Selasa, 01 Oktober 2013

Suatu Sore

Sore. Aku duduk di beranda rumah. Ini bukan rumahku, melainkan hanya rumah kontrakan. Tepatnya aku duduk di lantai dua. Menghadap barat daya. Sore itu tiba-tiba aku merasa langit menyatu dengan hatiku. Warna langit yang biru dengan awan putih terlihat jernih. Aku tenggelam dalam ketakjubanku memandangi langit sore yang tidak lama kemudian berubah warna menjadi jingga. Menganggumkan.

Aku pun mulai bercerita kepada langit. Kali ini aku menceritakan kepadanya tentang cita-citaku. Dan rasanya langit sore tidak keberatan mendengarkanku. Awalnya aku menceritakan tentang suasana hatiku yang sedang gelisah saat itu. Gelisah biasa terjadi kalau ada hal yang belum tercapai. Hatiku sedang mendambakan seorang gadis, namun gadis itu berjalan dengan pria lain. Padahal aku sangat mengharapkannya, bahkan hingga detik ini. Mulai dari situ, seperti aliran sungai, aku terus berbicara kepada langit, dari hati ke hati. Kuusahakan suaraku tak terdengar oleh orang lain yang kamarnya dekat dengan tempat dimana aku duduk. Ya, benar, aku sedang berbicara dalam hati kepada langit.

Kira-kira seperti ini yang kusampaikan, seperti yang sudah kukatakan, yaitu cita-citaku. Aku bercita-cita suatu hari menjadi seorang guru yang tidak hanya mengajar di sekolah, tapi juga memiliki sebuah tempat membaca -rumah baca. Di rumah baca, seperti namanya, akan kuajak setiap muridku untuk belajar. Sepulang sekolah mereka boleh datang. Entah mengerjakan PR, berdiskusi, entah hanya untuk membaca komik atau novel, yang penting mereka membaca dan belajar daripada pulang ke rumah sementara orang tua mereka masih di kantor, bekerja. Tidak hanya murid-muridku, kalau ada murid dari sekolah lain aku akan dengan senang hati menerimanya. Alangkah mulianya. Masih dalam benak saja sudah begini, apalagi kalau benar-benar tercapai. Hahaha. Aku pun menertawakan diriku sendiri.

Cita-citaku yang lain, mungkin ini lebih kepada sebuah harapan, aku berharap bisa hidup bersama gadis yang kusukai saat ini. inilah awal sebenarnya aku bercerita kepada langit. Entah bagaimana aku bisa menyukai gadis itu. Padahal di saat seperti ini pun, lama tak bertemu dengannya, aku masih mengingat dia. Sungguh perasaan yang aneh. Harusnya perasaan ini sudah lenyap sedari dulu. Apalagi tak pernah ketemu lagi. Kurasa ada yang salah dengan hatiku. Atau jangan-jangan dia memang...( Ah aku tidak mau meneruskan kalimatku). Aku terlalu takut bila itu tidak terjadi.

Langit sudah mulai gelap. Temaram. Aku ingat aku belum mandi sore ini. Aku bergegas mandi dan seketika, saat air mengguyur tubuhku, aku merasakan aku hidup di dunia yang nyata -yang tidak segan membunuh semua impian manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar