Kemarin tanggal 13 November, aku ke Jakarta. Aku berangkat
jam 10 pagi naik grab kemudian kereta. Aku baru pulang sekitar jam 5 sore. Aku tinggal
di Serpong Utara.
Sesampai di kontrakan, kulihat tetangga sibuk
membersihkan tempat mereka masing-masing. Tetangga di sebelah kamarku – yang hanya
berbatas dinding – terlihat paling sibuk. Awalnya kukira itu aktivitas
bersih-bersih biasa. Selain itu, beranda kontrakanku juga terlihat kotor karena
percikan air bercampur debu. Ingin kusapu tetapi sapuku hilang diambil entah
siapa. Aku biasa meletakkan sapu di luar.
Ketika aku sudah di dalam kamar, kudengar dari
sebelah suara palu mengetuk-ngetuk. Seseorang sedang memperbaiki sesuatu,
pikirku. Kebetulan juga di belakang kontrakan ini sedang ada pengerjaan
pembuatan taman untuk perumahan sebelah. Namun, suara ketukan palu yang
kudengar terasa sangat dekat sehingga membuat dinding kamarku ikut bergetar.
Di dalam kamarku tampak bersih seperti waktu
kutinggalkan. Tidak ada tanda-tanda kebocoran atau genangan air. Sebelum
berangkat aku memang menyapu lantai sehingga terlihat bersih (padahal biasanya
malas menyapu hehehe)
Tidak lama kemudian kutanya seorang tetangga apa
yang terjadi. Dia bercerita bahwa tadi siang hujan sangat lebat disertai angin
kencang. Nah, kamar sebelahku menjadi korban peristiwa alam tersebut. Atap di
atas mereka terlepas membuat air hujan masuk langsung ke dalam. Aku baru
mengerti saat itu mengapa orang-orang melakukan bersih-bersih.
Padahal sebenarnya kontrakan ini berderet hingga 7
pintu ke kiri. Kamarku paling kanan untuk satu deretan itu, kamar pertama. Gambaran
singkatnya, kontrakan ini terdiri dari 7 kamar berderet ke samping dan memiliki
kerangka atap yang sama. Tidak hanya itu, kontrakan ini punya “kembaran” yang
saling berhadapan yang bagian tengahnya menjadi gang kecil. Ujung gang paling
kiri buntu karena ada tembok perbatasan dengan perumahan sebelah. Sementara
ujung yang satu lagi menuju ke jalan gang utama. Gang di dalam gang.
Aku ingin membantu tetangga yang terkena musibah
itu. Namun, tampaknya pekerjaan mereka sudah hampir selesai. Beberapa perabotan
masih menumpuk di beranda dan juga pakaian basah digantung di pagar. Beranda kontrakan
ini dibatasi oleh pagar besi bercat hitam. Kalau pagar dilepas, maka akan
terlihat seperti beranda sekolah dengan beberapa pintu kelas.
Peristiwa yang sama persis pernah juga kualami
sewaktu tinggal di Cibinong. Dua kali malah. Saat itu aku ngekos di satu rumah
dekat sekolah. Rumah kos itu sebenarnya milik keluarga yang kamar-kamarnya
disewakan. Ada dua lantai. Di bawah tinggal keluarga pemilik dan ada tiga kamar
di depan disewakan. Sementara di lantai dua terdiri dari 8 kamar.
Pertama kali tinggal di sana, kamarku berada paling
belakang di lantai dua. Suatu hari terjadi hujan deras diserta angin kencang
sampai-sampai membuat atap bagian tengah jebol dan hujan dengan bebas masuk. Kamar
yang terdampak adalah tiga kamar di sebelahku. Bahkan lantai kamar yang tepat
di sebelahku dipenuhi genangan air. Demikian juga kamar yang lain. Sedangkan
kamarku baik-baik saja. Hujan dan angin memang benar-benar parah saat itu. Alhasil,
kami semua gotong-royong membersihkannya.
Yang kedua terjadi saat aku pindah kamar ke kamar
paling depan. Masih di lantai dua. Kamar di situ ada dua. Di sebelah kananku ada
kamar yang dihuni seorang perempuan dan sebelah kiri ada tangga kalau mau turun
atau naik. Di dekat situ ada halaman tempat penghuni kos menjemur pakaian,
bersantai, atau sekadar melihat-lihat pemandangan jalan di bawah.
Kamar di kananku itulah yang atapnya lepas ketika
hujan. Aku sempat mendengar bunyi hentakan keras di atas kepalaku. Kupikir atap
kamarku yang lepas. Tapi tidak, karena tidak ada air yang masuk. Aku juga tidak
berani membuka pintu karena angin sangat kencang. Aku hanya melihat-lihat
situasi dari jendela kaca. Sesekali kugeser kain penutup jendela sambil waspada
jangan-jangan ada benda keras berterbangan dan menghantam jendela kaca itu. Air
hujan terdengar memukul-mukul permukaan kaca jendela. Dampak dari angin
kencang.
Ternyata kamar di sampingkulah yang jadi korban. Tidak
lama setelah itu angin mereda, namun hujan masih deras, pemiliki kos datang dan
melihat situasi. Aku juga sudah berani keluar. Perempuan itu terlihat baru
menangis. Sepertinya ia sangat ketakutan saat hujan badai melanda. Suasana bertambah
mencekam karena gelegar petir yang dahsyat. Menciutkan hati.
Benar, hujan dengan bebas masuk kamarnya. Kasur,
televisi, dan perlengkapan lain basah. Ada ember di atas meja untuk menampung
air hujan. Tapi itu tidak cukup. Pemilik kos dan aku segera membantu. Beberapa barang
dipindahkan ke kamarku. Terutama barang-barang berharganya seperti televisi,
laptop, rice cooker, dan lain-lain. Namanya perempuan perlengkapannya banyak. Setelah
barangnya diamankan, perempuan itu pergi menginap ke tempat temannya sambil
menunggu kamarnya diperbaiki dan bisa ditinggali lagi.
Aku sudah mengalami terlepas dari musibah hujan
badai sebanyak tiga kali. Mungkin lebih dari ratusan kali aku terlepas dari
bahaya lain tanpa kusadari. Dan yang paling utama adalah aku telah diselamatkan dari
lumpur dosa oleh darah Kristus.
“Dalam takut akan TUHAN ada ketenteraman yang besar, bahkan ada perlindungan bagi anak-anak-Nya,” kata pengamsal.
Aku mengalami apa yang dikatakan oleh pengamsal
yaitu perlindungan Tuhan. Tidak hanya jiwaku, barang kepunyaanku pun
dilindungi-Nya. Luar biasa TUHAN itu! Meskipun demikian, aku terus berusaha untuk takut akan Dia.
Karena sampai saat ini, sampai kapan pun, aku tidak akan pernah sempurna dalam
memuliakan Dia. Yang kulakukan adalah terus berusaha dan bertekun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar