Senin, 23 Februari 2015

Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Agama

BAB 2
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Ilmu Pengetahuan
Manusia adalah bagian dari alam. Oleh sebab itu ia hidup di dalam lingkungan alam. Selain itu, manusia juga hidup di antara sesamanya. Berarti, manusia adalah makhluk social. Hubungan timbal balik antara manusia dengan lingkungannya (baik lingkungan social maupun lingkungan alam) melahirkan pengalaman.  Dalam kehidupannya, manusia banyak mendapat pengalaman. Dari pengalaman itu didapatkan sejumlah pengetahuan yang memiliki sifat keajegan tertentu tanpa kemampuan untuk menjelaskan sebab-sebabnya secara terinci dan rasional. Dari penjelasan tersebut,
maka pengertian dari pengetahuan adalah hasil tahu manusia terhadap sesuatu, atau segala perbuatan manusia untuk memahami suatu objek tertentu. (Surajiyo, 2014)
Dalam sejarah perkembangannya, pengetahuan manusia semakin bertambah. Manusia terus berusaha memahami dan menjelaskan lingkungan sekitarnya. Dalam usaha itu terdapat dua sarana, yaitu penjelasan gaib dan pengetahuan ilmiah. Penjelasan gaib tidak mungkin dapat diuji kebenarannya karena berada di luar pemahaman manusia, walaupun masih ada manusia yang memercayainya. Sedangkan pengetahuan ilmiah bisa diuji dan dibuktikan kebenarannya melalui pendekatan rasional dan pengumpulan fakta-fakta empiris.
Kombinasi usaha mencari pendekatan rasional dan pengumpulan fakta-fakta empiris inilah yang biasa disebut dengan metode keilmuan. Melalui metode keilmuan akan didapatkan ilmu dari sejumlah pengetahuan yang memiliki ciri-ciri tertentu sebagai pembeda dengan pengetahuan-pengetahuan lainnya yang belum teruji. Jadi, ilmu (pengetahuan) adalah pengetahuan yang telah diuji kebenarannya lewat metodologi penelitian.
2.2. Pengertian Teknologi
Perkembangan ilmu pengetahuan membawa perubahan pada peradaban manusia. Ilmu sebagai hasil aktivitas manusia dalam mengkaji berbagai hal di sekitarnya membutuhkan cara kerja yang disebut metode. Cara kerja membutuhkan alat kerja. Alat kerja inilah yang disebut teknologi.
Teknologi merupakan penerapan ilmu. Pada satu sisi, ilmu menyediakan pendukung penting bagi kemajuan teknologi yakni berupa teori-teori.  Pada sisi lain teknologi sangat membantu pengembangan cakrawala keilmuan.
Ini berarti ilmu mendukung perkembangan teknologi dan teknologi mendukung perkembangan ilmu pengetahuan. Dengan demikian, teknologi bisa diartikan sebagai wujud dari ilmu pengetahuan.
2.3. Pengertian Agama
Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan, atau juga disebut dengan nama Dewa atau nama lainnya dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan tersebut. Kata "agama" berasal dari bahasa Sansekerta āgama yang berarti "tradisi". Sedangkan kata lain untuk menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal dari bahasa Latin religio dan berakar pada kata kerja re-ligare yang berarti "mengikat kembali". Maksudnya dengan ber-religi, seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan.
Menurut Darsono (2011), agama adalah pengetahuan dari wahyu yang disajikan dalam Kitab Suci. Wahyu tersebut merupakan pengetahuan yang diperoleh oleh manusia dari Tuhan atau nabi sebagai pengantara. Bedanya pengetahuan ilmiah dengan wahyu adalah bahwa wahyu diterima oleh manusia sebagai kebenaran berdasarkan imannya kepada Tuhan dan bukan berdasarkan metodologi ilmiah. Nabi dianggap sebagai utusan Tuhan yang dipercayai membawa pengetahuan (wahyu).
Apakah hakikat agama? Agama adalah suatu keyakinan akan adanya suatu kenyataan trans-empiris, yang begitu mempengaruhi dan menentukan, sekaligus juga membentuk dan menjadi dasar tingkah laku manusia. (Jan Hendrik Rapar, 1995)
Agama menunjukkan hubungan manusia dengan sumber keberadaannya atau dengan penciptanya. Hal ini menunjukkan kesadaran manusia akan keberadaan Tuhan. Padangan manusia terhadap keberadaan Tuhan bisa berbeda-beda. Ada yang menganggap Tuhan sebagai objek tak terbatas–sehingga tidak dapat diketahui, suatu keberadaan yang mutlak, atau sebagai sosok yang memiliki Pribadi. Terlepas dari pandangan-pandangan tersebut, agama menunjukkan kesadaran akan keterbatasan manusia.
Azas pokok agama adalah iman yaitu percaya dan yakin bahwa alam semesta diciptakan oleh Tuhan. Unsur agama yang lain adalah bahwa agama bersifat tak terbatas oleh waktu. Maksudnya karena kebenaran dalam agama berdasarkan wahyu (Tuhan), sedangkan Tuhan tidak terbatas oleh waktu, maka kebenaran agama pun tidak terbatas waktu sesuai dengan keyakinan masing-masing manusia. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa agama merupakan suatu misteri yang tidak dapat terpecahkan oleh akal budi (rasio) manusia.
2.4. Hubungan Ilmu Pengetahuan  dan Agama
Penerapan ilmu pengetahuan dalam dunia modern telah menghasilkan banyak teknologi yang membuat kehidupan manusia lebih sehat, lebih nyaman, dan lebih aman. Sementara itu ilmu pengetahuan juga merupakan salah satu jalan untuk mencari kebenaran, yaitu kebenaran objektif. Walaupun begitu, ilmu pengetahuan cenderung menjadi otonom sehingga karenanya ia lebih sering dipandang sebagai satu-satunya jalan menuju kebenaran.
Sebagai akibatnya kita sering menghadapi perbenturan antara ilmu pengetahuan dan agama di bidang teologi. Persoalannya, ilmu pengetahuan sebenarnya hanya berbicara tentang realitas objektif tentang alam dan manusia. Padahal sesungguhnya agama berbicara tentang manusia seutuhnya, yaitu tubuh dan ruh, dan alam seluasnya, yaitu alam nyata dan alam gaib, serta kenyataam seluruhnya, yaitu alam beserta tuhan yang mencipta. Jadi sebenarnya terdapat perpotongan antara keduanya, yaitu pada masalah alam dan manusia. Tak ada pertentangan antara keduanya.
Namun dalam perjalanan sejarah beberapa abad setelah reinaisans, revolusi sains, diikuti oleh revolusi industri, pengetahuan ilmiah kita tentang diri dan alam lingkungan kita telah berubah secara tajam. Sayangnya gambaran baru itu untuk banyak orang cenderung menegasikan gambaran yang diberikan oleh teologi agama-agama dunia yang manapun. Karena itulah agama makin ditinggalkan. Begitulah kejadiannya.
Hal ini terjadi jika kita hanya melihat di tataran pemukaan. Padahal seharusnya kita melihat bahwa sebenrnya teologi hanyalah merupakan konstruksi intelektual manusia yang mencoba memahami pesan-pesan religius para nabi. Dengan demikian kita harus berani menghadapkan teologi dengan ilmu pengetahuan dan membuat keduanya berkembang secara dialektis dan komplementer untuk memecahkan permasalahan umat manusia yang ditimbulkan oleh penerapan ilmu pengetahuan yang maju itu.
Ian barbour misalnya adalah seorang pemikir yang sangat sadar akan hal itu. Oleh karena itu dia selalu memetakan hubungan ilmu pengetahuan dan agama. Menurutnya antara ilmu pengetahuan dan agama terdapat empat bagian varian hubungan: konflik, independensi, dialog, dan integrasi. Dalam hubungan konflik, ilmu pengetahuan menegasikan eksistensi agama dan agama menegasikan ilmu pengetahuan. Masing-masing hanya mengakui keabsahan eksistensi dirinya.
Sementara itu dalam hubungan independensi, masing-masing mengakui keabsahan eksistensi yang lain dan menyatakan bahwa di antara ilmu pengetahuan dan agama tak ada irisan satu sama lainnya. Sedangkan dalam hubungan dialog, diakui bahwa antara ilmu pengetahuan dan agama terdapat kesamaan yang dapat didialogkan antara para ilmuwan dan agamawan, bahkan bisa saling mendukung.
Ian barbour memilih hubungan yang keempat, yaitu integrasi. Dia menyatakan bahwa ada dua varian integrasi yang menggabungkan agama dan sains. Yang pertama disebutnya sebagai teologi natural (natural theology) dan yang kedua yang biasanya disebut sebagai teologi alam (theologi of nature). Pada varian teologi natural , menurut barbour, teologi mencari dukungan kepada penemuan-penemuan ilmiah, sedangkan pada varian teologi alam, pandangan teologis tentang alam justru harus dirubah, disesuaikan dengan penemuan-penemuan ilmu pengetahuan yang mutakhir tentang alam.
Barbour sendiri nyatanya merasa bahwa varian kedua ini yaitu teologi alam, sebagai yang paling benar dan karena itu dia menganutnya dengan setia. Oleh karena itu Barbour mengamati dengan cermat rekonstruksi konsepsi teologis yang sedang terjadi di kalangan pemikir-pemikir agama. Dia memerhatikan bagaimana para teologi itu mencoba itu membuat sintesis teologis baru yang menurut mereka lebih baik dari pada teologi tradisional. Namun, pengamatannya itu dibatasi pada teologi Kristen.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar