Minggu, 19 Juli 2015

PERUBAHAN ORGANISASI PENDIDIKAN MENENGAH ATAS

PERUBAHAN ORGANISASI PENDIDIKAN MENENGAH ATAS

Aris Primasatya Zebua, S.Pd*
*Mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Kristen Indonesia
arisprimasatya@gmail.com 

 Abstraksi
Makalah ini membahas tentang pengembangan organisasi dan perubahan. Setiap organisasi pasti memikirkan kemajuan. Kemajuan hanya terjadi jika ada perubahan dalam organisasi tersebut. Perubahan ini bisa direncanakan. Ada tiga model perubahan terencana (planned change) yang akan dibahas yakni: model perubahan Lewin, model action research, dan model positif. Makalah ini juga dilengkapi dengan contoh penerapan teori-teori perubahan dalam dunia pendidikan. Misalnya, ketika terjadi perubahan kurikulum di Indonesia. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk menambah wawasan mengenai pengembangan organisasi dan perubahan bagi para pendidik, dan untuk membantu para pemimpin pendidikan dalam merancang perubahan di lembaga yang dipimpin. Di bagian akhir, terdapat perbandingan ketiga teori yang dibahas. Tidak ada model yang terbaik. Masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Oleh karena, itu penulis menyarankan untuk melakukan kolaborasi antara dua model perubahan.
Kata kunci: perubahan, lewin, action research, positif, pendidikan.

PENDAHULUAN
Pembahasan mengenai perubahan sama halnya dengan membahas tentang kemajuan (Manahan, 2012). Sebuah organisasi yang sudah besar pun akan mengalami perubahan. Karena jika tidak melakukan perubahan, organisasi tersebut akan kalah bersaing oleh organisasi-organisasi lain yang juga menghendaki kemajuan.
Sekolah sebagai sebuah organisasi juga harus memikirkan perubahan. Pengaruh faktor eksternal maupun internal dapat mendorong sekolah melakukan perubahan. Faktor eksternal misalnya perubahan kurikulum, lingkungan sosial, atau kebijakan pemerintah. Faktor internal misalnya budaya sekolah, fasilitas, sistem imbalan guru honor, faktor orang tua murid, dan lain-lain.
Makalah ini akan menganalisis dan membandingkan model-model dalam teori perubahan, antara lain model perbahan Lewin, model action research, model positif, serta contoh penerapannnya dalam dunia pendidikan khususnya pada pendidikan menengah.
MODEL PERUBAHAN LEWIN
Salah satu model awal dari perubahan terencana (planned change) diberikan oleh Kurt Lewin. Dia memahami perubahan sebagai modifikasi dari kekuatan-kekuatan mempertahankan perilaku sistem yang stabil. Dengan kata lain, menjauh dari zona kenyamanan. Secara khusus, bagian tertentu dari perilaku setiap waktu adalah hasil dari dua kelompok kekuatan: mereka yang berjuang untuk mempertahankan status quo (menentang perubahan) dan mereka mendorong/mendukung perubahan. Bila kekuatan kedua kelompok ini sama, artinya berada dalam keadaan seimbang, maka disebut “kesetimbangan kuasi-stasioner”. Kurt Lewin mengajukan teori tiga tahap perubahan dan sering disebut sebagai pencairan (unfreezing), tindakan (moving) dan pembekuan/pendinginan (refreezing).
1.      Unfreezing (Pencairan)
Unfreezing adalah tahap awal yang sangat penting untuk melakukan perubahan. Tahap ini membahas tentang persiapan untuk berubah. Atau suatu kesadaran dan pemahaman bahwa perubahan mulai diperlukan, serta bersiap-siap untuk mulai menjauh dari zona kenyamanan yang ada saat ini. Persiapan perubahan ini berlaku untuk perubahan secara individual maupun tim kerja. Hal yang diperhatikan adalah faktor pendukung dan penentang perubahan. Bila semakin banyak yang mendukung, maka perubahan mudah dilakukan. Sebaliknya, jika tidak, maka perubahan akan susah dilakukan. Karena itu, pada tahap ini setiap individu atau tim kerja diberi pemahaman bahwa sebuah organisasi memerlukan perubahan secara mendesak. Semakin besar anggota organisasi merasa perubahan mendesak diperlukan, semakin mudah pula melakukan perubahan.
Dalam dunia pendidikan, tahap unfreezing ini seperti ketika terjadi perubahan kurikulum. Hampir semua guru menolak perubahan itu. Karena itu, pemerintah melakukan sosialisasi. Pemerintah memberikan penjelasan tentang perlunya perubahan dalam sistem pendidikan. Perubahan terletak pada metode pembelajaran konvensional menjadi metode pembelajaran yang menghendaki keterlibatan siswa secara aktif. Dasar-dasat perubahan kurikulum dijelaskan secara detail dan logis. Sehingga reaksi guru yang awalnya menolak, pelan-pelan bisa menerima. Pihak-pihak yang menolak ‘dicairkan’ sehingga perubahan bisa dilakukan.

2.      Moving  (Tindakan)
Tahap ini menggeser perilaku organisasi, departemen, atau individu ke tingkat yang baru. Pengertiannya, bahwa organisasi sedang melakukan perubahan. Bisa pula dikatakan bahwa organisasi berada pada tahap transisi. Tahap ini merupakan tahap yang sulit karena organisasi menghadapi ketidakyakinan dan ketidakpastian akan arah perubahan. Oleh karena itu, diperlukan intervensi dalam sistem untuk mengembangkan perilaku baru, nilai-nilai, dan sikap melalui perubahan struktur organisasi dan proses. Misalnya: mengadakan pelatihan, pembinaan, umpan-balik yang semuanya merupakan bagian dari suatu proses.
Setelah guru-guru mulai menerima ide perubahan kurikulum, maka langkah selanjutnya yaitu memberikan pelatihan implementasi kurikulum. Tujuan pelatihan ini tentunya untuk mempersiapkan para pendidik dalam melaksanakan kurikulum baru. Konsep pelatihan didesain mirip proses pembelajaran di kelas. Isi pelatihan meliputi pemaparan metode-metode baru, penyusunan perangkat pembelajaran, penilaian, micro-teaching, dan peer-teaching. Tahap ini membutuhkan pihak yang memahami benar perubahan kurikulum. Para instruktur pelatihan merupakan orang-orang yang ahli, yang sudah menerapkan kurikulum baru.
3.      Freezing (Pembekuan)
Langkah ini menstabilkan organisasi di titik keseimbangan baru. Hal ini sering dilakukan melalui penggunaan mekanisme pendukung yang memperkuat keadaan organisasi baru, seperti budaya organisasi, imbalan, dan struktur. Perubahan diterima sebagai norma baru. Setiap anggota organisasi sudah merasa nyaman dengan aktivitas mereka.
Setelah melakukan pelatihan implementasi kurikulum, para guru telah dibekali pengetahuan dan keterampilan baru, maka kurikulum baru sudah menjadi sistem baru yang harus dilaksanakan. Inilah yang disebut proses proses stabilisasi.

MODEL ACTION RESEARCH
Model Penelitian Tindakan (action research) klasik berfokus pada perubahan terencana (planned change) sebagai proses siklus di mana penyelidikan awal tentang organisasi untuk menyediakan informasi. Informasi ini kemudian digunakan untuk tindakan selanjutnya. Berikut ini adalah penjelasan setiap langkah-langkah action research serta contoh penerapannya di sekolah.
1.      Identifikasi masalah.
Tahap ini biasanya dimulai ketika seorang eksekutif dalam organisasi atau seseorang dengan kekuasaan dan pengaruh merasa bahwa organisasi memiliki satu atau lebih masalah yang mungkin dipecahkan dengan bantuan praktisi organizational development (OD).
Misalnya di sebuah sekolah menengah atas (SMA) swasta terdapat beberapa masalah: nilai siswa menurun, banyak guru datang terlambat dan guru jarang di kelas. Pihak yayasan yang melihat keadaan ini mulai melakukan penyelidikan. Kemudian yayasan (sebagai klien) membentuk tim kerja atau meminta bantuan praktisi OD untuk mengidentifikasi masalah-masalah tersebut.
2.      Konsultasi dengan ahli ilmu perilaku (Behavioral Science Expert)
Konsultasi diadakan dengan ahli ilmu perilaku, misalnya konsultan OD, seorang psikolog organisasi, atau seseorang yang sama yang dapat menjelaskan penyebab khas dan solusi untuk suatu masalah, berdasarkan model-model tertentu yang ada. Konsultasi ini mengarah pada perencanaan metode untuk diagnosis.
Berdasarkan permasalahan di tahap pertama di atas, setelah identifikasi masalah dilakukan, maka langkah selanjutnya adalah mengonsultasikan semua permasalahan kepada ahli perilaku organisasi. Konsultasi ini bertujuan untuk mendapatkan metode yang tepat untuk diagnosis/penyelidikan masalah. Langkah selanjutnya adalah mengumpulkan data atau informasi.
3.      Mengumpulkan data dan Diagnosis Awal
Langkah ini biasanya diselesaikan oleh praktisi OD, Sering bersama dengan anggota organisasi. Ini melibatkan pengumpulan informasi yang tepat dan menganalisisnya untuk menentukan hal yang mendasari penyebab masalah organisasi. Empat metode dasar pengumpulan data yaitu wawancara, observasi proses, kuesioner, dan data kinerja organisasi.
4.      Tanggapan ke Klien atau Kelompok Kunci
Karena penelitian tindakan adalah suatu aktivitas kolaboratif, data diagnostik disampaikan kembali kepada klien, biasanya dalam kelompok atau rapat tim kerja. Langkah umpan balik, di mana anggota diberi informasi yang dikumpulkan oleh praktisi OD, membantu mereka menentukan kekuatan dan kelemahan organisasi atau unit yang diteliti. Konsultan menyediakan semua data yang relevan dan berguna kepada klien. Jelas, praktisi akan melindungi kerahasiaan sumber-sumber informasi dan, terkadang, bahkan mungkin menahan data. Menentukan apa yang relevan dan berguna termasuk pertimbangan privasi dan etika serta penilaian tentang apakah kelompok siap untuk menerima informasi atau jika informasi tersebut akan membuat klien terlalu defensif.
Contohnya, setelah pengumpulan data dilakukan (tahap ketiga), semua informasi yang diperoleh disampaikan kepada pihak yayasan atau tim kerja. Informasi-informasi tersebut dijaga kerahasiaannya, misalnya dengan tidak mencantumkan nama guru yang diselidiki, agar penyelidikan lanjut bisa dilakukan dengan benar tanpa disertai asumsi-asumsi lain yang tidak berhubungan dengan masalah.
5.      Diagnosis Bersama
Pada tahap ini, praktisi membantu klien untuk menafsirkan data dan membuat kesimpulan. Ada keterkaitan antara pengumpulan data, umpan balik, dan diagnosis karena konsultan merangkum data dasar dari klien dan menyajikan data kepada mereka untuk validasi dan diagnosis lebih lanjut.
6.      Perencanaan Aksi Bersama
Berikutnya, praktisi OD dan klien bersama-sama menyepakati tindakan lebih lanjut yang akan diambil. Ini adalah awal dari pergerakan proses (dijelaskan dalam model perubahan Lewin). Organisasi memutuskan bagaimana yang terbaik untuk mencapai perbedaan keseimbangan kuasi-stasioner. Pada tahap ini, tindakan khusus yang akan diambil tergantung pada budaya, teknologi dan lingkungan dari organisasi; diagnosis masalah; dan waktu dan biaya dari intervensi.
Aksi bersama merupakan masa trasisisi perubahan. Bila diagnosis dilakukan dan metode pemecahan masalah ditemukan, maka saatnya untuk melakukan pembinaan atau pelatihan. Misalnya, dari masalah nilai siswa menurun dan kinerja guru kurang baik, ternyata ditemukan bahwa sistem imbalan di SMA tersebut kurang baik sehingga memengaruhi motivasi kerja guru, masalah lain ternyata kepemimpinan kepala sekolah kurang baik dan kemampuan mengajar guru kurang.
Tindakan yang dilakukan atas penyebab masalah di atas adalah mengubah kebijakan sistem imbalan sehingga menguntungkan buat guru, melakukan pelatihan penyusunan perangkat pembelajaran, dan pelatihan kepempinan kepala sekolah.
7.      Aksi
Tahap ini melibatkan perubahan yang sebenarnya dari satu kondisi ke kondisi lain. Ini termasuk menggunakan metode dan prosedur baru, reorganisasi struktur dan desain pekerjaan, dan memperkuat perilaku baru. Tindakan tersebut biasanya tidak dapat segera dilaksanakan namun memerlukan masa transisi.
Di tahap aksi, perubahan telah berjalan meskipun membutuhkan penyesuaian bagi warga sekolah. Para guru yang tadinya terlambat, mulai datang tepat waktu meski didapati masih ada yang terlambat tapi jumlahnya menurun. Kepala sekolah juga membiasakan diri dengan gaya kepemimpinan yang baru, mungkin awalnya terlihat kaku, tapi lama-kelamaan berjalan dengan baik.
8.      Pengumpulan Data Setelah Aksi.
Karena penelitian tindakan merupakan proses siklus, data dikumpulkan lagi, untuk mengukur apakah pelaksanaannya berhasil, dan apakah pelaksanaannya memiliki efek yang diinginkan. Data ini diumpan balik ke organisasi. Pada akhirnya, dapat menyebabkan re-diagnosis dan tindakan baru.
Perubahan di SMA tersebut telah terjadi. Langkah berikutnya adalah mengumpulkan data untuk melihat apakah perubahan yang terjadi sudah seperti yang diharapkan oleh yayasan atau masih belum. Data-data ini akan menentukan tindakan baru lagi yang harus dilaksanakan.

MODEL POSITIF
Model positif berakar dari sikap positif bahwa sesuatu dapat menjadi lebih baik. Model ini berfokus pada hal positif atau hal yang baik yang ditemukan dalam organisasi. Karena itu, model ini tidak memerlukan masalah sebagai syarat awal, melainkan dimulai dari harapan bahwa sesuatu akan menjadi lebih baik. Hal ini menunjukkan bahwa orang akan bertindak dengan cara yang membuat harapan mereka terwujud. Dengan demikian, harapan positif tentang organisasi dapat memberikan energi dan mengarahkan perilaku ke arah membuat keyakinan itu terjadi.
Model positif dari perubahan terencana melibatkan lima fase:
1.      Memulai Penyelidikan
Tahap pertama ini menentukan subjek perubahan. Ini dapat berupa keinginan tim kerja untuk meningkatkan sesuatu yang selama ini merupakan isu dalam organisasi, misalnya sistem imbalan, isu gender, atau peningkatan produksi. Jika fokus penyelidikan adalah nyata dan penting untuk anggota organisasi, proses perubahan itu sendiri akan memberikan kesan-kesan positif.
Di bidang pendidikan, subjek perubahan bisa berupa metode pembelajaran, sistem imbalan (bagi guru honor), atau gaya kepemimpinan. Misalnya, sebuah SMA ingin mengembangkan metode pembelajaran yang langsung berhubungan dengan lingkungan sosial (live in). Metode pembelajaran ini bisa menjadi program unggulan bagi sekolah.
2.      Praktek Terbaik
Fase ini melibatkan pengumpulan informasi tentang "Apa yang Terbaik" dalam organisasi. Jika topik ini inovasi organisasi, maka anggota membantu untuk mengembangkan protokol wawancara yang berisi informasi tentang ide-ide baru yang dikembangkan dan diimplementasikan dalam organisasi. Wawancara dilakukan oleh anggota organisasi; mereka mewawancarai satu sama lain dan menceritakan kisah-kisah dari inovasi di mana mereka secara pribadi terlibat. Cerita-cerita ini ditarik bersama-sama untuk membuat kumpulan informasi yang menggambarkan organisasi sebagai suatu sistem yang inovatif.
Untuk mengumpulkan informasi tentang apa yang terbaik yang harus dilakukan yaitu dengan cara melakukan studi banding dengan sekolah yang pernah melaksanakan metode sejenis. Dalam studi banding itu dilakukan wawancara atau mendengarkan kisah-kisah yang pernah dilakukan. Berbagai informasi mengenai metode live in dijadikan pembanding untuk sekolah sendiri apakah perlu dimodifikasi atau tidak.
3.      Temukan Tema
Pada tahap ketiga ini, anggota memeriksa cerita, baik besar dan kecil, untuk mengidentifikasi satu set tema yang mewakili dimensi umum pengalaman orang. Misalnya, cerita inovasi mungkin berisi tema tentang bagaimana manajer memberi orang kebebasan untuk mengeksplorasi ide baru, dukungan anggota organisasi yang diterima dari rekan kerja mereka, atau bagaimana paparan pelanggan memicu pemikiran kreatif. Tidak ada tema yang terlalu kecil untuk diwakili; adalah penting bahwa semua mekanisme yang mendasari yang membantu untuk menghasilkan dan mendukung tema digambarkan. Tema merupakan dasar untuk bergerak dari "apa yang"  untuk "apa yang bisa."
Live-in bisa dijadikan tema  untuk program pembelajaran baru di antara sekian tema yang diajukan. Alasannya mungkin karena metode ini lebih menarik dan lebih menantang, mampu menumbuhkan rasa tanggung jawab, empati, kemandirian bagi para siswa.
4.      Membayangkan Pilihan Masa Depan
Anggota-anggota kemudian memeriksa tema yang teridentifikasi, tantangan status quo, dan menggambarkan masa depan yang menarik. Berdasarkan keberhasilan masa lalu organisasi, anggota secara kolektif memvisualisasikan masa depan organisasi dan mengembangkan "berbagai kemungkinan proposisi" – pernyataan-pernyataan  yang menjembatani  praktek organisasi terbaik saat ini dengan kemungkinan ideal untuk pengorganisasian masa depan. Proposisi-proposisi ini harus menyajikan gambaran yang benar-benar menarik, provokatif, dan kemungkinan masa depan. Berdasarkan kemungkinan ini, anggota mengidentifikasi pemangku kepentingan yang relevan dan proses organisasi penting yang harus selaras untuk mendukung munculnya masa depan dibayangkan. Visi menjadi sebuah pernyataan dari "apa yang seharusnya."
5.      Merancang dan Memberikan Cara Membuat Masa Depan.
Tahap akhir melibatkan desain dan pemberian cara untuk membuat masa depan. Ini menggambarkan kegiatan dan menciptakan rencana yang diperlukan untuk membawa visi. Ini dilanjutkan ke tindakan dan penilaian tahap mirip dengan penelitian tindakan dijelaskan sebelumnya. Anggota membuat perubahan, menilai hasil, membuat penyesuaian yang diperlukan, dan sebagainya karena mereka bergerak organisasi menuju visi dan mempertahankan "apa yang akan." Proses dilanjutkan dengan memperbaharui percakapan tentang yang terbaik dari apa yang ada.
Berdasarkan program live-in yang sudah dipilih sebagai metode pembelajaran baru di suatu SMA, maka kemudian dirancang sebuah sistem baru untuk mendukung pelaksanaannya. Misalnya, hari efektif belajar siswa yang biasanya selalu di kelas saja diubah menjadi beberapa bagian. Pertama, seperti biasa ada pembelajaran di kelas. Kedua, disediakan beberapa hari atau minggu (misalnya seminggu) khusus untuk program live-in. satu minggu ini yang ditentukan ini menjadi hari di mana para peserta didik langsung berhubungan dengan dunia social, seperti pedagang, pengrajin, pemulung, atau petani. Tiap setahun, bila menemungkinkan, program ini dilaksanakan. Jika tidak, mungkin diadakan dua tahun sekali. Inilah program baru yang menjadi program unggulan di sebuah SMA.

PERBANDINGAN TEORI LEWIN, ACTION RESEARCH, DAN POSITIF
            Setelah membahas ketiga teori dalam perubahan terencana (planned change), kita dapat melihat perbedaan antara ketiganya. Masing-masing teori memiliki kelemahan dan kekuatan. Teori perubahan Lewin, misalnya, terlalu sederhana. Kemudian di tahap akhir yaitu unfreezing agak bertentangan dengan perubahan itu sendiri. Karena dalam tahap ini terjadi stabilisasi organisasi seolah-olah struktur baru tersebut sudah mantap dan tidak bisa diubah-ubah lagi. Namun, teori perubahan Lewin, bisa membantu kita untuk melihat kekuatan-kekuatan yang tidak mendukung perubahan. Dengan mengetahui hal ini, kita bisa menyusun strategi yang tepat untuk menghadapi penolakan perubahan.
            Model action research dalam penerapannya memang sudah bagus. Setelah melakukan proses perubahan, ada siklus berulang yang memungkinkan kita untuk mengevaluasi apakah perubahan sudah sesuai dengan yang diharapkan. Sama seperti model perubahan Lewin, model action research masih berfokus pada masalah dan bagaimana pemecahannya. Sehingga kelihatannya kita hanya memecahkan masalah saja, bukan membawa perubahan pada organisasi.
            Berbeda dengan kedua teori sebelumnya, model positif lebih berfokus pada hal positif dalam organisasi. Hal positif ini kemudian dikembangkan sehingga membawa perubahan bagi organisasi. Kelemahan model ini, menurut saya, tidak mampu melihat masalah yang ada secara detail.

KESIMPULAN
            Ada tiga model perubahan terencana (planned change) yakni: model perubahan Lewin, model action research, dan model positif. Model perubahan Lewin meliputi: unfreezing (Pencairan), Moving  (Tindakan). Freezing (Pembekuan). Model action research meliputi: identifikasi masalah, konsultasi dengan ahli ilmu perilaku, tanggapan ke klien atau kelompok kunci, diagnosis bersama, perencanaan aksi bersama, aksi, dan  pengumpulan data setelah aksi. Model positif meliputi: memulai penyelidikan, praktik terbaik, temukan tema, membayangkan pilihan masa depan, dan merancang dan memberikan cara membuat masa depan.
Berdasarkan perbandingan ketiga teori di atas, maka tidak ada teori yang lebih unggul disbanding teori lain. Ada baiknya, untuk melakukan perubahan, dilakukan dengan cara mengolaborasikan dua teori. Misalnya, model action research dengan model positif.

REFERENSI
Afiff, H. Faisal. Alternatif Model Perubahan (Bagian2). (http:// sbm.binus.ac.id /2013/09/02/ alternatif-model-manajemen-perubahan-bagian-2/ diakses: 19 Mei 2015.
Cummings and Worley. 2008. Organization Development & Change, (Dikopi dari materi kuliah Pengembangan Organisasi & Perubahan oleh Prof. Dr. Manahan P. Tampubolon, dalam format PDF, 17 Maret 2015).
Tampubolon, Manahan. 2012. Perilaku Keorganisasian. Bogor: Galia Indonesia.
ukessays.com /essays/business/kotter-and-lewins-change-and-positive-models-businessessay.php. Kotter and lewins change and positive models.  (diakses: 19 Mei 2015).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar