Apa rasanya menjadi orang lain?
Pertanyaan ini tiba-tiba muncul dalam kepalaku. Apakah orang lain merasakan apa
yang kurasakan?
Pertanyaan kedua di atas pun
kutujukan kepada diriku sendiri; apakah aku bisa merasakan apa yang orang lain
rasakan? Seperti kesedihan, patah hati, kecemasan, atau kegembiraan yang mereka
rasakan? Jawabannya adalah tidak.
Nyatanya aku hanya bisa mengamati
raut muka atau perilaku orang lain. Ini pun terkadang menipu. Ada orang yang
mampu tersenyum, bahkan tertawa, untuk menutupi kesedihannya. Sehingga kita
menganggapnya sedang bersukacita. Dengan kata lain, perilaku seseorang
sesungguhnya tidak bisa dijadikan dasar untuk melihat apa yang dia sedang
rasakan.
Lalu, apa rasanya menjadi orang
lain? Menurutku, jawabannya adalah biasa saja. Masalahnya, kita tidak bisa
menduplikat diri kita sendiri atau berpindah ke tubuh orang lain.
Pernah ada satu film yang
kutonton yang menceritakan kisah pasangan suami istri. Kehidupan keluarga mereka
sedang retak. Sang istri menyalahkan suami yang tidak peduli dengan keluarga
dan hanya sibuk dengan urusan kerja sebagai aparat keamanan negara. Sementara,
sang suami menyalahkan sang istri karena menyibukkan diri dengan hal yang tidak
penting yaitu bisnis fashion.
Di film itu, menurut suami
pekerjaan yang nyata adalah pekerjaannya sebagai aparat karena berhadapan
langsung dengan kejahatan. Menggeluti dunia fashion adalah kegiatan yang
sia-sia dan buang-buang waktu. Padahal pekerjaan tersebut sangat berarti bagi
sang istri.
Masalah keluarga di atas
menurutku adalah mereka tidak memahami satu sama lain. Andai mereka mampu
merasakan apa yang dirasakan pasangannya, mungkin mereka tidak bertengkar
terus. Tapi, nyatanya mereka selalu bertengkar saat bertemu di rumah. Tempat
kerja merupakan tempat yang sangat mereka sukai. Hingga suatu pagi, pada puncak
pertengkaran, mereka terbangun dengan kepribadian yang tertukar. Tiba-tiba sang
istri bangun, namun ia sangat kaget karena tubuhnya adalah tubuh suaminya. Begitu
sebaliknya dengan sang suami yang tiba-tiba menjadi gemulai bak perempuan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar