Rabu, 13 November 2019

Mengalami Lindungan Tuhan


Kemarin tanggal 13 November, aku ke Jakarta. Aku berangkat jam 10 pagi naik grab kemudian kereta. Aku baru pulang sekitar jam 5 sore. Aku tinggal di Serpong Utara.
Sesampai di kontrakan, kulihat tetangga sibuk membersihkan tempat mereka masing-masing. Tetangga di sebelah kamarku – yang hanya berbatas dinding – terlihat paling sibuk. Awalnya kukira itu aktivitas bersih-bersih biasa. Selain itu, beranda kontrakanku juga terlihat kotor karena percikan air bercampur debu. Ingin kusapu tetapi sapuku hilang diambil entah siapa. Aku biasa meletakkan sapu di luar.
Ketika aku sudah di dalam kamar, kudengar dari sebelah suara palu mengetuk-ngetuk. Seseorang sedang memperbaiki sesuatu, pikirku. Kebetulan juga di belakang kontrakan ini sedang ada pengerjaan pembuatan taman untuk perumahan sebelah. Namun, suara ketukan palu yang kudengar terasa sangat dekat sehingga membuat dinding kamarku ikut bergetar.
Di dalam kamarku tampak bersih seperti waktu kutinggalkan. Tidak ada tanda-tanda kebocoran atau genangan air. Sebelum berangkat aku memang menyapu lantai sehingga terlihat bersih (padahal biasanya malas menyapu hehehe)
Tidak lama kemudian kutanya seorang tetangga apa yang terjadi. Dia bercerita bahwa tadi siang hujan sangat lebat disertai angin kencang. Nah, kamar sebelahku menjadi korban peristiwa alam tersebut. Atap di atas mereka terlepas membuat air hujan masuk langsung ke dalam. Aku baru mengerti saat itu mengapa orang-orang melakukan bersih-bersih.
Padahal sebenarnya kontrakan ini berderet hingga 7 pintu ke kiri. Kamarku paling kanan untuk satu deretan itu, kamar pertama. Gambaran singkatnya, kontrakan ini terdiri dari 7 kamar berderet ke samping dan memiliki kerangka atap yang sama. Tidak hanya itu, kontrakan ini punya “kembaran” yang saling berhadapan yang bagian tengahnya menjadi gang kecil. Ujung gang paling kiri buntu karena ada tembok perbatasan dengan perumahan sebelah. Sementara ujung yang satu lagi menuju ke jalan gang utama. Gang di dalam gang.
Aku ingin membantu tetangga yang terkena musibah itu. Namun, tampaknya pekerjaan mereka sudah hampir selesai. Beberapa perabotan masih menumpuk di beranda dan juga pakaian basah digantung di pagar. Beranda kontrakan ini dibatasi oleh pagar besi bercat hitam. Kalau pagar dilepas, maka akan terlihat seperti beranda sekolah dengan beberapa pintu kelas.
Peristiwa yang sama persis pernah juga kualami sewaktu tinggal di Cibinong. Dua kali malah. Saat itu aku ngekos di satu rumah dekat sekolah. Rumah kos itu sebenarnya milik keluarga yang kamar-kamarnya disewakan. Ada dua lantai. Di bawah tinggal keluarga pemilik dan ada tiga kamar di depan disewakan. Sementara di lantai dua terdiri dari 8 kamar.
Pertama kali tinggal di sana, kamarku berada paling belakang di lantai dua. Suatu hari terjadi hujan deras diserta angin kencang sampai-sampai membuat atap bagian tengah jebol dan hujan dengan bebas masuk. Kamar yang terdampak adalah tiga kamar di sebelahku. Bahkan lantai kamar yang tepat di sebelahku dipenuhi genangan air. Demikian juga kamar yang lain. Sedangkan kamarku baik-baik saja. Hujan dan angin memang benar-benar parah saat itu. Alhasil, kami semua gotong-royong membersihkannya.
Yang kedua terjadi saat aku pindah kamar ke kamar paling depan. Masih di lantai dua. Kamar di situ ada dua. Di sebelah kananku ada kamar yang dihuni seorang perempuan dan sebelah kiri ada tangga kalau mau turun atau naik. Di dekat situ ada halaman tempat penghuni kos menjemur pakaian, bersantai, atau sekadar melihat-lihat pemandangan jalan di bawah.
Kamar di kananku itulah yang atapnya lepas ketika hujan. Aku sempat mendengar bunyi hentakan keras di atas kepalaku. Kupikir atap kamarku yang lepas. Tapi tidak, karena tidak ada air yang masuk. Aku juga tidak berani membuka pintu karena angin sangat kencang. Aku hanya melihat-lihat situasi dari jendela kaca. Sesekali kugeser kain penutup jendela sambil waspada jangan-jangan ada benda keras berterbangan dan menghantam jendela kaca itu. Air hujan terdengar memukul-mukul permukaan kaca jendela. Dampak dari angin kencang.
Ternyata kamar di sampingkulah yang jadi korban. Tidak lama setelah itu angin mereda, namun hujan masih deras, pemiliki kos datang dan melihat situasi. Aku juga sudah berani keluar. Perempuan itu terlihat baru menangis. Sepertinya ia sangat ketakutan saat hujan badai melanda. Suasana bertambah mencekam karena gelegar petir yang dahsyat. Menciutkan hati.
Benar, hujan dengan bebas masuk kamarnya. Kasur, televisi, dan perlengkapan lain basah. Ada ember di atas meja untuk menampung air hujan. Tapi itu tidak cukup. Pemilik kos dan aku segera membantu. Beberapa barang dipindahkan ke kamarku. Terutama barang-barang berharganya seperti televisi, laptop, rice cooker, dan lain-lain. Namanya perempuan perlengkapannya banyak. Setelah barangnya diamankan, perempuan itu pergi menginap ke tempat temannya sambil menunggu kamarnya diperbaiki dan bisa ditinggali lagi.
Aku sudah mengalami terlepas dari musibah hujan badai sebanyak tiga kali. Mungkin lebih dari ratusan kali aku terlepas dari bahaya lain tanpa kusadari. Dan yang paling utama adalah aku telah diselamatkan dari lumpur dosa oleh darah Kristus.

Dalam takut akan TUHAN ada ketenteraman yang besar, bahkan ada perlindungan bagi anak-anak-Nya,” kata pengamsal.



Aku mengalami apa yang dikatakan oleh pengamsal yaitu perlindungan Tuhan. Tidak hanya jiwaku, barang kepunyaanku pun dilindungi-Nya. Luar biasa TUHAN itu! Meskipun demikian, aku terus berusaha untuk takut akan Dia. Karena sampai saat ini, sampai kapan pun, aku tidak akan pernah sempurna dalam memuliakan Dia. Yang kulakukan adalah terus berusaha dan bertekun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar