Minggu, 07 Oktober 2018

Taat pada Panggilan Tuhan


Seorang teman curhat, dia akan diangkat menjadi ketua di suatu bagian di kantornya. Isi curhatnya adalah ia tidak mampu, belum layak, masih ada karyawan lain yang lebih pantas, dan berbagai alasan lainnya. Dilihat dari pengalaman kerjanya sebenarnya dia sudah pantas dipromosikan menjadi ketua di bagian tersebut. 

Aku pun pernah di posisi itu. Berbagai alasan keluar demi menolak tugas dan tanggung jawab yang lebih besar. Manusia memang penghasil alasan. 

Namun aku belajar dari seorang tokoh besar yang pernah ada. Dia adalah Musa. Seorang nabi yang sangat ternama sepanjang masa. Aku tidak ada apa-apanya dibanding Nabi Musa. Jauh...
Musa sebagai tokoh besar, ternyata pernah menolak panggilan Tuhan dengan berbagai alasan. Dia berbantah dengan Tuhan. Saat tiba di gunung Horeb, ia melihat semak duri yang menyala, tetapi tidak dimakan api. Singkatnya, Tuhan menemui dia. Tuhan hendak mengutus Musa untuk membawa umat Israel keluar dari Mesir.

Sebagai manusia biasa, mungkin kita akan berpikir: “Musa pasti bisa”, “Musa itu tokoh besar”, dan lain-lain. Eits jangan salah, nyatanya, Musa tidak langsung menerima panggilan Tuhan. Malahan dia berbantah dengan Tuhan.

Ini dia bantahan demi bantahan Musa (Keluaran 3 – 4):
“Siapakah aku ini, maka aku yang akan menghadap Firaun dan membawa orang Israel keluar dari Mesir” (ayat 11/3)
“Tetapi bila aku mendapatkan orang Israel dan berkata kepada mereka: Allah nenek moyangmu telah mengutus aku kepadamu: bagaimana tentang nama-Nya? – apakah yang harus kujawab kepada mereka?” (ayat 13/3)
“Bagaimana jika mereka tidak percaya kepadaku dan tidak mendengarkan perkataanku, melainkan berkata: TUHAN tidak menampakkan diri kepadamu?” (ayat ¼)
“Ah, Tuhan, aku ini tidak pandai bicara, dahulu pun tidak dan sejak Engkau berfirman kepada hamba-Mu pun tidak, sebab aku berat mulut dan lidah.” (ayat 10/4)
“Ah, Tuhan, utuslah kiranya siapa saja yang patut Kauutus.” (ayat 13/4)

Sebuah ide ganjil muncul di benakku.
Ketika Tuhan memanggil nama Musa, bayangkan bila itu adalah namamu. 
"Aris, Aris!". "Siapa yang menyebut namaku?" Pikirku. Mirip kutipan cerpen ya hehehe. Itu kalau namaku yang dipanggil ya...

Kemudian, bayangkanlah ekspresi Musa ketika berbantah dengan Tuhan! Mungkin wajahnya cemberut ketika berkata ‘siapakah aku ini’ sambil menundukkan kepala seakan merendah.  Wajah-bingungnya terbentuk kala berkata tentang respons orang Israel mengenai nama Tuhan.  Dengan sopan – atau sebaliknya – ia berkata ‘utuslah kiranya siapa saja yang patut Kauutus’. (saran: jangan lakukan ide ini! Cukup kembali kepada Alkitab).

Lalu apa yang bisa kita pelajari:
Pertama, Tuhan hadir secara personal kepada Musa. Tuhanlah yang pertama kali menyapa Musa dengan meyebut namanya. Allah yang menciptakan alam semesta ini bersedia hadir di depan manusia ciptaan-Nya. Luar biasa! Apakah kita menyadari bahwa Tuhan sesungguhnya ada di dekat, tepat di sisi kita? 

Kedua, kehadiran Allah bermaksud untuk memanggil anak-anak-Nya untuk misi tertentu dan menyatakan penyertaan-Nya. Tuhan sendiri berkata: bukankah Aku akan menyertai engkau? Saat Tuhan memanggil, kita suka sekali menciptakan alasan yang kelihatan masuk akal. Namun, lupa bahwa Allah sesungguhnya menyertai. Aku yakin ‘menyertai’ di sini adalah “benar-benar ada” atau “benar-benar hadir” di sisi kita secara harafiah.

Atau, seringkali ketika sibuk bekerja, kita lupa penyertaan Allah. Sehingga ketika kelelahan, tantangan, atau ancaman datang, kita merasa berjuang sendiri.

Ketiga, ketika sudah tahu siapa yang memanggil seharusnya respons kita adalah taat. Ketika Musa berkata kepada Tuhan, utuslah yang lain, maka bangkitlah murka Tuhan. Secara tidak langsung Musa berkata aku tidak mau, aku kan memiliki kekurangan, aku tidak layak.  Oleh karena itu, Tuhan murka. Konsekuensi dari ketidaktaatan adalah murka Allah. 

Keempat, Tuhan tahu kekurangan atau kelemahan kita. Tuhan akan menyediakan seorang “Harun” kepada kita untuk mengatasi kelemahan kita. Betapa baiknya Tuhan itu.

Semoga saja kita memilih untuk taat melakukan kehendak Tuhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar