BAB 2
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Ilmu Pengetahuan
Manusia
adalah bagian dari alam. Oleh sebab itu ia hidup di dalam lingkungan alam. Selain
itu, manusia juga hidup di antara sesamanya. Berarti, manusia adalah makhluk
social. Hubungan timbal balik antara manusia dengan lingkungannya (baik
lingkungan social maupun lingkungan alam) melahirkan pengalaman. Dalam kehidupannya, manusia banyak mendapat
pengalaman. Dari pengalaman itu didapatkan sejumlah pengetahuan yang memiliki
sifat keajegan tertentu tanpa kemampuan untuk menjelaskan sebab-sebabnya secara
terinci dan rasional. Dari penjelasan tersebut,
maka pengertian dari pengetahuan adalah hasil tahu manusia terhadap sesuatu, atau segala perbuatan manusia untuk memahami suatu objek tertentu. (Surajiyo, 2014)
maka pengertian dari pengetahuan adalah hasil tahu manusia terhadap sesuatu, atau segala perbuatan manusia untuk memahami suatu objek tertentu. (Surajiyo, 2014)
Dalam
sejarah perkembangannya, pengetahuan manusia semakin bertambah. Manusia terus
berusaha memahami dan menjelaskan lingkungan sekitarnya. Dalam usaha itu
terdapat dua sarana, yaitu penjelasan gaib dan pengetahuan ilmiah. Penjelasan
gaib tidak mungkin dapat diuji kebenarannya karena berada di luar pemahaman
manusia, walaupun masih ada manusia yang memercayainya. Sedangkan pengetahuan
ilmiah bisa diuji dan dibuktikan kebenarannya melalui pendekatan rasional dan
pengumpulan fakta-fakta empiris.
Kombinasi
usaha mencari pendekatan rasional dan pengumpulan fakta-fakta empiris inilah
yang biasa disebut dengan metode keilmuan. Melalui metode keilmuan akan
didapatkan ilmu dari sejumlah pengetahuan yang memiliki ciri-ciri tertentu
sebagai pembeda dengan pengetahuan-pengetahuan lainnya yang belum teruji. Jadi,
ilmu (pengetahuan) adalah pengetahuan yang telah diuji kebenarannya lewat
metodologi penelitian.
2.2. Pengertian Teknologi
Perkembangan ilmu pengetahuan membawa perubahan pada peradaban manusia.
Ilmu sebagai hasil aktivitas manusia dalam mengkaji berbagai hal di sekitarnya
membutuhkan cara kerja yang disebut metode. Cara kerja membutuhkan alat kerja.
Alat kerja inilah yang disebut teknologi.
Teknologi merupakan penerapan ilmu. Pada satu sisi, ilmu menyediakan
pendukung penting bagi kemajuan teknologi yakni berupa teori-teori. Pada sisi lain teknologi sangat membantu
pengembangan cakrawala keilmuan.
Ini berarti ilmu mendukung perkembangan teknologi dan teknologi
mendukung perkembangan ilmu pengetahuan. Dengan demikian, teknologi bisa
diartikan sebagai wujud dari ilmu pengetahuan.
2.3. Pengertian Agama
Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem atau prinsip
kepercayaan kepada Tuhan, atau juga disebut dengan nama Dewa atau nama lainnya
dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan
kepercayaan tersebut. Kata "agama" berasal dari bahasa Sansekerta
āgama yang berarti "tradisi". Sedangkan kata lain untuk menyatakan
konsep ini adalah religi yang berasal dari bahasa Latin religio dan berakar
pada kata kerja re-ligare yang berarti "mengikat kembali". Maksudnya
dengan ber-religi, seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan.
Menurut Darsono (2011), agama adalah pengetahuan dari wahyu yang
disajikan dalam Kitab Suci. Wahyu tersebut merupakan pengetahuan yang diperoleh
oleh manusia dari Tuhan atau nabi sebagai pengantara. Bedanya pengetahuan
ilmiah dengan wahyu adalah bahwa wahyu diterima oleh manusia sebagai kebenaran
berdasarkan imannya kepada Tuhan dan bukan berdasarkan metodologi ilmiah. Nabi
dianggap sebagai utusan Tuhan yang dipercayai membawa pengetahuan (wahyu).
Apakah hakikat agama? Agama adalah suatu keyakinan akan adanya suatu
kenyataan trans-empiris, yang begitu mempengaruhi dan menentukan, sekaligus
juga membentuk dan menjadi dasar tingkah laku manusia. (Jan Hendrik Rapar,
1995)
Agama menunjukkan hubungan manusia dengan sumber keberadaannya atau
dengan penciptanya. Hal ini menunjukkan kesadaran manusia akan keberadaan
Tuhan. Padangan manusia terhadap keberadaan Tuhan bisa berbeda-beda. Ada yang
menganggap Tuhan sebagai objek tak terbatas–sehingga tidak dapat diketahui,
suatu keberadaan yang mutlak, atau sebagai sosok yang memiliki Pribadi.
Terlepas dari pandangan-pandangan tersebut, agama menunjukkan kesadaran akan
keterbatasan manusia.
Azas pokok agama adalah iman yaitu percaya dan yakin bahwa alam semesta
diciptakan oleh Tuhan. Unsur agama yang lain adalah bahwa agama bersifat tak
terbatas oleh waktu. Maksudnya karena kebenaran dalam agama berdasarkan wahyu
(Tuhan), sedangkan Tuhan tidak terbatas oleh waktu, maka kebenaran agama pun
tidak terbatas waktu sesuai dengan keyakinan masing-masing manusia. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa agama merupakan suatu misteri yang tidak dapat
terpecahkan oleh akal budi (rasio) manusia.
2.4. Hubungan
Ilmu Pengetahuan dan Agama
Penerapan
ilmu pengetahuan dalam dunia modern telah menghasilkan banyak teknologi yang
membuat kehidupan manusia lebih sehat, lebih nyaman, dan lebih aman. Sementara
itu ilmu pengetahuan juga merupakan salah satu jalan untuk mencari kebenaran,
yaitu kebenaran objektif. Walaupun begitu, ilmu pengetahuan cenderung menjadi
otonom sehingga karenanya ia lebih sering dipandang sebagai satu-satunya jalan
menuju kebenaran.
Sebagai
akibatnya kita sering menghadapi perbenturan antara ilmu pengetahuan dan agama
di bidang teologi. Persoalannya, ilmu pengetahuan sebenarnya hanya berbicara
tentang realitas objektif tentang alam dan manusia. Padahal sesungguhnya agama
berbicara tentang manusia seutuhnya, yaitu tubuh dan ruh, dan alam seluasnya,
yaitu alam nyata dan alam gaib, serta kenyataam seluruhnya, yaitu alam beserta
tuhan yang mencipta. Jadi sebenarnya terdapat perpotongan antara keduanya, yaitu
pada masalah alam dan manusia. Tak ada pertentangan antara keduanya.
Namun
dalam perjalanan sejarah beberapa abad setelah reinaisans, revolusi sains,
diikuti oleh revolusi industri, pengetahuan ilmiah kita tentang diri dan alam
lingkungan kita telah berubah secara tajam. Sayangnya gambaran baru itu untuk banyak
orang cenderung menegasikan gambaran yang diberikan oleh teologi agama-agama
dunia yang manapun. Karena itulah agama makin ditinggalkan. Begitulah
kejadiannya.
Hal
ini terjadi jika kita hanya melihat di tataran pemukaan. Padahal seharusnya
kita melihat bahwa sebenrnya teologi hanyalah merupakan konstruksi intelektual
manusia yang mencoba memahami pesan-pesan religius para nabi. Dengan demikian
kita harus berani menghadapkan teologi dengan ilmu pengetahuan dan membuat
keduanya berkembang secara dialektis dan komplementer untuk memecahkan
permasalahan umat manusia yang ditimbulkan oleh penerapan ilmu pengetahuan yang
maju itu.
Ian
barbour misalnya adalah seorang pemikir yang sangat sadar akan hal itu. Oleh
karena itu dia selalu memetakan hubungan ilmu pengetahuan dan agama. Menurutnya
antara ilmu pengetahuan dan agama terdapat empat bagian varian hubungan:
konflik, independensi, dialog, dan integrasi. Dalam hubungan konflik, ilmu
pengetahuan menegasikan eksistensi agama dan agama menegasikan ilmu pengetahuan.
Masing-masing hanya mengakui keabsahan eksistensi dirinya.
Sementara
itu dalam hubungan independensi, masing-masing mengakui keabsahan eksistensi
yang lain dan menyatakan bahwa di antara ilmu pengetahuan dan agama tak ada
irisan satu sama lainnya. Sedangkan dalam hubungan dialog, diakui bahwa antara ilmu
pengetahuan dan agama terdapat kesamaan yang dapat didialogkan antara para
ilmuwan dan agamawan, bahkan bisa saling mendukung.
Ian
barbour memilih hubungan yang keempat, yaitu integrasi. Dia menyatakan bahwa
ada dua varian integrasi yang menggabungkan agama dan sains. Yang pertama
disebutnya sebagai teologi natural (natural theology) dan yang kedua yang
biasanya disebut sebagai teologi alam (theologi of nature). Pada varian teologi
natural , menurut barbour, teologi mencari dukungan kepada penemuan-penemuan
ilmiah, sedangkan pada varian teologi alam, pandangan teologis tentang alam
justru harus dirubah, disesuaikan dengan penemuan-penemuan ilmu pengetahuan yang
mutakhir tentang alam.
Barbour
sendiri nyatanya merasa bahwa varian kedua ini yaitu teologi alam, sebagai yang
paling benar dan karena itu dia menganutnya dengan setia. Oleh karena itu Barbour
mengamati dengan cermat rekonstruksi konsepsi teologis yang sedang terjadi
di kalangan pemikir-pemikir agama. Dia memerhatikan bagaimana para teologi itu
mencoba itu membuat sintesis teologis baru yang menurut mereka lebih baik dari
pada teologi tradisional. Namun, pengamatannya itu dibatasi pada teologi Kristen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar