Akhir-akhir ini aku sibuk sekali.
Padahal aku sudah bertekad tidak menggunakan kata ‘sibuk’ seandainya aku pandai
mengatur prioritas yang akan kukerjakan. Waktuku tersita oleh pekerjaan dan
tugas-tugas kuliah. Hari-hari berlalu sangat cepat namun terasa begitu berat.
Kadang-kadang aku tidak merasakan hari sudah berganti dan sudah begitu banyak
hal yang kulakukan. Sesekali memang aku masih membuka miniblog tumblr dan
menulis puisi.
Berita di televisi juga hampir
terlewati olehku. Sehingga sedikit sekali informasi kuketahui selain
berita-berita utama. Misalnya tentang ijazah palsu, beras palsu, masalah PSSI,
partai politik, atau berita jelang pemilihan kepala daerah. Dalam pandanganku,
Indonesia sedang mengalami ‘bencana’. Bencana yang kumaksud adalah rusaknya
tatanan kehidupan berbangsa dan bertanah air.
Ijazah Palsu
Banyak oknum memilih jalan pintas
untuk menggapai jabatan tinggi. Tanpa rasa malu menggunakan ijazah palsu sebagai
jaminan kualitas diri. Pertanyaanku: kualitas diri apa yang ditunjukkan dengan
ijazah palsu? Sistem penerimaan pegawai (baik negeri ataupun swasta) yang
mengutamakan gelar - bukannya kecerdasan dan keahlian – dan juga budaya ‘demam
gelar’ di lapisan masyarakat telah membuka jalan bagi oknum-oknum tertentu
untuk menggunakan ijazah palsu. Tapi, apakah kita perlu menyalahkan sistem yang
rusak?
Masalah beredarnya ijazah palsu dan
mudahnya memperoleh gelar secara ilegal menandakan kualitas manusia yang
rendah, lemah, dan tidak berdaya juang. Kalau diperdalam lagi, menunjukkan
kualitas manusia yang tidak bermoral. Maunya sukses tapi berlaku curang.
Pertanda buruk bagi keberlangsungan negara dan bangsa. Solusinya, pertama,
pertegas kebijakan. Berikan sanksi tegas kepada para pelaku/pengguna ijazah
palsu dan lembaga yang memproduksi ijazah palsu tersebut. kedua, menumbuhkan
budaya malu pada masyarakat. Hal ini harus didukung oleh sanksi sosial dari
masyarakat sendiri.
Politik dan Kekuasaan
Para penguasa mengkhianati rakyat.
Tampil di televisi dengan senyuman. Senyum kebohongan. Masa-masa menjelang
pemilihan kepala daerah menjadi kesempatan menebar janji manis. Partai-partai
politik beradu cepat mencari dukungan. Uang dijadikan mesin politik. Mereka
seolah-olah peduli dengan masalah rakyat. Tidak. Semua untuk kepentingan meraih
kekuasaan. Setelah kekuasaan diraih, maka kembali menyusun strategi untuk
meraih kekuasaan di periode berikutnya.
Mafia ada di mana-mana. Semua karena
uang. Rakyat hanya tahu bahwa harga bbm naik, harga kebutuhan naik, biaya hidup
meningkat; lalu rakyat mengeluh. Padahal semua sudah diatur oleh para mafia.
Pemerintah seolah tak berdaya mengendalikan para mafia ini.
Alangkah sialnya bangsa ini jika terus
dikuasai oleh segelintir orang berduit, yang serakah, yang haus akan kekuasaan.
Mereka berkembang di negeri ini dengan bebas. Rakyat, yang sibuk sendiri,
seperti kisahku di awal tulisan ini, tidak dapat berbuat banyak. Rakyat sibuk
bertahan hidup. Susah mencari kerja. Mati-matian berusaha agar kebutuhan
sehari-hari terpenuhi. Coba perhatikan menjelang masa pilkada, partai politik
malah sibuk dengan urusan-urusan internalnya bukannya memikirkan kepentingan
rakyat. Apakah kita rela menyerahkan masa depan bangsa ke tangan para
segelintir orang-orang yang serakah itu? Kurasa kita sepakat, jawabannya adalah
tidak. Lalu apa yang harus kita lakukan? Diam? Tidak. Lawan!
Prostitusi Online
Ada lagi masalah yang sangat heboh di
televisi yaitu prostitusi online yang
melibatkan para artis. Inilah salah satu sisi negatif dari internet. Internet
digunakan untuk hal-hal yang tidak bermoral. Pria dan wanita tidak malu-malu
menawarkan diri mereka dengan tarif mahal. Tubuh dijadikan barang yang bisa
dijual. Kepuasan seks dibeli dengan harga puluhan hingga ratusan juta. Anehnya,
perempuanlah yang menjadi korban yang selalu dipublikasikan. Mengapa para lelaki
hidung belang, yang berkantong tebal itu, mungkin pejabat, mungkin politisi,
atau pengusaha kaya, tidak dipublikasikan? Entahlah. Saya juga tidak tahu.
Mungkin ada ‘permainan’ yang tidak kuketahui.
Fenomena prostitusi online ini sebenarnya sudah lama. Hanya
saja baru marak dipublikasikan. Fenomena ini sangat mengkhawatirkan. Bagaimana
tidak? Banyak anak remaja sudah memiliki gadget dan dengan mudah mengakses
internet. Bisa saja mereka terjerumus ke dalam prostitusi online ini bila kurang pengawasan dari orang tua. Fenomena ini
menandakan rendahnya nilai moral yang dianut oleh pelaku. Ingin cepat kaya
dengan cara yang tidak terpuji. Ada pula yang beralasan karena faktor ekonomi.
Memang hidup ini susah namun perlukah dengan cara menjual diri? Tidak adakah cara
yang lebih pantas?
Faktor Penentu
Berbagai masalah di atas – dan tentu
masih banyak masalah lain yang tidak mungkin dituliskan semuanya – sebenarnya
akan menentukan seperti apa bangsa ini di masa mendatang. Dengan kata lain,
bisa menentukan keberlangsungan berbangsa dan bernegara. Penyelesaian setiap
masalah ditentukan oleh manusia-manusia yang menanganinya. Sayangnya,
orang-orang yang terlibat dalam lingkaran pemerintahan, yang seharusnya membawa
perubahan, malah menjadi oknum-oknum pembuat masalah. Hal ini disebabkan oleh
kepentingan politik atau kepentingan pemilik modal. Lembaga yang giat
memberantas korupsi yaitu KPK justru malah dilemahkan.
Orang-orang baik di negeri ini sulit
menjadi ‘pahlawan’. Malah sering dijadikan bulan-bulanan para politikus. Opini
publik dibentuk sedemikian rupa sehingga berbalik memercayai para segelintir
orang tadi. Namun, ini pertanda baik yaitu masih ditemukannya orang-orang baik
yang sungguh-sungguh memperjuangkan nasib bangsa. Setidaknya kita masih punya
harapan.
Pendidikan dan Permasalahan Bangsa
Menurutku, semua masalah di atas
bermuara pada satu solusi yaitu pendidikan. Melalui pendidikan, manusia
dibentuk menjadi manusia utuh. Manusia yang berkembang secara intelektual dan
moral. Idealnya, pendidikan di sekolah dan perguruan tinggi menciptakan
manusia-manusia yang utuh. Kalau dilihat semua permasalahan bangsa di atas bisa
jadi adalah tuaian yang kita terima akibat gagalnya pendidikan di masa lalu.
Alasannya, pendidikan berfokus pada perolehan nilai-nilai angka yang tertulis,
bukan pembentukan karakter.
Coba kita ambil contoh para pengguna
ijazah palsu. Apakah mereka bisa dikatakan manusia utuh? Jangankan mengalami perkembangan
intelektual dan moral, malu pun tidak. Lihat pula para politikus atau pejabat korupsi
yang boleh dikatakan memiliki tingkat intelektual cukup tinggi, namun secara
moral bisa dikatakan sangat buruk. Inilah alasan mengapa pendidikan merupakan
solusi.
Hal yang perlu kita lakukan adalah memperbaiki
kualitas pendidikan. Pendidikan hendaknya tidak dicampuri oleh politik
kekuasaan. Lalu apa permasalahan pendidikan saat ini? Permasalahan pendidikan
kita saat ini sungguh beragam namun bermuara pada satu hal yaitu kualitas guru. Karena itu, pertama-tama
yang perlu diperhatikan adalah kualitas guru. Artinya, masalah guru bukan hanya
distribusi guru yang tidak merata ke daerah-daerah tetapi juga pribadi guru itu
sendiri. Kalau ditinjau, masih banyak guru yang tidak kompeten di bidangnya,
tidak disiplin, tidak jadi teladan, bahkan terdapat oknum guru yang melakukan
tindakan asusila. Inikah guru yang akan mempersiapkan generasi penerus bangsa?
Oleh karena itu, menurut hemat saya,
hal paling utama yang dilakukan adalah memperbaiki kualitas guru. Baru kemudian
pemerataan guru di seluruh daerah di Indonesia dan disusul pemenuhan fasilitas
belajar seperti gedung sekolah, laboratorium, perpustakaan, dll. Kalau proses
pendidikan kita baik dan lulusan yang dihasilkan adalah manusia utuh, maka
kelangsungan bangsa dan negara di masa mendatang akan lebih baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar