Nila seorang mahasiswi di salah satu kampus di sebuah kota kecil nan indah. Seorang mahasiswi jurusan biologi. Sederhana penampilannya, namun menarik. Dia punya banyak teman di kampus. Selain disibukkan oleh aktivitas kuliah, dia juga kadang-kadang membantu ibunya di rumah. Kakaknya adalah tempat ia mencurahkan hati bila sedang dalam masalah, apapun. Namun, kadang-kadang kakaknya terlalu sibuk bekerja.
Siapa yang pernah menjalani masa-masa indah selama kuliah? Tentu semua yang pernah kuliah. Tak terkecuali Nila. Selain kebersamaan dengan teman-teman, yang selalu memberikan semangat, Nila juga mengalami masa yang indah, yang spesial, yaitu jatuh cinta. Ah, siapa yang tidak pernah jatuh cinta.
Kisah ini dimulai sejak ia mengenal seorang pria. Edo namanya. Entah apa yang membuatnya jatuh cinta. Cinta memang tak butuh alasan. Singkat cerita Nila dan Edo berpacaran. Mereka menjalin hubungan dengan didasari kesetiaan. Setia... itu kata yang mereka pilih untuk perjalanan cinta mereka. Alangkah indahnya sebuah kisah cinta bila kesetiaan menjadi kata yang mengiringi tiap-tiap langkah. Kata itu menjadi penjaga sebuah hubungan. Itulah yang diyakini oleh Nila.
Suatu ketika, dalam hitungan detik, seperti disambar petir, Nila harus menerima kenyataan bahwa Edo kini berjalan dengan gadis lain. Saat itu Edo sedang praktek di suatu tempat, lalu berkenalan dengan seorang gadis, Ani namanya. Edo sering pulang dengan Ani. Mungkin karena sering bersama, tumbuhlah cinta di antara mereka. Cinta yang salah. Sebab Edo sudah punya kekasih. Kini Edo bersama Ani. Bertelfon-telfonan, berbalasan sms, dan jalan bersama. Hingga suatu hari Nila mengetahui segalanya.
"Aku menyesal, ternyata kesetiaan itu tak ada padamu," bisik Nila dalam hati sambil menangis. Sakit sekali. Cinta yang ia titipkan, mudah saja dikhianati oleh Edo. Rasa sakit, cemburu, hancur berkeping-keping, itulah yang dirasakan Nila tiap kali ia membayangkan Edo bersama Ani. Entah kenapa bayang-bayang itu selalu mendatanginya.
Bukan perkara mudah bagi Nila untuk melupakan Edo. Nila masih mencinta pria itu, namun ia juga tak mengharapkannya lagi. Nila takut kecewa. Seiring waktu bergulir, Edo pun perlahan menjauh. Yang tersisa kini hanyalah perih dan luka di hati Nila. Semakin jauh ia biarkan Edo pergi, semakin sedih hatinya.
Serpihan-serpihan kenangan bersama Edo memang masih menghiasi malam-malamnya. Namun, satu hal yang ia pahami bahwa ketika ia menangis, itu berarti hatinya masih utuh walau menderita. Suatu hari kelak, hati yang ia jaga ini akan menemukan cinta sejatinya.
"Selamat berbahagia untukmu, Edo. Kuikhlaskan kau bersamanya," bisik Nila dengan sisa tenaga yang ia miliki.
Nila masih melanjutkan kuliahnya walau tanpa Edo kini. Tugas akhir menanti. Ia harus fokus. Masa depannya jauh lebih berarti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar