Minggu, 15 September 2013

Cerita Pagi(ku)

Pagi hari jam 6 aku duduk di beranda rumah menikmati sinar matahari yang baru saja muncul. Secangkir kopi tersedia di meja di sampingku. Kopi hitam sedikit gula meski tidak terlalu manis, aku  yang menyeduhnya sendiri. Ada suara burung berkicau punya tetangga menambah suasana meriah. Seperti di kampung halaman, hanya pemandangannya yang beda. Di sini hanya ada rumah lalu rumah lagi di depanku. Suasana pagi ini sama seperti pagi sebelumnya −suara burung, sinar matahari, dan secangkir kopi panas.

Beberapa tahun silam, lebih dari sepuluh tahun, aku masih ingat pas liburan sekolah, pada pagi hari suasana di rumah di kampung, pasti sibuk. Sibuk menyambut hari yang panjang. Biasanya hari libur kami habiskan dengan bekerja di kebun atau di sawah. Kami sempat mengolah sawah saat aku duduk di kelas satu SMP hingga kelas satu SMA. Sebelumnya dan setelahnya sawah itu kami sewakan ke orang lain. Kesibukan pagi hari mulai dari menyiapkan sarapan pagi, makanan untuk bekal siang karena kami baru pulang malam harinya, memberi makan ternak. Kami, anak-anak, punya tugas masing-masing. Aku biasanya yang memasak makanan bersama ibu. Selebihnya sepanjang hari kami menikmati hari di sawah atau di kebun.

Pagi yang paling kuingat adalah saat mendekati musim panen. Aku berangkat dari rumah pagi buta, sebelum matahari muncul, dengan mengayuh sepeda ke sawah. Pada saat-saat itu semua petani datang lebih awal untuk menjaga sawah dari serbuan ribuan burung pipit. Terlambat sedikit saja, burung pipit sudah hinggap dan memakan padi-padi yang sudah menguning. Aku sarapan di sawah kala itu. Nasi putih dan ikan asin yang dipanaskan kembali adalah menu yang paling sering. Nikmat sekali apalagi ditambah pemandangan sawah yang masih temaram. Aku sudah tiba di sawah dan sarapan sebelum matahari terbit. Setelah sarapan pagi, aku berjalan di pematang sawah, kadang membetulkan orang-orangan yang tertiup angin semalam. Kedua kakiku yang telanjang terasa dingin, basah terkena embun pagi yang menempel di dedaunan padi.  Matahari terbit, ribuan burung pipit pun datang. Persawahan terdengar berisik. Ada teriakan para petani, kaleng-kaleng bekas yang dipukul, dan orang-orangan yang bergerak-gerak.

Pagi yang lain yaitu saat kuliah. Inilah pagi yang paling suram tapi juga santai. Suram karena aku jarang menikmati matahari pagi, aku lebih sering bangun siang. Santai karena tidak sibuk. Jam kuliahku saat itu sore hari hingga malam hari. Kadang juga pagi hari kuhabiskan dengan mengerjakan tugas-tugas kuliah. Namun, lebih sering menonton tv bersama teman-teman. Memang kala itu waktu terasa terbuang sia-sia. Hal ini baru kusadari setelah beberapa tahun sudah lulus kuliah. Semasa kuliah banyak waktu yang kuhabiskan dengan hal-hal yang tidak bermanfaat, kecuali saat mendekati tugas akhir menjelang kelulusan.

Setelah lulus kuliah, kupikir inilah saat-saat aku menikmati pagi dengan sibuk dan juga terburu-buru. Bangun pagi sering terasa berat karena lelah kemarin belum hilang, dan paginya harus berangkat kerja lagi. Sering tidak sempat sarapan di rumah. Apalagi sekarang hidup sendirian di kota, tanpa keluarga. Aku meninggalkan kampung halaman sejak masuk kuliah delapan tahun lalu.
Dan pagi ini bukanlah kebetulan. Hari ini hari sabtu jadi tidak masuk kerja. Pagi sabtu yang selalu kuhabiskan dengan menikmati matahari pagi dan secangkir kopi panas. Kapan lagi menghabiskan pagi dengan cara begini, pikirku.

Namun, di antara semua pagi yang sudah kulewati, pagi inilah aku merasa pagiku belum sempurna. Seperti ada yang kurang di sampingku. Cahaya matahari, suara burung, bahkan secangkir kopi tidak mampu menutupinya. Adalah dia teman hidup. Itulah yang hilang. Lebih tepatnya bukan hilang, tapi belum ada. Entah bagaimana pagiku ke depan. Sulit membayangkan dengan imajinasi yang sehat. Imajinasiku terlalu liar, sering berlebihan. Maklum belum punya kekasih. Semoga saja, pagiku segera sempurna seperti yang kubayangkan.
 ***
sepenggal pagi
yang masih kuingat
tidak utuh memang ceritanya.
namun, lebih tidak utuh lagi
bila tanpa dirimu, kekasih.

1 komentar: