Kamis, 04 Desember 2014

Cerita Penjual Nasi Goreng

Tulisan awal bulan desember 2014 ini tentang penjual nasi goreng. Siapa yang tidak kenal nasi goreng? Keterlaluan. Presiden Obama saja suka.

Ada penjual nasi goreng di depan rumah. Awalnya hanya satu, yaitu seorang kakek dengan gerobaknya. Setiap malam ia datang sambil memukul tongkat besi dengan sendok. Bunyi ketukan sendok dan tongkat besi itulah pertanda ia datang. Kemudian ia memarkir gerobaknya di seberang jalan persis di depan sebuah kios kosong yang sudah lama ditinggal oleh penghuninya. Di pintu besi kios itu tertulis "dikontrakkan". Di sebelah kios itu ada dua kios lagi yang tengah diisi oleh penjual pulsa dan yang ujung satunya lagi penjual es kelapa yang hanya aktif di siang hari. Si kakek penjual ini biasanya duduk-duduk dekat gerobaknya sambil menunggu pembeli datang. Biasanya para penghuni kos-kosan yang ada di sekitar situ. Aku sering juga membeli nasi gorengnya. Tapi aku heran kenapa kakek penjual nasi goreng itu tidak menyewa saja kios kosong itu untuk berjualan. Itu lebih baik, kupikir, daripada harus mendorong gerobak setiap hari. Tapi, ah, itu urusannya. Bukan urusanku.

Beberapa minggu kemudian. Kios yang biasanya si kakek penjual memarkir gerobaknya ternyata sudah berpenghuni. Yaitu seorang pedagang. Ternyata, penghuni baru kios itu adalah penjual nasi goreng juga. Sejak kios itu buka, si kakek penjual tadi tidak pernah lagi kulihat muncul untuk beberapa hari. Awalnya aku enggan untuk membeli nasi goreng dari si penjual baru ini, karena sudah 'berlangganan' dengan si kakek. Tapi suatu hari kucoba untuk membeli nasi gorengnya. Ternyata enak juga. Sambil menunggu nasi yang sedang digoreng aku mengajak penjualnya bicara, seperti yang biasa kulakukan dengan si kakek penjual. Penjual yang baru ini masih muda. Sebelumnya ia berdagang di Jakarta. Namun, karena ada penggusuran di beberapa wilayah, termasuk tempat ia berjualan, akhirnya ia pindah ke daerah Bogor, tempatnya sekarang, dengan menyewa sebuah kios. Itulah ceritanya mengapa si penjual baru berada di situ.

Sekarang ada dua penjual nasi goreng di depan tempat tinggalku. Bingung mau beli yang mana. Tapi aneh juga mengapa si kakek itu masih bertahan jualan padahal sudah ada penjual yang menetap di kios itu. Coba ia berkeliling mendorong gerobaknya di tempat lain, mungkin banyak yang akan membeli.

Pertanyaan yang muncul berikutnya di benakku adalah apa tidak ada lagi usaha lain selain nasi goreng? Inilah tantangan hidup. Tantangan hidup ini sebaiknya dihadapi dengan kreativitas. Kalau jadi pekerja kantoran sih enak, jam berangkat dan jam pulang sudah ketahuan. Tapi kalau mau usaha sendiri harusnya cari usaha yang baru atau lokasi yang baru. Kalau semua, misalnya, jadi penjual nasi goreng, pasti merugi. Kecuali kalau berani bertaruh dengan kualitas. Artinya, walau pun sama dengan orang lain, tapi soal kualitas kitalah yang nomor satu.

Begitulah cerita awal desember tahun ini. Karena setiap minggu selalu hujan dan cuaca dingin, maka nasi gorenglah yang menjadi pilihan makan malamku kadang-kadang. Tapi, di mana aku beli, hanya aku yang tahu?hehehe

Tidak ada komentar:

Posting Komentar