Selasa, 19 Agustus 2014

Bimbel

Bimbingan belajar atau bimbel pasti sudah akrab di telinga kita. Terutama bagi para guru, orang tua, dan murid. Sebenarnya apa itu bimbel? Apakah bimbel hanya sekadar menyelesaikan soal-soal dan untuk mempersiapkan murid masuk ke sekolah favorit yang ingin dia tuju? Apakah bimbel ikut mencerdaskan kehidupan bangsa? Apakah bimbel ada atau hadir karena lembaga pendidikan (sekolah) gagal dalam perannya?

Kebanyakan bimbel sekarang bertujuan untuk membantu siswa dalam memahami pelajaran di sekolah. Ada juga yang membantu siswa agar bisa masuk sekolah/atau perguruan tinggi pilihannya. Pertanyaannya sekarang, apakah sekolah tidak mampu melakukannya? Apakah murid tidak (cukup) memahami pelajaran di sekolah?

Munculnya bimbel, menurutku, adalah akibat dari gagalnya sekolah dalam menjalankan pendidikan. Dan juga akibat dari muatan kurikulum yang terlalu berat buat siswa. Kegagalan sekolah merupakan kegagalan guru. Kalau mau jujur sebenarnya masih banyak guru yang mengajar secara asal-asalan, malas, sering tidak masuk kelas, dan ada juga yang (mungkin) tidak bisa mengajar. Bahkan adanya sertifikasi guru pun tidak memberikan dampak yang signifikan, malah tidak ada perubahan. Bahkan parahnya, tunjangan sertifikasi dijadikan ajang untuk pamer. Beli inilah - beli itulah. Kondisi inilah yang membuat bimbel muncul.

Bimbel memanfaatkan kondisi ini. Mengiming-imingi murid mendapatkan nilai terbaik, bisa lulus universitas terbaik, dan kesuksesan di masa depan. Metode yang digunakan adalah mengerjakan soal-soal dengan cara cepat. Ini bisa berbahaya, karena bisa mengurangi daya kritis anak untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Buktinya waktu di sekolah, murid-murid dengan bangga menyelesaikan tugas, padahal yang mengerjakan guru bimbelnya. Bahkan, parahnya, ada bimbel yang menawarkan kunci jawaban saat ujian nasional.

Apakah bimbel turut mencerdaskan kehidupan bangsa seperti amanat undang-undang dasar? Kalau dilihat dari metodenya, tentu tidak. Malah anak diajar bersikap pragmatis/praktis, mau mudahnya saja, tidak mau berusaha keras. Kalau sampai menawarkan kunci jawaban, justru menjerumuskan murid pada dosa kecurangan/ketidakjujuran.

Ditinjau dari kurikulum yang memuat materi pelajaran yang berat buat murid, ini dikembalikan kepada pemerintah. Adanya kurikulum 2013 tidak membuat perbedaan. Malah menambah beban murid. Kurikulum 2013 sepertinya perlu ditinjau kembali.

Bagaimana dengan bimbel yang sudah menjamur sekarang? Menurutku, pemerintah perlu menindaklanjuti kalau ada kecurangan-kecurangan. Dan sebenarnya, bimbel tidak bisa disalahkan juga. Kalau sekolah memperbaiki diri, guru-guru meningkatkan kualitas mengajar, maka dengan sendirinya eksistensi/keberadaan bimbel akan berkurang. Pertanyaannya, apakah sekolah/guru sanggup?


Tidak ada komentar:

Posting Komentar