Kamis, 07 Juli 2016
Hantu
Senin, 02 Mei 2016
Guru yang Profesional
Guru yang Profesional
Aris Primasatya Zebua, S.Pd.
Pendahuluan
Apa yang muncul di benak kita saat memperingati Hari Pendidikan Nasional?
Apakah prestasi-prestasi yang diraih oleh beberapa siswa di kancah
internasional? Apakah kegagalan pendidikan dalam membangun karakter bangsa?
Masing-masing kita tentu berbeda-beda. Ada yang optimis ada pula yang pesimis
dengan keadaan pendidikan saat ini.
Salah satu hal yang menggelisahkan saya tentang pendidikan adalah ketika saya membaca sebuah artikel berjudul “Menggugah Kesungguhan Mengajar Para Guru di Nias” yang dimuat di kabarnias.com (20/04/2016). Artikel tersebut bukan tentang prestasi di dunia pendidikan; malah sebaliknya, potret buruk pendidikan.
Kamis, 24 Maret 2016
Nilai Hidup
Nilai adalah sesuatu yang dimaknai, diresapi, dijadikan ukuran dan landasan dalam bersikap dan berperilaku. Nilai yang dianut seseorang bisa berasal dari pengalaman sendiri maupun dari orang lain (seperti orang tua, guru, atau tokoh agama). Biasanya manusia berperilaku sesuai nilai yang dianutnya. Arti lain, nilai yang dianut tercermin pada perilaku.
Ada dua jenis nilai, pertama, nilai terminal yaitu keadaan akhir kehidupan yang diinginkan; tujuan yang orang ingin capai selama hidupnya. Kedua, nilai instrumental yaitu cara atau perilaku yang lebih disukai untuk mencapai nilai terminal. Misalnya, seseorang menginginkan kehidupan nyaman (nilai terminal) dalam hidupnya. Untuk mencapai hidup nyaman tersebut, orang itu bekerja keras siang-malam (nilai instrumental). Jadi setiap hari orang tersebut terlihat sangat giat bekerja.
Contoh lain, ada seseorang malu berjalan kaki atau naik angkutan umum, sehingga ia berupaya untuk memiliki mobil pribadi. Nah, bisa jadi orang tersebut menginginkan pengakuan masyarakat atas dirinya dengan cara memiliki mobil pribadi. Pengakuan masyarakat merupakan nilai terminal sementara memiliki mobil merupakan nilai instrumental orang tersebut.
Sebuah fenomena di bangsa kita Indonesia yaitu intoleransi. Sekelompok golongan tertentu mengklaim diri atau keyakinan merekalah yang benar. Kalau diselidiki, nilai yang mereka anut mungkin adalah ingin menegakkan keyakinan mereka tersebut. Dan untuk menegakkan hal tersebut mereka bergiat untuk "menghabisi" atau menyingkirkan orang yang tidak sepaham dengan mereka. Bahkan melarang umat lain beribadah dan/atau mendirikan tempat ibadah. Nilai terminal golongan tersebut adalah menegakkan kebenaran versi mereka. Sedangkan, nilai instrumentalnya adalah giat menyingkirkan orang yang tidak sepaham dengan mereka. Karena itu, wajar kalau mereka melakukan kekerasan.
Berbeda dengan kekristenan. Nilai terminal orang Kristen adalah memuliakan Tuhan dan menikmati kasih-Nya. Karena itu, perilaku Kristen selalu menunjukkan kasih, pengampunan, kelemahkelemah-lembutan, kerendahan hati, dll. Itu semua adalah nilai instrumental. Nilai hidup orang Kristen bisa seperti itu karena orang Kristen telah beroleh keselamatan di dalam Kristus Yesus. Sangat kontras dengan yang bukan Kristen. Mereka berjuang berbuat baik hanya untuk mendapatkan keselamatan yang bahkan tidak pasti. Bagi orang Kristen, berbuat baik adalah ungkapan syukur karena sudah memperoleh keselamatan.
Ada pepatah berkata bahwa sesungguhnya manusia adalah kumpulan dari nilai-nilai yang dianutnya. Nilai yang dianut cenderung bersifat stabil kecuali ada peristiwa/pengalaman tertentu yang dialami. Contohnya Rasul Paulus, segala sesuatu (nilai-nilai) yang dulu dianggapnya berharga (identitas, aktivitas, kekuasaan, penganiaya orang Kristen) sekarang menjadi sampah karena pengenalannya akan Kristus.
Seharusnya nilai hidup kita tidak tergantung lagi pada "apa kata dunia" atau kehendak diri melainkan "apa yang Tuhan kehendaki". Sehingga kita tidak perlu malu dengan keadaan kita yang seadanya, tidak perlu membandingkan diri dengan orang lain. Dan juga, tidak memandang orang lain karena penampilan, harta, atau kekuasaan.
Sekarang, apa nilai hidupmu? Apa yang membuatmu semangat bekerja/melayani? Apa yang membuatmu malu dalam hidup ini?
Selamat Jumat Agung!
Rabu, 16 Maret 2016
Anak bukanlah Miniatur Orang Dewasa
Selasa, 16 Februari 2016
Hukuman untuk Anak menurut Cicero
- hukuman fisik sebaiknya diberikan ketika semua hukuman lainnya gagal mendisiplinkan anak,
- anak sebaiknya jangan direndahkan dengan cara hukuman. Artinya, hukuman tidak bermaksud merendahkan anak,
- hukuman sebaiknya jangan pernah diterapkan dalam kemarahan,
- hukuman sebaiknya ditangguhkan hingga cukup waktu untuk refleksi bagi guru dan murid,
- alasan-alasan untuk hukuman sebaiknya diberikan. Anak harus memahami mengapa ia dihukum,
- anak dibimbing untuk melihat keadilan dari hukuman yang dibebankan.