Forming.
Forming
merupakan tahap awal pertumbuhan kelompok. Pada tahap ini individu dalam
kelompok akan melakukan berbagai cara untuk mengenal satu sama lain. Para
anggotanya “menguji kedalaman air” untuk menentukan jenis-jenis perilaku yang
dapat diterima. Dalam kaitannya dengan hubungan antar pribadi, semua anggota
menjajagi situasi kelompok: “siapa dia”, “siapa yang sebetulnya berkuasa di
sini”. Hubungan satu sama lainnya diliputi rasa malu, ragu-ragu dengan sopan
santun yang bersifat basa-basi. Suasana hubungan masih terlihat kaku.
Karakteristik
dari tahap ini adalah besarnya ketidakpastian akan tujuan, struktur dan
kepemimpinan kelompok tersebut. Tahap ini akan berakhir jika para anggotanya
mulai menganggap diri mereka sebagai bagian dari kelompok.
Storming.
Pada fase kedua ini
upaya memperjelas tujuan kelompok mulai nampak, partisipasi anggota meningkat.
Sadar atau tidak sadar, pada tahap ini anggota kelompok mulai mendeteksi
kekuatan dan kelemahan masing-masing anggota kelompok melalui proses interaksi
yang intensif, ditandai dengan mulai terjadinya konflik satu
sama lain, karena setiap anggota mulai menonjolkan akunya
masing-masing, yang merasa kuat mengeksploitir anggota lain yang terlihat
lemah, atau bahkan kadang-kadang ada anggota yang terlihat menentang kelompok.
Dalam situasi yang penuh dengan kilatan pendapat ini, mulai terlihat siapa
anggota yang kuat dan siapa anggota yang lemah, secara perlahan-lahan terlihat karakteristik
gaya kepribadian masing-masing anggota. Ada yang ingin menang sendiri, ada yang
lebih suka mengalah, ada pula yang mudah tersinggung dan kecewa lantas menarik
diri. Ada anggota yang pandai menghimpun berbagai aspirasi yang berbeda menjadi
satu kesatuan pendapat yang bisa diterima oleh seluruh
anggota kelompok.
Ketika tahap ini selesai
atau dapat dilalui, terdapat sebuah hirearki yang relatif jelas atas
kepemimpinan dalam kelompok tersebut.
Norming
Tahap
ini adalah tahap ketiga di mana hubungan yang dekat terbentuk dan kelompok
tersebut menunjukkan kekohesifan. Dalam tahap ini terdapat sebuah rasa yang
kuat akan identitas kelompok dan persahabatan.
Dalam fase ketiga ini meskipun konflik masih
terjadi terus, namun anggota kelompok mulai melihat karakteristik kepribadian
masing-masing anggota secara lebih mendalam, sehingga lebih memahami mengapa
terjadi perbedaan dan konflik, bagaimana berkomunikasi dengan orang-orang tertentu, bagaimana cara membantu orang lain dan bagaimana cara memperlakukan orang lain dalam kelompok. Dengan adanya
pemahaman demikian, ikatan (cohesi) dan rasa percaya (trust) serta kepuasan hubungan
dan consensus di antara anggota kelompok dalam pengambilan keputusan meningkat,
anggota mulai merasakan perlunya kesatuan pendapat mengenai perilaku yang boleh dan yang tidak boleh ditampilkan dalam
pergaulan kelompok atau norma kelompok, agar kelompok bisa bekerja secara efektif dan efisien dalam memecahkan masalah yang dihadapi bersama.
Performing
Pada titik ini
stuktur telah sepenuhnya berfungsi dan diterima. Energi kelompok telah
berpindah dari saling mengenal menjadi mengerjakan tugas yang ada. Kelompok, dalam
tahap ini, dapat menyelesaikan pekerjaan dengan lancar dan efektif tanpa ada
konflik yang tidak perlu dan supervisi eksternal. Anggota kelompok saling
bergantung satu sama lainnya dan mereka saling respek dalam berkomunikasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar