PERUBAHAN ORGANISASI PENDIDIKAN MENENGAH ATAS
Aris Primasatya Zebua, S.Pd*
*Mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Kristen Indonesia
arisprimasatya@gmail.com
Abstraksi
Makalah
ini membahas tentang pengembangan organisasi dan perubahan. Setiap organisasi
pasti memikirkan kemajuan. Kemajuan hanya terjadi jika ada perubahan dalam
organisasi tersebut. Perubahan ini bisa direncanakan. Ada tiga model perubahan
terencana (planned change) yang akan dibahas yakni: model perubahan Lewin,
model action research, dan model
positif. Makalah ini juga dilengkapi dengan contoh penerapan teori-teori
perubahan dalam dunia pendidikan. Misalnya, ketika terjadi perubahan kurikulum
di Indonesia. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk menambah wawasan mengenai
pengembangan organisasi dan perubahan bagi para pendidik, dan untuk membantu
para pemimpin pendidikan dalam merancang perubahan di lembaga yang dipimpin. Di
bagian akhir, terdapat perbandingan ketiga teori yang dibahas. Tidak ada model
yang terbaik. Masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Oleh karena, itu
penulis menyarankan untuk melakukan kolaborasi antara dua model perubahan.
Kata kunci: perubahan, lewin, action research,
positif, pendidikan.
PENDAHULUAN
Pembahasan mengenai perubahan sama
halnya dengan membahas tentang kemajuan (Manahan, 2012). Sebuah organisasi yang
sudah besar pun akan mengalami perubahan. Karena jika tidak melakukan
perubahan, organisasi tersebut akan kalah bersaing oleh organisasi-organisasi
lain yang juga menghendaki kemajuan.
Sekolah sebagai sebuah organisasi juga
harus memikirkan perubahan. Pengaruh faktor eksternal maupun internal dapat
mendorong sekolah melakukan perubahan. Faktor eksternal misalnya perubahan
kurikulum, lingkungan sosial, atau kebijakan pemerintah. Faktor internal misalnya
budaya sekolah, fasilitas, sistem imbalan guru honor, faktor orang tua murid,
dan lain-lain.
Makalah ini akan menganalisis dan
membandingkan model-model dalam teori perubahan, antara lain model perbahan
Lewin, model action research, model
positif, serta contoh penerapannnya dalam dunia pendidikan khususnya pada
pendidikan menengah.
MODEL PERUBAHAN LEWIN
Salah satu model awal dari perubahan terencana
(planned change) diberikan oleh Kurt
Lewin. Dia memahami perubahan sebagai modifikasi dari kekuatan-kekuatan mempertahankan
perilaku sistem yang stabil. Dengan kata lain, menjauh dari zona kenyamanan. Secara
khusus, bagian tertentu dari perilaku setiap waktu adalah hasil dari dua
kelompok kekuatan: mereka yang berjuang untuk mempertahankan status quo (menentang perubahan) dan
mereka mendorong/mendukung perubahan. Bila kekuatan kedua kelompok ini sama,
artinya berada dalam keadaan seimbang, maka disebut “kesetimbangan
kuasi-stasioner”. Kurt Lewin
mengajukan teori tiga tahap perubahan dan sering disebut sebagai pencairan (unfreezing), tindakan (moving) dan pembekuan/pendinginan (refreezing).
1.
Unfreezing (Pencairan)
Unfreezing
adalah tahap awal yang sangat penting untuk melakukan perubahan. Tahap ini membahas tentang persiapan
untuk berubah. Atau suatu kesadaran dan pemahaman bahwa perubahan mulai
diperlukan, serta bersiap-siap untuk mulai menjauh dari zona kenyamanan yang
ada saat ini. Persiapan perubahan ini berlaku untuk perubahan secara individual
maupun tim kerja. Hal yang diperhatikan adalah faktor pendukung dan penentang
perubahan. Bila semakin banyak yang mendukung, maka perubahan mudah dilakukan.
Sebaliknya, jika tidak, maka perubahan akan susah dilakukan. Karena itu, pada
tahap ini setiap individu atau tim kerja diberi pemahaman bahwa sebuah
organisasi memerlukan perubahan secara mendesak. Semakin besar anggota
organisasi merasa perubahan mendesak diperlukan, semakin mudah pula melakukan
perubahan.
Dalam
dunia pendidikan, tahap unfreezing
ini seperti ketika terjadi perubahan kurikulum. Hampir semua guru menolak
perubahan itu. Karena itu, pemerintah melakukan sosialisasi. Pemerintah memberikan
penjelasan tentang perlunya perubahan dalam sistem pendidikan. Perubahan
terletak pada metode pembelajaran konvensional menjadi metode pembelajaran yang
menghendaki keterlibatan siswa secara aktif. Dasar-dasat perubahan kurikulum
dijelaskan secara detail dan logis. Sehingga reaksi guru yang awalnya menolak,
pelan-pelan bisa menerima. Pihak-pihak yang menolak ‘dicairkan’ sehingga perubahan
bisa dilakukan.
2.
Moving
(Tindakan)
Tahap
ini menggeser perilaku organisasi, departemen, atau individu ke tingkat yang
baru. Pengertiannya, bahwa organisasi sedang melakukan perubahan. Bisa pula
dikatakan bahwa organisasi berada pada tahap transisi. Tahap ini merupakan
tahap yang sulit karena organisasi menghadapi ketidakyakinan dan ketidakpastian
akan arah perubahan. Oleh karena itu, diperlukan intervensi dalam sistem untuk
mengembangkan perilaku baru, nilai-nilai, dan sikap melalui perubahan struktur organisasi
dan proses. Misalnya: mengadakan pelatihan,
pembinaan, umpan-balik yang semuanya merupakan bagian dari suatu proses.
Setelah guru-guru mulai menerima ide
perubahan kurikulum, maka langkah selanjutnya yaitu memberikan pelatihan
implementasi kurikulum. Tujuan pelatihan ini tentunya untuk mempersiapkan para pendidik
dalam melaksanakan kurikulum baru. Konsep pelatihan didesain mirip proses
pembelajaran di kelas. Isi pelatihan meliputi pemaparan metode-metode baru,
penyusunan perangkat pembelajaran, penilaian, micro-teaching, dan peer-teaching. Tahap ini membutuhkan
pihak yang memahami benar perubahan kurikulum. Para instruktur pelatihan
merupakan orang-orang yang ahli, yang sudah menerapkan kurikulum baru.
3.
Freezing (Pembekuan)
Langkah ini menstabilkan organisasi
di titik keseimbangan baru. Hal ini sering dilakukan melalui penggunaan
mekanisme pendukung yang memperkuat keadaan organisasi baru, seperti budaya
organisasi, imbalan, dan struktur. Perubahan diterima sebagai norma baru.
Setiap anggota organisasi sudah merasa nyaman dengan aktivitas mereka.
Setelah melakukan pelatihan
implementasi kurikulum, para guru telah dibekali pengetahuan dan keterampilan
baru, maka kurikulum baru sudah menjadi sistem baru yang harus dilaksanakan.
Inilah yang disebut proses proses stabilisasi.
MODEL ACTION RESEARCH
Model Penelitian Tindakan (action research) klasik berfokus pada
perubahan terencana (planned change) sebagai
proses siklus di mana penyelidikan awal tentang organisasi untuk menyediakan
informasi. Informasi ini kemudian digunakan untuk tindakan selanjutnya. Berikut
ini adalah penjelasan setiap langkah-langkah action research serta contoh penerapannya di sekolah.
1. Identifikasi
masalah.
Tahap ini biasanya dimulai ketika
seorang eksekutif dalam organisasi atau seseorang dengan kekuasaan dan pengaruh
merasa bahwa organisasi memiliki satu atau lebih masalah yang mungkin
dipecahkan dengan bantuan praktisi organizational
development (OD).
Misalnya di sebuah sekolah menengah
atas (SMA) swasta terdapat beberapa masalah: nilai siswa menurun, banyak guru
datang terlambat dan guru jarang di kelas. Pihak yayasan yang melihat keadaan
ini mulai melakukan penyelidikan. Kemudian yayasan (sebagai klien) membentuk
tim kerja atau meminta bantuan praktisi OD untuk mengidentifikasi
masalah-masalah tersebut.
2. Konsultasi
dengan ahli ilmu perilaku (Behavioral Science Expert)
Konsultasi diadakan dengan ahli ilmu
perilaku, misalnya konsultan OD, seorang psikolog organisasi, atau seseorang
yang sama yang dapat menjelaskan penyebab khas dan solusi untuk suatu masalah,
berdasarkan model-model tertentu yang ada. Konsultasi ini mengarah pada
perencanaan metode untuk diagnosis.
Berdasarkan permasalahan di tahap pertama di
atas, setelah identifikasi masalah dilakukan, maka langkah selanjutnya adalah
mengonsultasikan semua permasalahan kepada ahli perilaku organisasi. Konsultasi
ini bertujuan untuk mendapatkan metode yang tepat untuk diagnosis/penyelidikan
masalah. Langkah selanjutnya adalah mengumpulkan data atau informasi.
3. Mengumpulkan
data dan Diagnosis Awal
Langkah ini biasanya diselesaikan
oleh praktisi OD, Sering bersama dengan anggota organisasi. Ini melibatkan
pengumpulan informasi yang tepat dan menganalisisnya untuk menentukan hal yang
mendasari penyebab masalah organisasi. Empat metode dasar pengumpulan data
yaitu wawancara, observasi proses, kuesioner, dan data kinerja organisasi.
4. Tanggapan
ke Klien atau Kelompok Kunci
Karena penelitian tindakan adalah
suatu aktivitas kolaboratif, data diagnostik disampaikan kembali kepada klien,
biasanya dalam kelompok atau rapat tim kerja. Langkah umpan balik, di mana
anggota diberi informasi yang dikumpulkan oleh praktisi OD, membantu mereka
menentukan kekuatan dan kelemahan organisasi atau unit yang diteliti. Konsultan
menyediakan semua data yang relevan dan berguna kepada klien. Jelas, praktisi
akan melindungi kerahasiaan sumber-sumber informasi dan, terkadang, bahkan
mungkin menahan data. Menentukan apa yang relevan dan berguna termasuk
pertimbangan privasi dan etika serta penilaian tentang apakah kelompok siap
untuk menerima informasi atau jika informasi tersebut akan membuat klien
terlalu defensif.
Contohnya, setelah pengumpulan data
dilakukan (tahap ketiga), semua informasi yang diperoleh disampaikan kepada
pihak yayasan atau tim kerja. Informasi-informasi tersebut dijaga
kerahasiaannya, misalnya dengan tidak mencantumkan nama guru yang diselidiki,
agar penyelidikan lanjut bisa dilakukan dengan benar tanpa disertai
asumsi-asumsi lain yang tidak berhubungan dengan masalah.
5. Diagnosis
Bersama
Pada tahap ini, praktisi membantu
klien untuk menafsirkan data dan membuat kesimpulan. Ada keterkaitan antara
pengumpulan data, umpan balik, dan diagnosis karena konsultan merangkum data
dasar dari klien dan menyajikan data kepada mereka untuk validasi dan diagnosis
lebih lanjut.
6. Perencanaan
Aksi Bersama
Berikutnya, praktisi OD dan klien
bersama-sama menyepakati tindakan lebih lanjut yang akan diambil. Ini adalah
awal dari pergerakan proses (dijelaskan dalam model perubahan Lewin). Organisasi
memutuskan bagaimana yang terbaik untuk mencapai perbedaan keseimbangan
kuasi-stasioner. Pada tahap ini, tindakan khusus yang akan diambil tergantung
pada budaya, teknologi dan lingkungan dari organisasi; diagnosis masalah; dan
waktu dan biaya dari intervensi.
Aksi bersama merupakan masa
trasisisi perubahan. Bila diagnosis dilakukan dan metode pemecahan masalah
ditemukan, maka saatnya untuk melakukan pembinaan atau pelatihan. Misalnya,
dari masalah nilai siswa menurun dan kinerja guru kurang baik, ternyata
ditemukan bahwa sistem imbalan di SMA tersebut kurang baik sehingga memengaruhi
motivasi kerja guru, masalah lain ternyata kepemimpinan kepala sekolah kurang
baik dan kemampuan mengajar guru kurang.
Tindakan yang dilakukan atas
penyebab masalah di atas adalah mengubah kebijakan sistem imbalan sehingga
menguntungkan buat guru, melakukan pelatihan penyusunan perangkat pembelajaran,
dan pelatihan kepempinan kepala sekolah.
7. Aksi
Tahap ini melibatkan perubahan yang
sebenarnya dari satu kondisi ke kondisi lain. Ini termasuk menggunakan metode
dan prosedur baru, reorganisasi struktur dan desain pekerjaan, dan memperkuat
perilaku baru. Tindakan tersebut biasanya tidak dapat segera dilaksanakan namun
memerlukan masa transisi.
Di tahap aksi, perubahan telah
berjalan meskipun membutuhkan penyesuaian bagi warga sekolah. Para guru yang
tadinya terlambat, mulai datang tepat waktu meski didapati masih ada yang
terlambat tapi jumlahnya menurun. Kepala sekolah juga membiasakan diri dengan
gaya kepemimpinan yang baru, mungkin awalnya terlihat kaku, tapi lama-kelamaan
berjalan dengan baik.
8. Pengumpulan
Data Setelah Aksi.
Karena penelitian tindakan merupakan
proses siklus, data dikumpulkan lagi, untuk mengukur apakah
pelaksanaannya berhasil, dan apakah pelaksanaannya memiliki efek yang
diinginkan. Data ini diumpan balik ke organisasi. Pada
akhirnya, dapat menyebabkan re-diagnosis dan tindakan baru.
Perubahan di SMA tersebut telah
terjadi. Langkah berikutnya adalah mengumpulkan data untuk melihat apakah
perubahan yang terjadi sudah seperti yang diharapkan oleh yayasan atau masih
belum. Data-data ini akan menentukan tindakan baru lagi yang harus dilaksanakan.
MODEL POSITIF
Model positif berakar dari sikap positif
bahwa sesuatu dapat menjadi lebih baik. Model ini berfokus pada hal positif
atau hal yang baik yang ditemukan dalam organisasi. Karena itu, model ini tidak
memerlukan masalah sebagai syarat awal, melainkan dimulai dari harapan bahwa
sesuatu akan menjadi lebih baik. Hal ini menunjukkan bahwa orang akan bertindak
dengan cara yang membuat harapan mereka terwujud. Dengan demikian, harapan
positif tentang organisasi dapat memberikan energi dan mengarahkan perilaku ke
arah membuat keyakinan itu terjadi.
Model
positif dari perubahan terencana melibatkan lima fase:
1. Memulai
Penyelidikan
Tahap pertama ini menentukan subjek
perubahan. Ini dapat berupa keinginan tim kerja untuk meningkatkan sesuatu yang
selama ini merupakan isu dalam organisasi, misalnya sistem imbalan, isu gender,
atau peningkatan produksi. Jika fokus penyelidikan adalah nyata dan penting
untuk anggota organisasi, proses perubahan itu sendiri akan memberikan kesan-kesan
positif.
Di bidang pendidikan, subjek
perubahan bisa berupa metode pembelajaran, sistem imbalan (bagi guru honor), atau
gaya kepemimpinan. Misalnya, sebuah SMA ingin mengembangkan metode pembelajaran
yang langsung berhubungan dengan lingkungan sosial (live in). Metode pembelajaran ini bisa menjadi program unggulan
bagi sekolah.
2. Praktek
Terbaik
Fase ini melibatkan pengumpulan
informasi tentang "Apa yang Terbaik" dalam organisasi. Jika topik ini
inovasi organisasi, maka anggota membantu untuk mengembangkan protokol
wawancara yang berisi informasi tentang ide-ide baru yang dikembangkan dan
diimplementasikan dalam organisasi. Wawancara dilakukan oleh anggota
organisasi; mereka mewawancarai satu sama lain dan menceritakan kisah-kisah
dari inovasi di mana mereka secara pribadi terlibat. Cerita-cerita ini ditarik
bersama-sama untuk membuat kumpulan informasi yang menggambarkan organisasi
sebagai suatu sistem yang inovatif.
Untuk mengumpulkan informasi
tentang apa yang terbaik yang harus dilakukan yaitu dengan cara melakukan studi
banding dengan sekolah yang pernah melaksanakan metode sejenis. Dalam studi
banding itu dilakukan wawancara atau mendengarkan kisah-kisah yang pernah
dilakukan. Berbagai informasi mengenai metode live in dijadikan pembanding untuk sekolah sendiri apakah perlu
dimodifikasi atau tidak.
3. Temukan
Tema
Pada tahap ketiga ini, anggota
memeriksa cerita, baik besar dan kecil, untuk mengidentifikasi satu set tema
yang mewakili dimensi umum pengalaman orang. Misalnya, cerita inovasi mungkin
berisi tema tentang bagaimana manajer memberi orang kebebasan untuk
mengeksplorasi ide baru, dukungan anggota organisasi yang diterima dari rekan
kerja mereka, atau bagaimana paparan pelanggan memicu pemikiran kreatif. Tidak
ada tema yang terlalu kecil untuk diwakili; adalah penting bahwa semua
mekanisme yang mendasari yang membantu untuk menghasilkan dan mendukung tema
digambarkan. Tema merupakan dasar untuk bergerak dari "apa yang" untuk "apa yang bisa."
Live-in
bisa dijadikan tema untuk program
pembelajaran baru di antara sekian tema yang diajukan. Alasannya mungkin karena
metode ini lebih menarik dan lebih menantang, mampu menumbuhkan rasa tanggung
jawab, empati, kemandirian bagi para siswa.
4. Membayangkan
Pilihan Masa Depan
Anggota-anggota kemudian memeriksa
tema yang teridentifikasi, tantangan status
quo, dan menggambarkan masa depan yang menarik. Berdasarkan keberhasilan
masa lalu organisasi, anggota secara kolektif memvisualisasikan masa depan
organisasi dan mengembangkan "berbagai kemungkinan proposisi" –
pernyataan-pernyataan yang
menjembatani praktek organisasi terbaik
saat ini dengan kemungkinan ideal untuk pengorganisasian masa depan.
Proposisi-proposisi ini harus menyajikan gambaran yang benar-benar menarik,
provokatif, dan kemungkinan masa depan. Berdasarkan kemungkinan ini, anggota
mengidentifikasi pemangku kepentingan yang relevan dan proses organisasi
penting yang harus selaras untuk mendukung munculnya masa depan dibayangkan.
Visi menjadi sebuah pernyataan dari "apa yang seharusnya."
5. Merancang
dan Memberikan Cara Membuat Masa Depan.
Tahap akhir melibatkan desain dan
pemberian cara untuk membuat masa depan. Ini menggambarkan kegiatan dan
menciptakan rencana yang diperlukan untuk membawa visi. Ini dilanjutkan ke
tindakan dan penilaian tahap mirip dengan penelitian tindakan dijelaskan
sebelumnya. Anggota membuat perubahan, menilai hasil, membuat penyesuaian yang
diperlukan, dan sebagainya karena mereka bergerak organisasi menuju visi dan
mempertahankan "apa yang akan." Proses dilanjutkan dengan
memperbaharui percakapan tentang yang terbaik dari apa yang ada.
Berdasarkan program live-in yang sudah dipilih sebagai
metode pembelajaran baru di suatu SMA, maka kemudian dirancang sebuah sistem
baru untuk mendukung pelaksanaannya. Misalnya, hari efektif belajar siswa yang
biasanya selalu di kelas saja diubah menjadi beberapa bagian. Pertama, seperti
biasa ada pembelajaran di kelas. Kedua, disediakan beberapa hari atau minggu
(misalnya seminggu) khusus untuk program live-in.
satu minggu ini yang ditentukan ini menjadi hari di mana para peserta didik
langsung berhubungan dengan dunia social, seperti pedagang, pengrajin,
pemulung, atau petani. Tiap setahun, bila menemungkinkan, program ini
dilaksanakan. Jika tidak, mungkin diadakan dua tahun sekali. Inilah program
baru yang menjadi program unggulan di sebuah SMA.
PERBANDINGAN TEORI
LEWIN, ACTION RESEARCH, DAN POSITIF
Setelah membahas ketiga teori dalam
perubahan terencana (planned change),
kita dapat melihat perbedaan antara ketiganya. Masing-masing teori memiliki
kelemahan dan kekuatan. Teori perubahan Lewin, misalnya, terlalu sederhana.
Kemudian di tahap akhir yaitu unfreezing
agak bertentangan dengan perubahan itu sendiri. Karena dalam tahap ini terjadi
stabilisasi organisasi seolah-olah struktur baru tersebut sudah mantap dan
tidak bisa diubah-ubah lagi. Namun, teori perubahan Lewin, bisa membantu kita
untuk melihat kekuatan-kekuatan yang tidak mendukung perubahan. Dengan
mengetahui hal ini, kita bisa menyusun strategi yang tepat untuk menghadapi
penolakan perubahan.
Model action research dalam penerapannya memang sudah bagus. Setelah
melakukan proses perubahan, ada siklus berulang yang memungkinkan kita untuk
mengevaluasi apakah perubahan sudah sesuai dengan yang diharapkan. Sama seperti
model perubahan Lewin, model action
research masih berfokus pada masalah dan bagaimana pemecahannya. Sehingga
kelihatannya kita hanya memecahkan masalah saja, bukan membawa perubahan pada
organisasi.
Berbeda dengan kedua teori
sebelumnya, model positif lebih berfokus pada hal positif dalam organisasi. Hal
positif ini kemudian dikembangkan sehingga membawa perubahan bagi organisasi.
Kelemahan model ini, menurut saya, tidak mampu melihat masalah yang ada secara
detail.
KESIMPULAN
Ada
tiga model perubahan terencana (planned
change) yakni: model perubahan Lewin, model action research, dan model positif. Model perubahan Lewin meliputi: unfreezing (Pencairan), Moving (Tindakan). Freezing
(Pembekuan). Model action research
meliputi: identifikasi masalah, konsultasi dengan ahli ilmu perilaku, tanggapan
ke klien atau kelompok kunci, diagnosis bersama, perencanaan aksi bersama,
aksi, dan pengumpulan data setelah aksi.
Model positif meliputi: memulai penyelidikan, praktik terbaik, temukan tema,
membayangkan pilihan masa depan, dan merancang dan memberikan cara membuat masa
depan.
Berdasarkan perbandingan ketiga teori di
atas, maka tidak ada teori yang lebih unggul disbanding teori lain. Ada
baiknya, untuk melakukan perubahan, dilakukan dengan cara mengolaborasikan dua
teori. Misalnya, model action research dengan
model positif.
REFERENSI
Afiff, H.
Faisal. Alternatif Model Perubahan (Bagian2).
(http://
sbm.binus.ac.id /2013/09/02/ alternatif-model-manajemen-perubahan-bagian-2/ diakses: 19 Mei 2015.
Cummings and
Worley. 2008. Organization Development
& Change, (Dikopi dari materi kuliah Pengembangan Organisasi &
Perubahan oleh Prof. Dr. Manahan P. Tampubolon, dalam format PDF, 17 Maret
2015).
Tampubolon,
Manahan. 2012. Perilaku Keorganisasian.
Bogor: Galia Indonesia.
ukessays.com /essays/business/kotter-and-lewins-change-and-positive-models-businessessay.php.
Kotter
and lewins change and positive models. (diakses: 19 Mei 2015).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar