Di postingan sebelumnya saya menuliskan tentang peristiwa Natal yang menjadi teguran/tamparan bagi manusia yang mengasihi materi. Natal menjadi momen yang menyadarkan umat manusia.
Mengapa kita tidak boleh mengasihi materi? Karena materi bukanlah Tuhan; materi adalah berhala seandainya kita mengasihinya. Karena mengasihi materi sama dengan mengasihi kekosongan. Apa yang diharapkan dari kekosongan? Tidak ada apa-apa di sana. Inilah hebatnya materialisme yaitu bahwa materi memiliki daya pikat yang besar. Namun, bagi orang yang terpikat olehnya akan mengalami kekecewaan yang besar. Semakin besar ia berharap, semakin besar rasa kecewa yang ia alami.
Mengapa orang terpikat materi? Karena manusia telah menjauh dari Tuhan. Manusia telah berdosa. Dosa telah menciptakan kekosongan dalam hati dan jiwa manusia. Manusia terus berusaha mengisi kekosongan ini dengan caranya sendiri. Manusia mengisinya dengan ritual keagamaan, uang, harta, popularitas, kenikmatan duniawi, dan lain-lain. Manusia terjebak di dalam semua itu. Seolah-olah jiwanya telah terisi. Namun sesungguhnya jiwa manusia masih kosong.
Kekosongan dalam jiwa manusia tidak bisa diisi oleh materi, popularitas, jabatan, bahkan dengan ritual keagamaan sekali pun. Kekosongan dalam hati dan jiwa manusia hanya bisa dipuaskan oleh Allah. Karena itulah, dalam kekristenan, Allah datang kepada manusia. Usaha manusia akan sia-sia dalam mengisi kekosongan jiwanya. Namun, Allah, dengan kasih-Nya, mendatangi umatnya melalui Yesus Kristus. Di dalam DIA, hati dan jiwa manusia tidak hanya terisi, tetapi juga mengalami kepuasan. Allah sumber berkat, termasuk materi, telah memberikan 'segalanya' yaitu Diri-Nya sendiri. Adakah alasan bagi manusia untuk mencari pengisi jiwanya di tempat lain (kekuasaan, materi, atau kemajuan teknologi)? Kalau saja manusia mengenal Allah di dalam Yesus Kristus, maka tidak ada tempat lain selain di dalam Pribadi Yesus Kristus. Percayalah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar