Kamis, 18 Oktober 2018

Belajar dari Tokoh, George Muller


Pada tulisan sebelumnya aku menyebut seorang tokoh yang disebut sebagai sang raksasa iman. Dia adalah George Muller. Kehidupannya diabadikan dalam sebuah buku berjudul “George Muller: Jawaban-jawaban doa sang raksasa iman” yang ditulis oleh Roger Steer. Buku ini kudapatkan secara cuma-cuma yaitu sebagai hadiah ulang tahunku pada tahun 2008. Sepuluh tahun yang lalu. Buku ini sangat memengaruhiku setelah membacanya hingga saat ini.

Nama George Muller sendiri kudengar sekitar tahun 2006 dari seorang pendeta kampus dari Korea, Mr. Kim. Beliau memperkenalkan Muller kepada kami. Maksudku kami di sini adalah anak-anak asrama. Aku selama kuliah tinggal di asrama sebagai salah satu mahasiswa yang mendapat anugerah beasiswa penuh. Tapi karena Mr. Kim berasal dari Korea, ia menyebutkan nama George Muller dengan logat Korea dan itu terdengar lucu (Jojo Milo, kira-kira seperti itu) sehingga teman-teman asrama sering menertawakannya. Saat itu mereka, termasuk aku, belum mengenal nama George Muller  (tapi aku tidak ikut-ikutan menertawakan Mr. Kim lho...). Ternyata dia seorang tokoh besar. Dan teman-temanku tadi sebenarnya menertawakan kebodohan mereka.

George Muller lahir pada tanggal 27 September 1805. Dia pernah mencuri uang ayahnya, dipenjara, menipu rekannya, dan hidup berfoya-foya sampai kasih Yesus mendesaknya hidup dalam persekutuan dengan Tuhan dan sesama. Sejak mengalami hidup baru, hidupnya selalu dimulai dengan bertanya pada Tuhan.

Segala sesuatu selalu diawali dengan doa. Begitulah hidup George Muller. Di saat ingin memulai sebuah pelayanan, berkhotbah, atau aktivitas sehari-hari selalu diawali dengan berdoa dan didasari dengan Firman Tuhan. Termasuk ketika ia jatuh cinta kepada seorang gadis, Mary Groves. Ia terus berdoa mengenai pemilihan pasangan hidupnya itu.

Setelah menikah, ia bermaksud menghentikan menerima gaji dari gereja. Sebab gajinya itu berasal bangku yang disewakan kepada jemaat. Ia berkata, tidak akan ada lagi “mendatangi manusia, tapi mendatangi Tuhan.  George Muller dan istri bermaksud menerapkan Firman Tuhan secara harafiah “juallah segala milikmu dan berikanlah sedekah!” (Lukas 12:33). Sangat radikal.

Keputusan George Muller di atas merupakan hal yang sangat menarik untuk diikuti selanjutnya. Sejak itu Muller benar-benar bergantung total kepada Tuhan. Ia meminta hanya kepada Tuhan. Ia tidak memberitahukan kondisi dan kebutuhan mereka kepada teman-temannya – betapa pun buruknya kondisi mereka. Alasannya, agar teman dan sahabatnya tidak berbelas kasihan.

Setelah penjadi pengkhotbah di sebuah gereja selama beberapa waktu, George Muller pun memutuskan “resign” dari gereja tersebut. Karena ia merasakan bahwa Tuhan memanggilnya melakukan sesuatu di Bristol.

Di sana ia sangat tergerak melihat anak-anak yang meminta-minta di jalan. Sejak itulah ia merencanakan untuk membangun sebuah panti asuhan bagi anak yatim piatu. Panti asuhan bagi anak-anak yang benar-benar tidak memiliki orang tua maupun sanak saudara sebagai penopang hidup.

George Muller terus mendoakan gagasannya ini hingga beberapa waktu. Ia juga menguji motifnya dengan bertanya kepada dirinya sendiri apakah seluruh gagasan itu tidak berasal dari hasrat untuk mencari kemuliaan bagi dirinya sendiri. Ia juga meminta saran temannya untuk menyelidiki hatinya.

Dalam pergumulan itu, George Muller tetap memegang prinsip bahwa tidak akan ada meminta kepada manusia, tapi meminta kepada Tuhan. Ia berdoa hanya kepada Tuhan agar Tuhan menggerakkan hati orang-orang membantunya. Seperti sebelum-sebelumnya, ia pun tidak memberitahukan kebutuhan atau kondisi yang ia alami.

Jawaban doanya terkabul satu per satu. Apa yang ia butuhkan untuk keperluan panti asuhan tersebut terwujud tepat seperti yang ia minta. Ada saja orang-orang yang tergerak untuk memberi. Ada saja orang-orang yang tergerak memberi diri menjadi pekerja yang bersedia tidak dibayar. Sehingga ketika segala sesuatu sudah siap, maka ia pun mulai mendoakan anak-anak yatim piatu yang akan tinggal di panti asuhannya itu.

Tahun pertama (April 1836) mereka menerima tiga puluh anak. Kemudian Oktober bertambah lagi tiga puluh anak. Selanjutnya Juni 1837, ia membuka panti asuhan lagi yang menampung empat puluh anak laki-laki. Jumlahnya pun terus bertambah hingga ribuan. Kira-kira bagaimana ya memenuhi kebutuhan anak panti yang banyak itu? Dengan hanya mengandalkan “sumbangan” orang dari hasil doa?

Apakah George Muller dan para asistennya menghadapi kekurangan makanan, uang, dan kebutuhan lainnya? ya, sering. Namun, George Muller tetap berdoa kepada Tuhan. Ajaib sekali, bantuan selalu datang tepat pada saat dibutuhkan. Aku sendiri tidak bisa membayangkan bila di posisi tersebut.

Berdasarkan pengalaman hidupnya yang sangat radikal itu, George Muller berbagi mengenai doa yang baik dan benar. Pertama, permohonan kita harus menurut kehendak Allah. Kedua, kita tidak boleh meminta untuk kebaikan atau keuntungan kita sendiri, tetapi ‘dalam nama Tuhan Yesus Kristus’. Ketiga, kita harus melatih iman dengan kuasa dan kesediaan Allah untuk menjawab doa kita. Keempat, kita harus terus bersabar menunggu Allah hingga berkat yang kita cari diberikan. “Mintalah, dan kamu akan menerima” bukanlah masalah waktu, jadi bersabarlah.

Selanjutnya ia berkata juga, “ketika aku sedang berdoa Dia berbicara kepada satu orang dan orang lain, di benua ini dan di benua lain, agar mengirimkan bantuan kepada kami”. Wow, itulah kesaksian yang luar biasa betapa kuasa doa itu sungguh nyata.

Apakah iman seorang George Muller berbeda dengan iman orang percaya lainnya? Ternyata pengakuannya sendiri adalah: “imanku adalah iman yang sama dengan iman yang ditemukan di dalam diri setiap orang percaya. Cobalah sendiri dan kau akan melihat pertolongan Allah, jika kau percaya kepada-Nya?”

Apa yang kita lakukan untuk memperkuat iman kita? Inilah saran dari George Muller: 1) bacalah Alkitab baik-baik agar kita mengetahui lebih banyak lagi karakter Allah; 2) jagalah hati nurani tetap bersih. Jangan biasakan melakukan apa yang tidak disukai Allah; 3) janganlah menghindari situasi saat imanmu sedang diuji.

George Muller meninggal dunia pada tanggal 10 Maret 1898. Ia meninggalkan harta yang paling berharga yaitu bahwa iman orang percaya itu terbukti sungguh nyata.

Apa yang kupelajari?
Tuhan mendengarkan doaku. Dia mengetahui kebutuhanku dan pasti memenuhinya pada waktu yang sangat tepat sesuai kehendak-Nya. Akulah yang sering tidak tekun berdoa. Aku sering pula berdoa sesuai kehendakku, bukan kehendak Tuhan.

Kuasa doa itu sungguh nyata. Banyak orang ragu akan hal ini. Beberapa orang juga jatuh kepada ekstrim lain yaitu hanya mengandalkan doa tanpa kerja atau usaha. Orang yang seperti ini menganggap doa seperti sihir. Duduk diam dan menanti jawaban turun dari langit. Doa tidak seperti itu. Doa memang sesuatu yang supernatural, namun bukan sihir. Doa merupakan konsekuensi dari perjalanan bersama Allah.

Perjalanan bersama Allah menuntut ketaatan dan kekudusan hidup. Sebab itu kita pun berdoa dalam kekudusan hidup dan ketaatan melakukan Firman-Nya. Aku terus berjuang dalam hal ini. Aku membutuhkan bimbingan Roh Kudus agar bisa berjalan bersama Allah setiap saat.

Sebenarnya dalam segala sesuatu Allah-lah yang bekerja. Aku tidak dapat berbuat apa-apa jika di luar Tuhan (Yohanes 15:5). Tinggal di dalam Yesus Kristus. Itulah intinya.

Saat ini, aku sedang mendoakan mengenai teman hidupku. Dan terus mengujinya di dalam doa. Meminta pada Tuhan agar Dia memilihkanku pasangan hidup yang tepat bagiku (selama mendoakan ini aku terus menyadari bahwa aku tidak layak bagi siapa pun. Tapi ini bukan perasaan rendah diri. Lebih pada refleksi diri. Artinya semakin aku berdoa, semakin aku mengenali diriku bukanlah siapa-siapa tanpa Allah). Dan berharap pada Tuhan agar Dia memberiku seseorang (dengan menyebut sebuah nama) yang dengannya aku bisa menikmati kehidupan doa. Aku telah siap seandainya Tuhan menjawab tidak seperti yang kuinginkan.

George Muller juga memberi teladan dalam menggumuli pasangan hidup. Tuhan memberikannya pasangan hidup yang mendukung pelayanannya sebagai pengkhotbah dan sebagai pendiri panti asuhan. Ia selalu berkata pada istrinya, “sayangku, Allah sendiri yang memilih dirimu untukku, sebagai istri yang paling cocok yang aku harap dapat aku miliki.” Indah sekali. 


Keterangan:
Bila seseorang yang kusebut namanya dalam doaku setahun ini membaca tulisan ini, semoga saja dia merasakan ada malaikat yang melindunginya. Dalam doaku, kuminta pada Tuhan untuk mengirim malaikat melindunginya.

1 komentar: