Kamis, 24 Juli 2014

Apa yang kita kejar?

Cepat. Dunia semakin cepat. Perkembangan teknologi, perubahan masyarakat, pekerjaan, dan lain sebagainya terasa cepat. Siapa yang tidak merasakan kecepatan ini? Barangkali mereka yang tinggal di pedesaan.

Aku dari desa. Beda rasanya tinggal di kota dan di desa. Di desa tenang, tentram, jalanan sepi. Apalagi kalau sudah malam. Yang terdengar suara-suara serangga malam, bunyi kodok, atau suara burung hantu. Kalau di kota? O...jangan tanya. Kita mesti buru-buru. Takut telat. Sudah begitu, jalanan macet.

Bicara soal kecepatan di dunia kerja, tentu seorang pekerja sangat paham hal ini. Dimulai dari pagi hari. Bangun. Mandi. Bersiap-siap. Lalu berangkat. Pulang malam. Semua dilakukan sering dengan buru-buru. Belum lagi tuntutan dari kantor. Target harus tercapai, program harus berhasil, pesaing-pesaing harus dikalahkan, harus ada inovasi baru, dan lain sebagainya. Sungguh menguras tenaga dan emosi. Dengan kata lain melelahkan. Belum habis masalah kemarin, muncul masalah baru. Begitu terus setiap hari. Bayangkan kalau kita berpikir lambat, apalagi bertindak lambat. Bisa-bisa kita langsung kehilangan pekerjaan. Dibutuhkan berpikir cepat dan bertindak cepat.

Lihat sekitar kita. Apa yang terlihat? Orang-orang bergerak cepat. Kita bertemu orang yang berbeda di jalan. Selain rekan kerja, kita bertemu orang yang berbeda setiap hari. Cara-cara bertingkah setiap oang juga berbeda. Semua berubah dengan cepat. Nilai-nilai dalam masyarakat juga berubah. Misalnya dalam hal berkomunikasi. Tegur sapa mulai berkurang. Senyuman juga memudar. Semua berkutat dengan smarfon, deadline yang mendesak, dan pekerjaan. Lingkungan sekitar jadi terabaikan. Termasuk orang lain.

Kalau yang satu ini yaitu perkembangan teknologi, semua pasti sudah tahu. Dalam waktu cepat teknologi berubah. Generasi tua sangat merasakan ini. Biasanya anak-anak lebih menguasai teknologi baru ketimbang orang tuanya. Peralatan canggih selalu muncul. Alasannya sih bagus yaitu untuk memudahkan pekerjaan manusia. Tapi seiring perkembangan teknologi, terjadi hal yang memprihatinkan yaitu hilangnya kesadaran masyarakat akan dunia nyata. Karena sudah dimanjakan oleh teknologi terbaru, kita mengabaikan orang lain, alam sekitar, dan diri kita sebagai manusia.

Masih banyak lagi hal yang berubah dengan cepat. Misalnya fashion. Aku tidak paham tentang hal ini. Yang aku tahu setiap waktu selalu muncul mode-mode terbaru. Orang-orang berebut memiliki pakaian yang sedang trendi. Atau apalah.

Kalau kita berpikir kritis, untuk apa semua itu? Apa arti perkembangan zaman? Kepada siapa kita ingin membuktikan pencapaian kita? Kita maju ke arah mana? Apa artinya berkembang dengan cepat? Apa manfaatnya? Apa yang kita cari? Apa yang kita inginkan? Masih banyak pertanyaan lain. Ini saja belum dijawab. Namun, silakan tambahkan pertanyaan sendiri (kalau ada).

Aku pernah mengikuti kamp tahunan alumni. Di salah satu sesi acaranya, seorang pembicara mengatakan, "kita tidak perlu membuktikan kepada siapapun semua pencapaian kita." Kalimatnya berkesan buatku. Sangat mendalam. Untuk apa bekerja keras, belajar mati-matian, untuk apa mengejar hal tertentu, kalau untuk 'dipamerkan' kepada orang lain, buat apa? Sia-sia. Kalau untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, apakah perlu bekerja sampai larut malam? Apa sih yang  kita harapkan? Kebahagiaan.

Inilah jebakan dunia. Dunia menawarkan kebahagiaan versinya. Dunia menawarkan, kalau kita mencapai ini-itu, kita akan bahagia. Padahal saat mencapainya justru kita makin susah.

Di salah satu buku yang kubaca, bahagia itu sederhana. Menghirup udara pagi, menikmati cahaya matahari pagi, menikmati pekerjaan sebagai panggilan hidup, menikmati tidur nyenyak malam hari. Cukup. Kalau orang berpikir seperti ini, maka mereka akan menikmati hidup. Mengatur jadwal dengan pas. Tidak lagi terburu-buru. Irama hidup juga melambat.

Masih mau berpikir untuk maju? Silakan saja asal jangan salah memaknai kemajuan itu. Nanti yang didapat cuma: lelah.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar