Jumat, 18 Juli 2014

Gengsi

Apa yang ada di benakmu saat mendengar kata 'gengsi'? Kata orang, entah orang mana aku tidak tahu, orang Indonesia terkenal dengan gengsinya. Lihat teman punya henpon terbaru rasanya gimana gitu. Merasa malu kalau henpon sendiri masih jadul. Biasanya di tempat umum malu ngeluarin henpon jadul. Soal pakaian juga begitu. Saat ada undangan ke pesta hal yang paling dikuatirkan salah satunya pakaian. Belum afdol rasanya bila tidak punya baju baru. Bagaimana dengan rumah, mobil, dan gelar? Apalagi yang ini. Semua hal tadi dijadikan patokan sukses dalam masyarakat. Sukses bila sudah punya rumah, mewah lagi, punya mobil, punya gelar yang mantap, punya harta melimpah.

Apa salah kalau punya harta, gelar, atau hal lain? Tidak salah sih, malah bagus. Terus kenapa merasa risih? Karena kau miskin?hahaha *ketawa orang kaya*. Yang salah adalah cara pandang terhadap harta, dan lain sebagainya itu. Menurutku, rasa gengsi dimulai dari cara pandang yang salah tentang hidup. Ini dimulai dari keluarga sejak kita kecil. Selalu ditanamkan bahwa sukses itu juara 1 di sekolah. Beranjak remaja, kita diberitahu bahwa sukses itu seperti saudara kita yang punya rumah mewah, mobil mewah dan gaji yang besar. "Lihat tuh si Anu, sukses: kaya, hebat, punya jabatan". Biasanya kalimatnya begitu. Terus dilanjutkan dengan "kamu harus begitu kalau sudah besar nanti". Bagaimana kalau kita tidak capai? Malu. Tidak percaya diri. Gengsi.

Gengsi juga mengurangi kesadaran kita akan kebutuhan dan keinginan. Banyak orang belanja ini-itu karena ingin. Bukan karena butuh. Misalnya punya gadget terbaru. Apa itu karena butuh? Belum tentu. Memiliki gadget terbaru dimotivasi oleh hati yang ingin mencitrakan diri dengan gadget itu sendiri. Gadget terbaru menjadi citra diri. Terlihat 'wah' di mata orang. Terlihat 'sukses' di mata orang. Harga atau nilai diri menjadi turun sebatas gadget terbaru. Padahal nilai diri jauh lebih berarti dibanding sebuah benda. Bahkan tidak bisa dibandingkan. Ini juga berlaku pada harta, gelar, jabatan, atau pekerjaan.

Bagaimana cara mengatasi rasa gengsi? Menurutku adalah hidup sederhana. Asal ada makanan dan pakaian, cukuplah. Itu kata Paulus. Ya kupikir begitu. Mencukupkan diri dengan yang ada adalah ucapan syukur paling baik. Kalau kita diberi rejeki oleh Tuhan, seperti kekayaan, kepintaran, dan lain sebagainya yang melebihi orang lain, itu adalah anugerah buat kita yang perlu disyukuri. Dan bila perlu, dan ini harus, kita berbagi dengan sesama. Harta, kekayaan, pekerjaan bagus, dan kepintaran bukanlah kesuksesan atau simbol kesuksesan.

Hiduplah sederhana. Tidak perlu gengsi. Percaya diri saja dengan apa yang kita miliki. Apapun kata orang, aku ya aku, bukan hartaku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar