Tanggal 24 kemarin pelatihan implementasi kurikulum 2013 yang kuikuti pun berakhir. Banyak teman baru dan ilmu yang didapat. Bisa berbagi cerita dan pengalaman selama pelatihan merupakan hal terbaik. Mendengar pengalaman dari guru-guru senior dan semua keberhasilan mereka memberikan motivasi buat semua peserta dalam melaksanakan tugas. Selama pelatihan tentu ada perbedaan pendapat, ada juga yang sering datang terlambat, ada yang terlihat ingin menonjol sendiri, dan masih banyak hal menarik lainnya yang layak dikenang sebagai pengalaman termanis. Kadang-kadang ada juga hal yang tidak menyenangkan. Seperti ada peserta yang ingin pendapatnya didengar tanpa mau - dengan rendah hati - menerima saran dari peserta lain, ada juga yang bersikap pesimis dalam menerima perubahan kurikulum. Dan salah satu yang tidak saya sukai adalah pada saat post-test. Beberapa peserta mengerjakan soal secara bersama-sama, padahal post-testnya untuk dikerjakan sendiri. Aku sih mengerjakan sendiri. Dan aku yakin dan bangga dengan hasil kerjaku, walaupun ada yang membisikkan jawaban. Sudah tahu begitu, panitia yang mengawas saat post-test malah membiarkan peserta "menyontek". Padahal ini kumpulan guru loh, masa iya nyontek.
Dari pelatihan ini aku bisa melihat karakter guru dari berbagai sekolah. Bisa belajar dari pengalaman mereka, namun ada juga hal yang tidak bisa ditiru misalnya menyontek dan hal lain di atas. Aku hanya bingung bagaimana 'sikap yang tidak bisa ditiru' itu membuat guru menjadi teladan. Ada benarnya ketika instruktur menyampaikan bahwa guru harus mencintai pekerjaan sebagai guru. Banyak orang menjadi guru karena pelarian; karena saat kuliah dulu tidak diterima di fakultas idaman atau saat bekerja tidak diterima di kantor impian - daripada menganggur. Akhirnya memilih menjadi guru. Nah, mungkin banyak guru seperti itu sekarang, sehingga tidak begitu mencintai pekerjaan mereka. Karena tidak mencintai pekerjaan, maka dikerjakan dengan tidak sepenuh hati alias ngasal.
Mengenai cinta pekerjaan aku kaget pas instruktur menanyakan apakah benar-benar memiliki cita-cita menjadi guru. Aku sedang tidak memperhatikan penjelasan instrukur saat itu karena sibuk dengan tugas di laptopku. Pertanyaan itu ditujukan padaku. Kujawab saja iya biar tidak kelihatan kaget. Si instruktur menanggapi, berapa persen benar-benar punya cita-cita guru. Iya juga sih. Kalau aku, mungkin tidak samapai 60% (ketahuan...). Tapi setidaknya aku pernah punya cita-cita jadi guru. Itupun karena aku lahir di keluarga guru, hehehe.
Itulah guru. Guru juga manusia. Tidak sempurna. Walaupun tugas guru adalah memanusiakan manusia, namun guru juga tidak lepas dari kesalahan. Namun, guru harus terus memperbaiki diri karena guru adalah teladan bagi muridnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar