Senin, 23 Juni 2014

Yang penting cerita (3)

Tidak terasa hari keempat pelatihan sudah selesai. Ada pengalaman menarik hari ini. Setidaknya buatku sendiri. Tadi pas peer teaching atau mensimulasikan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang sudah dibuat, aku dipilih oleh fasilitator. Awalnya fasilitator menunjuk beberapa peserta lain. Tidak ada yang bersedia maju. Eh tiba-tiba seorang ibu menyebut namaku. Cukup keras suaranya hingga terdengar di segala penjuru kelas. Akhirnya aku yang maju. Baiklah, siapa tidak takut. Padahal dalam hati deg-degan.hehehe. Aku pun ke depan kelas. Menghubungkan laptopku dengan LCD karena aku menggunakan media itu untuk kegiatan mengajarku. Jangan pikir berjalan lancar. Tiba-tiba aku lupa mau ngomong apa. Dan semua tertawa. Haduh, bikin tambah deg-degan saja. Persentasi berjalan sesuai perencanaan. Kadang-kadang peserta lain tertawa, terdiam, tertawa lagi. Kadang juga menyerangku dengan beberapa pertanyaan. Untungnya saat itu aku sebagai guru. Peserta lain yang sebenarnya adalah para guru juga jadi murid-muridku saat itu. Padahal banyak yang sudah tua. Presentasi berakhir. Rasanya melegakan sekali, seperti bisul pecah. Beban di pundak terasa ringan.

Tiba waktunya evaluasi. Hasilnya lumayan. Tapi banyak koreksi di sana-sini. Semua peserta memberikan evaluasi langsung yang dipimpin oleh fasilitator. Oh ya, kemarin aku menyebut instruktur, bukan fasilitator. Tapi maksudku sama saja.hehe. Satu-satu evaluasi muncul. Mulai dari pembukaan, kegiatan inti, sampai penutup. Ada komentar bagus, ada juga komentar ‘yang bikin sakit hati’ tapi membangun. Menarik sekali. Ternyata aku cukup berani berdiri dihadapan puluhan guru yang berasal dari berbagai sekolah. Padahal sebenarnya aku seorang pemalu yang lebih suka menyendiri daripada berada di tengah-tengah orang banyak, apalagi berdiri dan berbicara. Satu bagian dari dalam diriku sudah kulawan hari ini.

Tadi siang pas sedang bikin RPP, sebelum peer teaching, kelompok kami kebingungan mengenai satu hal. Aku memanggil fasilitator ke meja kami. Dia datang. Maksudku fasilitatornya. Namanya Pak Odik. Ia membantu masalah kami. Setelah menjelaskan cukup panjang, Pak Odik mengutarakan bahwa salah satu kendala penerapan kurikulum 2013 adalah penerimaan masyarakat. Dari pengalamannya, masyarakat keberatan. Karena di kurikulum ini peran guru hanya membimbing murid. Murid belajar sendiri atau berkelompok. Guru tidak banyak menjelaskan. Benar juga sih kalau masyarakat atau orang tua keberatan, apalagi kalau sekolah swasta yang mahal, masa guru kerja sedikit tapi dibayar alias digaji. Padahal guru digaji untuk digaji untuk mengajar, bukan hanya membimbing atau melihat murid belajar sendiri. Ya begitulah keberatan masyarakat, katanya. Tapi lama-lama masyarakat akan mengerti kok. O begitu. Baiklah. Masyarakat kita memang mudah mengerti.hehehe

Ngomong-ngomong besok subuh jam 3 Brazil lawan Kamerun ya? Oke siap-siap bangun lebih pagi.



2 komentar: