonesia sedang mengalami ‘bencana’. Bencana yang kumaksud adalah rusaknya tatanan kehidupan berbangsa dan bertanah air.
Ijazah Palsu
Banyak oknum memilih jalan pintas untuk menggapai jabatan tinggi. Tanpa rasa malu menggunakan ijazah palsu sebagai jaminan kualitas diri. Pertanyaanku: kualitas diri apa yang ditunjukkan dengan ijazah palsu? Sistem penerimaan pegawai (baik negeri ataupun swasta) yang mengutamakan gelar - bukannya kecerdasan dan keahlian – dan juga budaya ‘demam gelar’ di lapisan masyarakat telah membuka jalan bagi oknum-oknum tertentu untuk menggunakan ijazah palsu. Tapi, apakah kita perlu menyalahkan sistem yang rusak?
Masalah beredarnya ijazah palsu dan mudahnya memperoleh gelar secara ilegal menandakan kualitas manusia yang rendah, lemah, dan tidak berdaya juang. Kalau diperdalam lagi, menunjukkan kualitas manusia yang tidak bermoral. Maunya sukses tapi berlaku curang. Pertanda buruk bagi keberlangsungan negara dan bangsa. Solusinya, pertama, pertegas kebijakan. Berikan sanksi tegas kepada para pelaku/pengguna ijazah palsu dan lembaga yang memproduksi ijazah palsu tersebut. kedua, menumbuhkan budaya malu pada masyarakat. Hal ini harus didukung oleh sanksi sosial dari masyarakat sendiri.
Politik dan Kekuasaan
Para penguasa mengkhianati rakyat. Tampil di televisi dengan senyuman. Senyum kebohongan. Masa-masa menjelang pemilihan kepala daerah menjadi kesempatan menebar janji manis. Partai-partai politik beradu cepat mencari dukungan. Uang dijadikan mesin politik. Mereka seolah-olah peduli dengan masalah rakyat. Tidak. Semua untuk kepentingan meraih kekuasaan. Setelah kekuasaan diraih, maka kembali menyusun strategi untuk meraih kekuasaan di periode berikutnya. 
Mafia ada di mana-mana. Semua karena uang. Rakyat hanya tahu bahwa harga bbm naik, harga kebutuhan naik, biaya hidup meningkat; lalu rakyat mengeluh. Padahal semua sudah diatur oleh para mafia. Pemerintah seolah tak berdaya mengendalikan para mafia ini.
Alangkah sialnya bangsa ini jika terus dikuasai oleh segelintir orang berduit, yang serakah, yang haus akan kekuasaan. Mereka berkembang di negeri ini dengan bebas. Rakyat, yang sibuk sendiri, seperti kisahku di awal tulisan ini, tidak dapat berbuat banyak. Rakyat sibuk bertahan hidup. Susah mencari kerja. Mati-matian berusaha agar kebutuhan sehari-hari terpenuhi. Coba perhatikan menjelang masa pilkada, partai politik malah sibuk dengan urusan-urusan internalnya bukannya memikirkan kepentingan rakyat. Apakah kita rela menyerahkan masa depan bangsa ke tangan para segelintir orang-orang yang serakah itu? Kurasa kita sepakat, jawabannya adalah tidak. Lalu apa yang harus kita lakukan? Diam? Tidak. Lawan!
Prostitusi Online
Ada lagi masalah yang sangat heboh di televisi yaitu prostitusi online yang melibatkan para artis. Inilah salah satu sisi negatif dari internet. Internet digunakan untuk hal-hal yang tidak bermoral. Pria dan wanita tidak malu-malu menawarkan diri mereka dengan tarif mahal. Tubuh dijadikan barang yang bisa dijual. Kepuasan seks dibeli dengan harga puluhan hingga ratusan juta. Anehnya, perempuanlah yang menjadi korban yang selalu dipublikasikan. Mengapa para lelaki hidung belang, yang berkantong tebal itu, mungkin pejabat, mungkin politisi, atau pengusaha kaya, tidak dipublikasikan? Entahlah. Saya juga tidak tahu. Mungkin ada ‘permainan’ yang tidak kuketahui.
Fenomena prostitusi online ini sebenarnya sudah lama. Hanya saja baru marak dipublikasikan. Fenomena ini sangat mengkhawatirkan. Bagaimana tidak? Banyak anak remaja sudah memiliki gadget dan dengan mudah mengakses internet. Bisa saja mereka terjerumus ke dalam prostitusi online ini bila kurang pengawasan dari orang tua. Fenomena ini menandakan rendahnya nilai moral yang dianut oleh pelaku. Ingin cepat kaya dengan cara yang tidak terpuji. Ada pula yang beralasan karena faktor ekonomi. Memang hidup ini susah namun perlukah dengan cara menjual diri? Tidak adakah cara yang lebih pantas?
Faktor Penentu
Berbagai masalah di atas – dan tentu masih banyak masalah lain yang tidak mungkin dituliskan semuanya – sebenarnya akan menentukan seperti apa bangsa ini di masa mendatang. Dengan kata lain, bisa menentukan keberlangsungan berbangsa dan bernegara. Penyelesaian setiap masalah ditentukan oleh manusia-manusia yang menanganinya. Sayangnya, orang-orang yang terlibat dalam lingkaran pemerintahan, yang seharusnya membawa perubahan, malah menjadi oknum-oknum pembuat masalah. Hal ini disebabkan oleh kepentingan politik atau kepentingan pemilik modal. Lembaga yang giat memberantas korupsi yaitu KPK justru malah dilemahkan.
Orang-orang baik di negeri ini sulit menjadi ‘pahlawan’. Malah sering dijadikan bulan-bulanan para politikus. Opini publik dibentuk sedemikian rupa sehingga berbalik memercayai para segelintir orang tadi. Namun, ini pertanda baik yaitu masih ditemukannya orang-orang baik yang sungguh-sungguh memperjuangkan nasib bangsa. Setidaknya kita masih punya harapan.
Pendidikan dan Permasalahan Bangsa
Menurutku, semua masalah di atas bermuara pada satu solusi yaitu pendidikan. Melalui pendidikan, manusia dibentuk menjadi manusia utuh. Manusia yang berkembang secara intelektual dan moral. Idealnya, pendidikan di sekolah dan perguruan tinggi menciptakan manusia-manusia yang utuh. Kalau dilihat semua permasalahan bangsa di atas bisa jadi adalah tuaian yang kita terima akibat gagalnya pendidikan di masa lalu. Alasannya, pendidikan berfokus pada perolehan nilai-nilai angka yang tertulis, bukan pembentukan karakter.
Coba kita ambil contoh para pengguna ijazah palsu. Apakah mereka bisa dikatakan manusia utuh? Jangankan mengalami perkembangan intelektual dan moral, malu pun tidak. Lihat pula para politikus atau pejabat korupsi yang boleh dikatakan memiliki tingkat intelektual cukup tinggi, namun secara moral bisa dikatakan sangat buruk. Inilah alasan mengapa pendidikan merupakan solusi.
Hal yang perlu kita lakukan adalah memperbaiki kualitas pendidikan. Pendidikan hendaknya tidak dicampuri oleh politik kekuasaan. Lalu apa permasalahan pendidikan saat ini? Permasalahan pendidikan kita saat ini sungguh beragam namun bermuara pada satu hal yaitu kualitas guru. Karena itu, pertama-tama yang perlu diperhatikan adalah kualitas guru. Artinya, masalah guru bukan hanya distribusi guru yang tidak merata ke daerah-daerah tetapi juga pribadi guru itu sendiri. Kalau ditinjau, masih banyak guru yang tidak kompeten di bidangnya, tidak disiplin, tidak jadi teladan, bahkan terdapat oknum guru yang melakukan tindakan asusila. Inikah guru yang akan mempersiapkan generasi penerus bangsa?
Oleh karena itu, menurut hemat saya, hal paling utama yang dilakukan adalah memperbaiki kualitas guru. Baru kemudian pemerataan guru di seluruh daerah di Indonesia dan disusul pemenuhan fasilitas belajar seperti gedung sekolah, laboratorium, perpustakaan, dll. Kalau proses pendidikan kita baik dan lulusan yang dihasilkan adalah manusia utuh, maka kelangsungan bangsa dan negara di masa mendatang akan lebih baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar