Senin, 20 Juli 2015

Teori dan Praktik dalam Organisasi Pendidikan

Ada sebuah pertanyaan yang terbersit di pikiran ketika saya sedang membaca buku. Pertanyaannya, "apakah penting untuk mengetahui berbagai teori dalam menjalankan organisasi?" "Bukankah organisasi dijalankan (praktik) saja tanpa harus sibuk berteori?" Saya sempat beradu argumen dengan seorang rekan kerja. Pendapat kami berbeda mengenai menjalankan organisasi. Dia, teman saya itu, menuduh saya terlalu kaku dengan teori. Dan, saya menganggapnya terlalu miskin pengetahuan. Perbedaan kami lainnya, saya suka membaca buku, dia tidak. Persamaan kami, kami sama-sama seorang pendidik (guru).

Defenisi Teori
Kembali ke pertanyaan saya tadi. Apa pentingnya teori? Pertama kita harus mengetahui, teori adalah bahasa khusus yang menerangkan dan membantu kita memahami fenomena (Tosi, 2009). Teori adalah serangaian konsep, asumsi, dan generalisasi yang saling berhubungan yang melukiskan dan menjelaskan secara sistematis keteraturan perilaku dalam organisasi-organisasi pendidikan (Hoy dan Miskel, 2014). Ilmu pengetahuan kita terdiri atas teori-teori kita. Fenomena terjadi di sekitar kita setiap saat. Itulah realita. Namun, kita tidak bisa membawa realita itu seluruhnya ke dalam pikiran kita karena pikiran kita terbatas. Karena itu, kita membawa kesan-kesan tentang realita itu ke dalam pikiran kita dalam bentuk teori-teori. 

Teori dan Praktik
Bagaimana dengan praktik? Bukankah praktik juga penting? Ya, praktik juga penting. Teori dan praktik saling berkaitan secara langsung. 1) teori membentuk kerangka acuan bagi praktik; 2) proses teori memberikan pola analisis umum tentang peristiwa-peristiwa praktis; 3) teori memandu pembuatan keputusan. Dalam organisasi, teori memandu pengambilan keputusan adminstratif. Jadi, sebaiknya kita jangan mempertentangkan teori dengan praktik. Permasalahannya adalah beberapa pemimpin organisasi menjalankan kepemimpinan dan organisasi tanpa memiliki landasan teori yang pasti dan jelas. Mungkin mereka berpikir bahwa berteori hanya usaha membuang-buang waktu. Jelas ini adalah sikap yang salah.


Biasanya pemimpin organisasi itu berkeyakinan bahwa kecakapan (praktik) menggunakan konsep jauh lebih penting. Namun, ini tidak cukup. Misalnya dalam penyelesaian suatu masalah, pemimpin organisasi selalu mengambil langkah penetapan permasalahan. Penetapan suatu masalah - misalnya konflik peran, kinerja menurun, motivasi menurun - tidak akan langsung memberikan solusi secara otomatis, melainkan hanya menata permasalahan. Untuk memecahkan masalah diperlukan teori agar lebih tepat dan efektif. Teori memandu pemecahan masalah dan pembuatan keputusan dengan tindakan yang masuk akal, bukan usaha coba-coba. Teori menjadi landasan untuk berdiri di posisi yang tepat dalam pemecahan masalah.

Pentingnya Teori
Saya akan membahas ini dalam konteks pendidikan - sesuai dengan bidang saya. John Maynard Keynes pernah mengatakan, penyelenggara pendidikan praktis yang percaya bahwa dirinya terbebas dan steril dari pengaruh-pengaruh teoritis biasanya merupakan budak dari teori tertentu yang sudah usang (dalam Hoy dan Miskel, 2014). Pernyataan Keynes ini mendukung pernyataan saya bahwa ada pemimpin organisasi yang tidak peduli dengan teori. Sikap mereka, para pemimpin seperti itu, lebih cenderung ke "jalankan saja", jangan banyak teori. 

Sebagai contoh, seorang pemimpin pendidikan praktis dalam menjalankan kepemimpinan. Jika ia tidak mengikuti perkembangan teori kepemimpinan pendidikan terbaru, maka ia akan terjebak dalam teori usang yang ia miliki; misalnya kepemimpinan yang kaku, lebih otoriter. bertindak sendiri dalam pengambilan keputusan, mengabaikan sisi emosional para guru, dan lain-lain. Mengapa dikatakan teori usang? Karena tidak mungkin seseorang menjalankan organisasi tanpa memiliki asumsi tentang organisasi. Asumsi tersebut merupakan bagian dari teori. Bila tidak diperbaharui, asumsi itu menjadi usang.

Contoh lain, mengenai motivasi guru. Pemimpin "praktis" - dengan teori usangnya - selalu beranggapan bahwa untuk membangkitkan atau meningkatkan motivasi mengajar guru adalah dengan menaikkan gaji, menambah tuntutan kerja, pengawasan yang ketat, atau membuat kebijakan yang sepihak. Padahal, semua itu memberikan motivasi dan kepuasan yang minimal. Para guru juga butuh prestasinya diakui, pekerjaannya dihargai, kariernya berkembang (atau, ada kemajuan); justru inilah yang bisa meningkatkan motivasi mengajar dengan maksimal.

Salah satu penyebab menurunnya kinerja organisasi - misalnya menurunnya jumlah siswa baru di sekolah, tingkat pergantian guru tinggi, kinerja rendah, guru tidak betah mengajar - adalah pemimpin organisasinya terlalu bersikap praktis. Dengan kata lain, pemimpin organisasi tersebut masih menjadi budak teori usang yang diterapkannya. 

Oleh karena itu, Anda, dan kita, selaku pemimpin organisasi pendidikan penting sekali untuk mendalami teori-teori yang berkaitan dengan organisasi; seperti kepemimpinan, struktur organisasi, budaya dan iklim organisasi, teori-teori motivasi, teori-teori pembelajaran, dan sebagainya. Selain mendalami berbagai teori tersebut, penting juga untuk mengembangkannya agar organisasi yang kita jalankan semakin berkembang pula.


Penulis adalah mahasiswa pascasajana di Universitas Kristen Indonesia, 
jurusan administrasi/manajemen pendidikan dan seorang pendidik. 
email: arisprimasatya@gmail.com 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar