Sabtu, 18 Juli 2015

MERANCANG BUDAYA ORGANISASI SEKOLAH (3)

BUDAYA ORGANISASI PENDIDIKAN (SEKOLAH)
Hasil analisis pengembangan budaya organisasi di atas berakhir pada terbentuknya suatu budaya sekolah yang baru. Kita mengharapkan sebuah sekolah menjalankan pendidikan secara efektif sesuai dengan amanat pendiri bangsa yang tercantum dalam undang-undang. Agenda pendidikan, sejatinya adalah agenda pembangunan moral dan budaya bangsa (Komaruddin Hidayat dalam Tim PGRI, 2014). Bung Hatta secara tepat menyatakan bahwa apa yang diajarkan dalam proses pendidikan adalah kebudayaan, sedangkan pendidikan itu sendiri adalah proses pembudayaan (Tim PGRI, 2014).
Salah satu cara membentuk budaya bangsa yang bermartabat adalah melalui pendidikan. Oleh karena itu, penting sekali untuk membangun budaya sekolah yang bermartabat untuk mencapai pembentukan budaya bangsa. Bayangkan sebuah sekolah yang dipimpin oleh seorang kepala sekolah, namun beberapa gurunya adalah pendatang baru. Demikian juga di awal tahun ajaran, datang peserta didik baru. Semua berkumpul dalam satu sekolah, melakukan kegiatan bersama, menghadiri rapat bersama, bersosialisasi, guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran di kelas, dan tenaga kependidikan bekerja di ruangannya masing-masing. Bagaimana memadukan semua itu? Dengan membangun budaya sekolah.
Pemimpin sekolah atau para “pahlawan” menceritakan cita-cita penyelenggara sekolah – pemerintah atau swasta – kepada  semua warga sekolah (baik yang lama maupun yang baru); menciptakan seperangkat aturan yang jelas tentang hak dan kewajiban yang harus dipatuhi semua warga sekolah; menciptakan kebijakan yang mampu memberdayakan guru (struktur yang memberdayakan); memperhatikan kepentingan warga sekolah (sekolah yang perhatian), dan mengoordinasikan semua kegiatan kelompok.

Mengadakan upacara penyambutan peserta didik baru, penyambutan tenaga pendidik dan/atau kependidikan yang baru, mengapresiasi prestasi atau pencapaian dalam upacara bendera atau upacara hari besar negara, mengadakan promosi jabatan bagi guru yang berkinerja tinggi; semuanya merupakan budaya (ritual) yang harus dikembangkan.
Selain itu penting juga memperhatikan kondisi lingkungan sekolah. Ciri-ciri fisik sekolah seperti perpustakaan, ruang belajar, kantor kepala sekolah, kantor guru, kantin, lapangan; semuanya hendaknya di desain sesuai dengan budaya sekolahnya. Sehingga ketika masyarakat luar memasuki sekolah tersebut, mereka merasakan bahwa sekolah tersebut memiliki karakteristik dan budaya yang kuat.


KESIMPULAN
Budaya organisasi adalah sebuah usaha untuk mendapatkan perasaan, kesan, atmosfir, karakter, atau gambaran sebuah organisasi. Adapun tingaktan budaya organisasi antara lain asumsi dasar, nilai, norma, dan artefak. Beberapa fungsi budaya, yaitu:
1.      Peran batas-pendefinisian (boundary definition role),
2.      Memberikan identitas kepada organisasi,
3.      Mengembangkan komitmen pada kelompok,
4.      Meningkatkan stabilitas di dalam sistem social, dan
5.      Sebagai perekat sosial, yang memberikan standar berperilaku.
Budaya sekolah bisa dikembangkan dengan empat metode yang dikemukakan oleh Cross dan Schichman. Empat metode tersebut terdiri dari beberapa variabel (bagian).
Pertama, kembangkan tuntutan sejarah. Meliputi penjelasan kerumitan sejarah dan pembelajaran dari “pahlawan”. Kedua, kreativitas dan pemahaman dari keutuhan. Mencakup kepemimpinan dan aturan, norma dan nilai komunikasi. Ketiga, promosi dan pemahaman tentang anggota mencakup sistem penghargaan, manajemen karier dan keamanan kerja, rekrutmen dan penempatan, sosialisasi anggota baru, serta pelatihan dan pengembangan. Keempat, yang terakhir, tingkat pertukaran informasi di antara anggota, meliputi kontak antar anggota, partisipasi dalam pengambilan keputusan, koordinasi antar kelompok, serta pertukaran anggota.
Budaya sekolah bisa berupa menceritakan cita-cita penyelenggara pendidikan, melakukan upacara penyambutan anggota baru, mengapresiasi prestasi. Budaya di lingkungan fisik bisa terlihat dari desain lingkungan fisik sekolah – ruang belajar, perpustakaan, kantor, kantin, dll., – yang memberikan kesan berkarakter dan menggambarkan budaya sekolah tersebut.


REFERENSI
Cummings and Worley. 2009. Organization Development & Change, (Dikopi dari materi kuliah Pengembangan Organisasi & Perubahan oleh Prof. Dr. Manahan P. Tampubolon, dalam format PDF, 17 Maret 2015).
Herskovits, M. J. 1948. Man and his Works: The Science of Cultural Anthropology. New York: Knopf.
Hoy, W. K., dan Miskel, C. G. 2005. Educational Administration: Research, Theory, and Practice (7th Edition). McGraw-Hill International Edition.
Hoy, W. K., dan Miskel, C. G. 2014. Administrasi Pendidikan: Teori, Riset, dan Praktik (Versi Indonesia, Edisi ke-9). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Irsal, Ahmad. Memahami Budaya dan Perbedaannya. https://www.academia.edu/9930241/Memahami_Budaya_dan_Perbedaannya (diunduh tanggal 15 Juli 2015)
Nigam, R., dan Mishra, S. 2015. A Study on Perception of Work Culture and Its Impact on Employee Behavior (diterjemahkan sendiri oleh penulis dari Jurnal Internasional MSDM dan Riset, Vol. 5, 37–46).
Robbins, S. P., dan Judge, T. A. 2014. Perilaku Organisasi. Jakarta: Salemba Empat.
Suriasumantri, Jujun S. 2007. Filasafat Ilmu - Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Taylor, E. B. 1920 [1871]. Primitive Culture. New York: J. P. Putnam’s Sons. Vol. 1.
Tim PGRI. 2014. Pendidikan untuk Transformasi Bangsa. Jakarta: Penerbit Kompas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar