Tulisan sebelumnya membahas tentang gagalnya pendidikan. Sebenarnya masih belum layak disebut tulisan yang baik sih. Tapi tidak masalah, masih belajar menulis. Di sini aku ingin membahas tentang peran orang tua terhadap pendidikan.
Belajar dari alam
Alam ini menyediakan berbagai pelajaran bagi kita. Hanya saja apakah kita mau mengamati dan belajar darinya, itu terserah kita. Secara khusus kita coba perhatikan bagaimana induk ayam merawat anaknya. Setelah menetas sang induk sangat peduli terhadap anak-anaknya. Melindungi mereka dari ancaman pemangsa. Kalau hujan, anak ayam akan berkumpul di balik sayap induknya. Ke mana saja induk pergi ke situlah anak ayam pergi. Mereka meniru bagaimana sang induk mencari makanan - mengais-ngais tanah dengan cakar mereka persis seperti yang dilakukan sang induk. Kaki-kaki imut anak ayam mengikuti kaki sang induk. Hingga lambat laun, anak ayam tersebut bisa mencari makan dan hidup sendiri.
Bagaimana dengan burung? Sama. Si induk dengan rajin mengantarkan makanan ke sarang. Hingga saat anak burung mulai belajar terbang, sang induk akan terbang di sekitar sarang, sehingga anak-anaknya tertarik untuk terbang juga karena melihat induk mereka. Kadang-kadang anak burung itu jatuh, tapi dengan segera ditolong oleh induknya.
Saya pikir demikian juga dengan hewan mamalia atau hewan lainnya. Sang induk merawat, melindungi, membesarkan, dan melatih anak-anaknya untuk bisa bertahan hidup. Bagaimana dengan manusia? Seharusnya lebih dari hewan-hewan tadi. Karena manusia adalah makhluk berpikir dan sosial. Manusia tidak sekadar memikirkan bertahan hidup.
Dari segi pendidikan, belajar dari alam tadi, seharusnya pendidikan merupakan kewajiban orang tua. Seharusnya orang tualah yang bertanggung jawab terhadap pendidikan anak. Inilah tugas dan kewajiban orang tua. Dan tentu kewajiban ini berasal dari Tuhan, sang Pencipta. Tuhanlah yang 'menitipkan' anak kepada orang tua. Untuk apa? Agar si anak mengenal pencipta-Nya dan memuliakan-Nya. Dengan demikian si anak akan menjalankan panggilan hidupnya kelak dengan benar. Anak terlahir dari orang tua, karena itu ia adalah milik orang tua. Dan tidak seorang pun yang mampu memberi kasih kepada anak sedalam kasih orang tuanya sendiri. Orang tua merawat, melindungi, memenuhi kepentingan utama si anak. Terutama pendidikannya.
Bagaimana jika orang tua terpaksa harus memberikan tanggung jawab ini kepada orang lain? Orang lain tersebut harus mampu berperan sebagai orang tua (pengganti), meskipun tidak sebaik orang tua kandung. Inilah tugas mulia seorang guru; terpanggil menjadi wakil orang tua. Apakah guru mampu memenuhi panggilan ini? Sebagai seorang guru, harus mampu.
Kalau kita melihat zaman sekarang, bagaimana peran orang tua terhadap pendidikan? Kebanyakan diserahkan kepada sekolah. Ini sebuah kesalahan. Orang tua menyangkali panggilannya dengan berbagai alasan. Mulai dari tidak punya waktu karena sibuk kerja hingga perceraian. Suatu hari, aku menyuruh anak menuliskan nama ayahnya di sebuah angket. Tapi dia tidak mau menuliskannya. Aku menanyakan dengan lembut mengapa tidak mau menulis nama ayah. Lama sekali dia menjawab. Akhirnya si anak tersebut berkata bahwa orang tuanya sudah bercerai dan dia tinggal bersama neneknya. Anak menjadi korban.
Selain itu, masih ada juga orang tua yang belum sadar pentingnya pendidikan. Orang tua tidak memberikan teladan yang baik dalam keluarga. Sang ayah merokok di depan anak, sedangkan sang ibu gemar bergosip. Malah memberi contoh buruknya. Pernah suatu kali, kurasa ini bukan pengalamanku sendiri, aku melihat seorang bapak membonceng anaknya di motor sambil melawan arus lalu lintas. Apakah si bapak itu tidak berpikir bahwa kelak anaknya akan meniru perbuatan salah itu? Bagaimana si bapak tersebut mengajarkan tentang mematuhi peraturan kepada sang anak?
Demikianlah sekilas kegelisahan mengenai peran orang tua terhadap pendidikan anak. Semoga orang tua ada yang membaca tulisan ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar