Jumat, 03 Oktober 2014

Mendengar keluhan murid

Selamat malam. Walaupun tulisan ini mungkin dibaca pagi hari, aku akan mengucapkan selamat malam saja. Karena aku menuliskannya malam hari. Tidak apa kan?
Aku mau cerita. Seperti biasa, kalau bukan curhat, ya cerita-ceritaan. Siang tadi aku didatangi oleh beberapa mantan muridku yang sekarang bersekolah di tempat lain. Sebenarnya bukan didatangi tapi bertepatan bertemu di sekolah. Katanya, mereka ingin main ke sekolah. Ada yang mengambil ijazah SMPnya, ada yang sekadar ingin bertemu teman-teman yang sekarang bersekolah di tempat yang berbeda-beda. Seragam mereka juga beda-beda.

Selesai mengajar, dari lantai 3 aku pun turun untuk pulang. Lalu di bawah bertemulah aku dengan murid-muridku itu. Salam-salaman deh, seperti kebiasaan di sekolah kami. Kutanyakan kabar mereka, bagaimana dengan sekolah baru, dan lain-lain. Kupikir mereka menjawab baik-baik saja. Eh malah pada mengeluh. Mereka mengeluhkan metode belajar kurikulum 2013. Menyusahkan murid, kata mereka, tugas ini tugas itu, banyak sekali dan terjadi di semua mata pelajaran. Juga mengeluhkan guru mata pelajaran fisika, yang kata salah seorang anak, guru fisika di sekolahnya 'kayak gitu'. Maksudnya mengajar asal-asalan, siswa tidak paham apa yang diajarkan, termasuk dia. Padahal setahuku, muridku itu salah satu yang terpintar di kelasnya pas SMP. Saat itu aku mengajar fisika di kelas mereka. Ada juga yang lain, mengeluhkan guru matematikanya. Begitulah keluhan mereka sampai-sampai salah seorang dari mereka berkata masa ketemu guru (maksudnya saya) langsung cerita keluhan. Malah ada yang langsung nanya soal.

Menanggapi cerita beberapa mantan muridku tadi, aku mulai berpikir. Pertama. mengenai guru. Di sekolah baru mereka (di tempat lain) gurunya ya 'kayak gitu'. Aku pinjam istilah anak-anak tadi. Kayak gitu menunjukkan kualitas guru yang kurang baik. Apakah boleh mempertanyakan kualitas guru? Aku jadi teringat mengenai sertifikasi guru, apakah pemberian sertifikasi menjamin kualitas guru baik? Bagaimana mungkin seseorang bisa menjadi guru namun tidak mampu mengajar dan mendidik dengan baik?

Memang di sekolah kami (Eka Wijaya) semua guru dituntut mengajar dengan baik. Jika ada guru tidak masuk kerja karena sakit/izin/hal lainnya, guru piket (atau guru lain) wajib menggantikan. Tidak boleh ada kelas yang tidak ada gurunya saat kegiatan belajar mengajar. Kalau tidak, akan langsung ditindak oleh yayasan. Guru juga dituntut disiplin: datang tepat waktu, saat mengajar tidak boleh mengangkat telpon, saat di kelas tidak boleh melakukan kegiatan lain seperti membaca koran atau mengoreksi hasil ulangan. Ya, guru harus disiplin. Kalau mau jujur, masih banyak sekolah di negeri ini yang gurunya tidak disiplin. Di kelas ada guru yang santai-santai saja, kalau ada guru tidak hadir, anak didik dibiarkan begitu saja, tidak ada guru pengganti, bahkan masih ada guru yang merokok di kelas. Bukan bermaksud sombong dengan keadaan di sekolah kami, namun memang keadaannya begitu. Biasanya guru yang tidak tahan dengan aturan, ya umurnya tidak akan panjang di sekolah ini.

Dan juga aku tidak menganggap diriku sudah sempurna menjadi guru. Aku masih perlu belajar menjadi guru yang baik. Sampai sekarang aku masih meyakini panggilan hidupku adalah menjadi guru. Terserah ke depan bagaimana, mungkin saja Tuhan memanggil di tempat lain. Sebagai guru, aku punya visi, yaitu agar murid yang kuajar mengenal Tuhan -Pencipta hidupnya-, mengenal dirinya sendiri, dan mampu menjadi manusia yang baik. Itu saja. Nah, bagaimana dengan guru-guru yang lain? Apakah mereka punya visi? Apa dasar mereka menjadi guru: panggilan hidup atau karena gagal diterima di kantor lain, misalnya? Kalau mau jujur lagi, ada banyak guru tidak punya visi (mengajar asal-asalan), ada banyak orang menjadi guru bukan karena terpanggil jiwanya menjadi guru, dan lain sebagainya. Oh ya hampir lupa. Beberapa murid juga cerita ke saya lewat media sosial. Bahkan ada yang menanyakan cara menyelesaikan sebuah soal matematika lewat FB dan Twitter. Ke mana ya gurunya?

Kedua, mengenai kurikulum 2013. Banyak guru dan murid mengeluhkan hal ini. Termasuk fasilitatorku saat pelatihan dulu, meski tidak langsung, tapi dari jawabannya 'kita ikuti saja dulu' tersirat bahwa kurikulum 2013 tidak bisa diimplementasikan dengan baik. Dan setelah aku mencari informasi, ternyata kurikulum 2013 ini tanpa riset. Hanya sebuah ide yang langsung diterapkan begitu saja tanpa melewati penelitian yang sah, tanpa diuji. Juga masih banyak kekeliruan di sana-sini seperti pengadaan buku yang masih sangat kurang, pelatihan guru yang masih belum seluruhnya padahal kegiatan belajar sudah berlangsung, dan metode belajar dan penilaian yang susah diterapkan. Bayangkan saja, bagaimana menilai kejujuran seorang siswa. Apakah kejujuran itu benar-benar menjadi sikap sehari-hari si murid atau hanya sekadar di sekolah saja agar dapat nilai bagus. Itu baru satu contoh.

Saranku, pemerintah yang akan datang harus meninjau ulang mengenai kurikulum 2013 ini. Karena yang menjadi korbannya adalah generasi masa depan bangsa.

Begitulah ceritaku malam ini.

Selamat malam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar