MERANCANG BUDAYA ORGANISASI SEKOLAH
ARIS
PRIMASATYA ZEBUA, S.Pd*
*Mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Kristen Indonesia
Abstraksi
Budaya
adalah norma sosial, cara berperilaku, tingkah laku, kepercayaan, simbol-simbol,
warisan yang dipegang dan dilakukan oleh mayoritas orang dalam suatu
masyarakat. Budaya organisasi adalah sebuah usaha untuk mendapatkan perasaan,
kesan, atmosfir, karakter, atau gambaran sebuah organisasi. Adapun fungsi utama
budaya adalah sebagai peran batas-pendefinisian; budaya menciptakan perbedaan
di antara sekian banyak organisasi. Organisasi pendidikan atau sekolah juga
memilik budaya tersendiri. Bagaimana merancang budaya organisasi pendidikan?
Sebagaimana organisasi lainnya, langkah pertama, adalah mengembangkan tuntutan
sejarah sambil belajar dari “pahlawan”. Kedua, meningkatkan kreativitas dan
pemahaman akan keutuhan. Ketiga, promosi dan pemahaman tentang anggota. Dan
terakhir, tingkat pertukaran informasi di antara anggota. Keempat metode ini
bila dianalisis dan disatukan kembali, maka akan menciptakan budaya organisasi
pendidikan yang baru.
Kata kunci: budaya, budaya
organisasi, pendidikan, sekolah
A.
Latar
Belakang
“Pendidikan
adalah senjata paling mematikan di dunia, karena dengan itu Anda dapat mengubah
dunia.” Kalimat tersebut diucapkan oleh seorang tokoh dunia yaitu Nelson
Mandela. Pendidikan memegang peranan penting dalam perkembangan sebuah bangsa.
Di Indonesia, pendidikan mendapat perhatian yang besar dari pemerintah dengan
mengalokasikan 20 persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN)
untuk kepentingan pendidikan.
Manusia mendapatkan
pendidikan pertama kali dalam keluarga. Manusia mendapatkan nilai-nilai
kehidupan berawal dari lingkungan keluarga. Kemudian seiring berjalannya waktu
manusia pun bertumbuh dan bersosialisasi dengan masyarakat atau lingkungan
sekitar. Manusia dipengaruhi juga oleh lingkungan tempat tinggalnya. Nilai-nilai
yang ada dalam masyarakat bisa memengaruhi seseorang. Tidak hanya sampai di
situ, ada juga yang disebut sebagai pendidikan formal yaitu sekolah. Sekolah
adalah tempat seorang pribadi mendapatkan pendidikan dan pengajaran. Sekolah
adalah lembaga jasa yang berkomitmen pada dunia belajar-mengajar (Hoy dan
Miskel, 2014).
Sekolah
merupakan sarana yang secara sengaja dirancang untuk menjalankan pendidikan.
Semakin maju suatu masyarakat, semakin penting peranan sekolah dalam
mempersiapkan generasi muda sebelum masuk dalam proses pembangunan masyarakat
itu. Peran masyarakat dalam pendidikan memang sangat
berkaitan dengan perubahan cara pandang masyarakat terhadap pendidikan. Hal ini
tentu saja bukan hal yang mudah untuk dilakukan.
Sekolah
adalah lembaga pembelajaran; tempat para partisipan (peserta didik) terus
menerus mengembangkan kapasitas mereka dalam mencipta dan meraih, tempat
mendorong kemunculan pola-pola pemikiran baru, tempat penumbuhan aspirasi
kolektif, tempat partisipan mempelajari cara belajar bersama, dan tempat organisasi memperluas kapasitasnya
akan inovasi dan pemecahan masalah (Senge, 1990; Watkins dan Marsick, 1993;
dalam Hoy dan Miskel, 2014).
Sebagai sebuah
lembaga-pembelajaran sekolah tidak hanya terdiri dari peserta didik. Di sekolah
ada kepala sekolah, tenaga pendidik (guru), tenaga kependidikan, dan juga
lingkungan, gedung, dan fasilitas. Artinya sekolah merupakan sebuah organisasi.
Sebagai sebuah organisasi, sekolah memiliki tujuan bersama, nilai, simbol,
seremoni; budaya organisasi. Agar tercipta sekolah yang efektif, maka penting
sekali untuk membangun/merancang suatu budaya organisasi pendidikan (budaya
sekolah) yang baru dan terbuka; sebuah budaya yang membawa karakter tersendiri
bagi masyarakat sekolah dalam menjalankan fungsi kemanusiaannya dalam keluarga,
masyarakat, serta bangsa dan negara.
B.
Tujuan dan Mafaat
Makalah ini
membahas bagaimana merancang budaya organisasi baru pendidikan. Agar pembahasan
lebih lengkap dan menyeluruh, maka makalah ini dimulai dari pengertian budaya,
budaya organisasi dengan didukung oleh teori-teori yang sudah berkembang; kemudian
akan membahas rancangan budaya organisasi pendidikan. Rancangan organisasi
pendidikan ini tidak terbatas pada tingkatan tertentu, misalnya sekolah dasar
saja, tetapi dapat pula diterapkan di tingkat pendidikan menengah.
Bila sekolah
diharapkan lebih efektif dalam menjalankan pendidikan, maka sekolah harus
menumbuhkan budaya organisasi yang baik dan terbuka. Karena itu, penulis
berharap makalah ini bisa bermanfaat bagi para pendidik, para pemimpin sekolah
dan masyarakat dalam menciptakan budaya sekolah yang baik dan terbuka. Sehingga
pendidikan kita bisa lebih berkembang dan lebih siap dalam menghadapi
perubahan-perubahan yang terjadi di sekitar kita.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Budaya
Taylor E. B. (1920)
mendefinisikan budaya sebagai “sesuatu yang kompleks meliputi pengetahuan,
kepercayaan, moral, kemampuan, dan kebiasaan yang dilakukan oleh manusia
sebagai anggota masyarakat.” Budaya memastikan norma-norma berperilaku dan juga
memberikan mekanisme yang membantu individu dalam kelangsungan hidup pribadi
dan sosialnya. Herskovitz (1948) lebih lanjut menunjukkan bahwa budaya adalah
bagian dari lingkungan buatan manusia. Hal ini mencerminkan cara hidup orang,
tradisi mereka, warisan, dan desain untuk hidup.
Cummings dan Worley
(2009) mendefinisikan budaya sebagai pola artefak, norma, nilai-nilai, dan
asumsi dasar tentang bagaimana memecahkan masalah yang bekerja cukup baik untuk
diajarkan kepada orang lain. Budaya adalah suatu proses pembelajaran sosial;
itu adalah hasil dari pilihan sebelumnya tentang dan pengalaman dengan strategi
dan desain organisasi. Ini juga merupakan dasar untuk perubahan yang baik dapat
memfasilitasi atau menghambat transformasi organisasi.
Beberapa definisi
budaya lainnya menurut para ahli, antara lain:
- Budaya merupakan sekumpulan pengalaman hidup yang ada dalam masyarakat sendiri. Pengalaman hidup masyarakat tentu saja sangatlah banyak dan variatif, termasuk di dalamnya bagaimana perilaku dan keyakinan atau kepercayaan masyarakat itu sendiri (Lehman, Himstreet dan Baty).
- Budaya diartikan sebagai pemrograman kolektif atas pikiran yang membedakan anggota-anggota suatu kategori orang dari kategori lainnya. Dalam hal ini yang menjadi kata kunci budaya adalah pemrograman kolektif yang menggambarkan suatu proses yang mengikat setiap orang segera setelah kita lahir di dunia ini (Hofstede).
- Budaya adalah sistem sharing atas simbol-simbol, kepercayaan, sikap, nilai-nilai, harapan, dan norma-norma untuk berperilaku. Dalam hal ini, semua anggota dalam budaya memiliki asumsi-asumsi tersebut (Bovee dan Thill).
Secara umum penulis
mendefinisikan budaya adalah norma sosial, cara berperilaku, tingkah laku,
kepercayaan, simbol-simbol, warisan yang dipegang dan dilakukan oleh mayoritas
orang dalam suatu masyarakat.
B.
Budaya
Organisasi
Budaya organisasi
adalah sebuah usaha untuk mendapatkan perasaan, kesan, atmosfir, karakter, atau
gambaran sebuah organisasi (Hoy dan Miskel, 2005). Beberapa pengertian budaya
organisasi menurut para ahli yang dicatat oleh Hoy dan Miskel (2005), antara
lain:
- Willian Ouchi (1981) mendefinisikan budaya organisasi sebagai “simbol-simbol, seremoni, dan mitos yang mengomunikasikan nilai dasar dan kepercayaan organisasi kepada karyawannya.”
- Henry Mintzberg (1989) menyamakan budaya sebagai ideologi organisasi, atau “tradisi dan kepercayaan sebuah organisasi yang membedakannya dengan organisasi lain dan menanamkan kehidupan pasti ke dalam kerangka strukturnya.”
- Stephen Robbins (1998) mendefinisikan budaya organisasi sebagai “sebuah sistem makna milik bersama yang dipegang oleh anggota yang membedakan organisasinya dengan organisasi lain.”
- Namun, Edgar Schein (1992, 1999), berargumen bahwa budaya harus dipertahankan untuk “tingkat paling dalam dari asumsi dasar, nilai, dan kepercayaan” yang menjadi milik bersama dan menjamin organisasi berlanjut dengan sukses.
Budaya organisasi
mencakup empat elemen utama yang ada pada berbagai tingkat kesadaran (Cummings
dan Worley, 2009):
- Artefak. Artefak adalah tingkat tertinggi manifestasi budaya. Mereka adalah simbol terlihat dari tingkat yang lebih dalam budaya, seperti norma, nilai-nilai, dan asumsi dasar. Artefak termasuk perilaku anggota, pakaian, dan bahasa; dan struktur, sistem, prosedur, dan aspek fisik, seperti dekorasi, pengaturan ruang, dan tingkat kebisingan organisasi.
- Norma. Tepat di bawah permukaan kesadaran budaya adalah norma yang membimbing bagaimana anggota harus berperilaku dalam situasi tertentu. Ini merupakan aturan tidak tertulis perilaku. Norma-norma umum yang disimpulkan dari mengamati bagaimana anggota berperilaku dan berinteraksi satu sama lain.
- Nilai. Tingkat yang lebih dalam dari kesadaran budaya meliputi nilai-nilai yaitu tentang “apa yang seharusnya” dalam organisasi. Nilai memberitahu anggota apa yang penting dalam organisasi dan apa yang layak untuk mendapatkan perhatian mereka.
- Asumsi dasar. Pada tingkat terdalam dari kesadaran budaya adalah asumsi yang diambil-untuk-diberikan tentang bagaimana masalah organisasi harus diselesaikan. Asumsi dasar memberitahu anggota bagaimana memahami, berpikir, dan merasa tentang hal. Mereka asumsi nonconfrontable dan nondebatable tentang yang berkaitan dengan lingkungan dan tentang sifat manusia, aktivitas manusia, dan hubungan manusia.
C.
Fungsi
Budaya Organisasi
Budaya menjalankan
sejumlah fungsi dalam sebuah organisasi. Fungsi utama adalah peran
batas-pendefinisian (boundary-defining
role), karena menciptakan perbedaan antara satu organisasi dengan
organisasi lain. Budaya juga memberikan identitas bagi anggota organisasi. Selanjutnya,
budaya memfasilitasi komitmen karyawan dan meningkatkan stabilitas sistem
sosial untuk orang-orang yang terkait (Nigam dan Mishra, 2015). Dari literatur
di atas disimpulkan bahwa budaya merupakan perekat sosial yang membantu memegang
organisasi bersama-sama dengan menyediakan standar yang sesuai untuk apa
karyawan harus katakan dan lakukan dan juga berfungsi sebagai mekanisme kontrol
yang memandu dan membentuk perubahan sikap dan perilaku dalam karyawan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar