menunggumu bagaikan
menyusuri jalan yang hampir tak ada ujungnya
namun aku terus
berjalan
kukuatkan kakiku
kukuatkan hatiku yang
retak
sambil menatap jauh ke
depan aku terus berjalan
satu-satu dinding
hatiku jatuh
menciptakan jejak
panjang di belakangku
telah kuputuskan untuk
menunggumu
apakah aku harus
berhenti setelah berjalan sejauh ini?
apakah aku harus
kembali sambil memungut puing-puingatiku?
aku menunggumu karena
aku bodoh.
kini aku mulai paham
bahwa kesetiaan konyol
adalah menunggu yang
tak pasti.