Sabtu, 02 Mei 2015

Selamat Hari Pendidikan Nasional

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.
Dua paragraf di atas kukutip dari UURI No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana menunjukkan bahwa proses pendidikan bukanlah hal yang dilakukan begitu saja seperti melemparkan dadu lalu menunggu hasil mata dadu berapa yang akan muncul. Juga menunjukkan bahwa kita tahu apa yang akan kita kerjakan. Perencanaan, secara ringkas, adalah menentukan terlebih dahulu apa yang akan dilakukan. Penentuan itu dilakukan secara sadar. Dalam pendidikan, rencana ini dituangkan dalam kurikulum. Melihat kondisi saat ini, berlakunya dua kurikulum (KTSP dan Kur-2013) di dunia pendidikan kita sungguh menunjukkan kekacauan sistem pendidikan nasional kita. Kukira kita semua tahu bagaimana solusinya, yaitu berlakukan satu kurikulum.
Bagaimana dengan ‘mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran’? Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Suasana belajar yang tentunya menyenangkan dan menumbuhkan minat untuk belajar. Kenyataan di lapangan, banyak sekolah yang guru-gurunya tidak mampu, tidak mau, tidak serius dalam mengajar. Seorang siswa pindahan dari sekolah lain menceritakan alasannya pindah ke sekolah kami sekarang. Katanya, guru-guru di sekolah sebelumnya jarang sekali masuk. Apalagi mengajar. Dan tidak ada guru pengganti. Para siswa dibiarkan begitu saja tanpa diberi pengetahuan. Bagaimana dengan sekolah-sekolah yang kekurangan guru?
Mengenai kondisi guru-guru. Saya tidak bermaksud menyamaratakan semua guru, tetapi masih terdapat guru-guru yang tidak disiplin, tidak mampu mengajar, dan sering melanggar aturan. Contohnya saat aku mengawas ujian nasional di suatu sekolah. Sudah jelas aturannya bahwa pengawas tidak boleh membawa alat komunikasi ke ruang ujian. Kenyataannya? Ada pengawas yang bermain HP. Saat kepala dinas atau pengawas sekolah sidak, para guru pengawas yang melanggar aturan tersebut langsung berpura-pura mengawas dengan serius. Padahal jelas sebelumnya sedang bermain dengan gadgetnya. Tentu masih banyak lagi pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh guru. Karena itu, bagi guru-guru yang berdedikasi tinggi, mampu mengajar, dan memiliki wawasan luas, patut diberi penghargaan setinggi-tingginya. Penghargaan setinggi-tingginya tidak sama dengan sertifikasi. Terbukti, sudah ada penelitiannya, sertifikasi guru tidak berpengaruh pada peningkatan kualitas pendidikan. Saya termasuk tidak setuju dengan sertifikasi. Menurutku sertifikasi hanya cocok untuk suatu alat, mesin misalnya, yang harus disertifikasi karena kualitas produksinya. Tapi guru, bagaimana mengukur keberhasilan guru? Di pihak lain, guru-guru yang tidak disiplin, tidak mampu mengajar mesti diberi pembinaan dan pelatihan agar bisa menjadi guru yang sesungguh-sungguhnya.
“…agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.” Kutipan ini merupakan lanjutan dari usaha sadar, terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran. Bayangkan, bagaimana kalimat tersebut bisa terwujud bila kalimat sebelumnya masih belum terpenuhi? Upaya pemerintah sudah bagus, dengan memberhentikan Kur-2013, meski belum sepenuhnya. Juga dengan memberhentikan ujian nasional sebagai standar kelulusan. Hal ini merupakan langkah maju. Kurikulum 2013, yang pelaksanaannya kacau, perlu dievaluasi dan dimatangkan, agar benar-benar bisa diterapkan dan mampu mewujudkan cita-cita nasional khususnya di dunia pendidikan.  Ujian nasional, menurutku, ditiadakan saja. Kalau pun harus tetap diadakan, hanya untuk pemetaan pendidikan dan dilakukan di beberapa sekolah saja sebagai sampel yang mewakili seluruh sekolah yang ada di Indonesia. Ini bisa menghemat pengeluaran negara. Langkah selanjutnya adalah memikirkan cara menentukan atau criteria kelulusan. Menurutku, sekolahlah yang paling berperan dalam menentukan kelulusan, namun, tetap diawasi oleh pemerintah.
Sejauh yang kuamati, pelajar kita masih belum aktif dalam mengembangkan potensi dirinya. Pikiran mereka masih dijejali pengetahuan dari para guru. Cara berpikir mereka masih belum mandiri, ingin yang mudah dan cepat, dan berdaya juang rendah. Belum lagi kebiasaan mereka yang bisa bertahan lama memainkan gadget, tapi untuk membaca buku, sebentar saja sudah malas. Sekali lagi, saya tidak bermaksud menyamaratakan semua pelajar. Masalah lainnya, banyak pelajar kita mudah terpengaruh dengan ajakan-ajakan ekstrimisme. Ini karena tidak biasa berpikir kritis. Untuk menghadapi ini, satu-satunya cara adalah mengajarkan nilai-nilai Pancasila kepada pelajar.
Bagaimana arah pendidikan kita ke depan? Memang belum terlihat jelas. Dan hal ini perlu diberi perhatian penuh. Terutama dalam menentukan filsafat pendidikan kita yang harus sejalan dengan nilai-nilai Pancasila sebagai filsafat dan pandangan hidup bangsa. Baru kemudian merumuskan kurikulum yang tepat. Ini adalah tugas semua pihak. Pemerintah, pendidik, dan seluruh elemen masyarakat. Selamat hari Pendidikan Nasional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar