Rabu, 24 Oktober 2018

Mimpi

Beberapa bulan lalu aku bermimpi dalam tidurku. Ada mimpi buruk dan ada mimpi indah. Kadang aku bermimpi tentang kampungku, kadang tentang rumah, kadang tentang keadaanku saat ini, kadang juga tidak jelas atau terlupakan sesaat setelah terjaga dari tidur. Anehnya tiap kali aku bermimpi tentang rumah, selalu yang 'terlihat' adalah rumah kami yang lama. Mungkin memori yang terekam baik di otakku adalah rumah kami yang lama. Di rumah itu aku tinggal sejak kelas 1 SD hingga masuk SMA. Sementara rumah kami yang sekarang, waktu itu masih proses penyelesaian, meskipun sudah bisa ditempati.

Aku beberapa kali memimpikan rumah kami yang lama. Sehingga aku bisa mengingat detailnya. Dulu pertama kali aku ke situ lantainya masih pasir pantai. Dinding kayu dan ada lotengnya. Belum ada listrik. Jadi masih pakai lampu semprong. Di sebelah kiri ada pohon jambu dan belimbing yang akar-akarnya muncul ke permukaan tanah. Di sisi kanan ada pisang kipas dan rerumputan liar. Di belakang rumah, agak menurun, ada pohon jeruk dan kebun. Di situ juga ada sumur. Nah, di halaman belakang inilah 'rumah kami yang sekarang' dibangun.

Setelah rumah baru ditempati secara permanen, rumah lama yang berada di depannya pun dibongkar. Saat itu aku sudah merantau ke Jakarta demi masa depan, cieelah. Artinya aku hanya menempati rumah baru kami tidak begitu lama.

Di atas aku bicara soal mimpi dalam arti bunga tidur. Katanya, mimpi itu terjadi karena saat tidur otak bekerja untuk menghapus sebagian memori yang tersimpan. Saat proses itulah mimpi terjadi.

Namun, ada arti mimpi yang sama sekali berbeda dengan ceritaku di atas. Mimpi yang memiliki arti angan-angan atau cita-cita. Ya, itu yang kumaksud. Semua orang pasti pernah punya mimpi. Ada yang mampu membuatnya menjadi kenyataan, ada juga yang tidak.

Seberapa besarkah mimpi yang kau miliki? Apakah kau rela mengorbankan segalanya demi meraih mimpi-mimpimu? Pertanyaan ini sering ditanyakan kepada orang yang mempunyai mimpi. Biasanya dimaksudkan untuk menguji dan menyelidiki orang tersebut. Karena tidak jarang ditemui ada orang memiliki mimpi yang mustahil ia wujudkan, atau, ekstrimnya, terlalu berbahaya untuk diwujudkan. Orang seperti ini tidak mempertimbangkan kemampuannya, waktu yang ada, dana, umurnya, dan dampak mimpinya bagi lingkungan sekitar.

Terlepas dari itu, apakah penting memiliki mimpi? Menurutku sih sangat penting. Mimpi atau cita-cita membantu kita mengarahkan langkah. Arah mana yang akan ditempuh, kebutuhan apa saja yang perlu dipersiapkan, risiko apa yang akan terjadi, dlsb. Bila suatu saat ternyata mimpi itu tidak tercapai, mudah bagi kita untuk mengevaluasinya, lalu mengubah arah bila perlu. Bahkan mengubah mimpi itu sendiri. Sering juga di tengah jalan, orang mengganti mimpinya karena alasan tertentu. Lain lagi dengan orang yang pernah punya mimpi, tapi karena kendala tertentu, maka ia membiarkan mimpinya tetap menjadi mimpi.

Orang yang rela mengubur mimpinya demi orang lain menurutku luar biasa. Banyak kisah nyata tentang ini. Seperti anak yang rela berhenti sekolah demi membantu orang tuanya mencari kebutuhan sehari-hari, seperti seorang ibu yang rela mengubur harapannya memiliki perhiasan mewah demi pendidikan si buah hati, dan masih banyak lagi. Dan hal terbaik yang lebih dari itu adalah orang yang rela mengubur mimpinya oleh karena Tuhan ternyata berkehendak lain baginya. Dia lebih memilih untuk taat.

Di sisi lain, ada pula orang yang rela meninggalkan orang-orang terkasihnya demi meraih mimpi setinggi-tingginya. Pantang pulang sebelum sukses. Memang terlihat seolah-olah memiliki mimpi adalah hal yang buruk. Lebih memilih menggapai mimpi ketimbang orang terkasih. Tidak salah. Yang salah adalah ambisi meraih mimpi itu didasari oleh kepentingan pribadi, keuntungan yang dinikmati sendiri, atau kebanggaan diri sendiri. Sehingga tidak lagi peduli pada yang lain. Yang salah adalah ambisi meraih mimpi itu ternyata bertentangan dengan kehendak Tuhan.

Mengorbankan mimpi atau cita-cita jangan sampai merugikan diri sendiri. Jika itu perlu diraih, raihlah. Jika itu perlu ditunda, ya lakukan. Jika bukan kehendak Tuhan, taati. Sama halnya juga, meraih mimpi jangan sampai merugikan orang lain. Intinya adalah jika punya mimpi, maka ujilah mimpi itu. Apakah motifnya untuk kemuliaan bagi diri sendiri? Sesuaikah dengan kehendak Tuhan?

Sebesar apapun mimpi kita, sejatinya, harus membawa kemuliaan bagi Tuhan. Jangan pernah mencuri kemuliaan untuk diri sendiri. Pikirkan pula orang-orang terdekat kita. Jangan-jangan kita masih dibutuhkan di dekat mereka. Pikirkan pula dampak dari mimpi kita. Bila tidak membawa berkat bagi sesama, ujilah kembali. Setiap orang percaya diberkati untuk memberkati orang lain.

Aku pun punya mimpi yang membuatku meninggalkan kampung halaman. Hal ini terus kuuji dalam setiap permohonanku dalam doa. Juga telah membahasnya dengan keluarga di kampung. Untuk saat ini, dalam anugerah-Nya, Tuhan terus membimbingku. Dan bila Dia memanggilku untuk sebuah panggilan khusus, di mana pun, maka aku siap. Karena aku percaya, dikuatkan oleh bukti kasih-Nya selama ini, bahwa Tuhan pasti menyertaiku. Asal aku setia. Bahkan Dia akan menempatkan seseorang menjadi penolong bagiku, yaitu teman hidup yang tepat, untuk menggenapi misi-Nya melalui diriku.

Beranilah bermimpi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar