Di postingan sebelumnya saya menuliskan tentang peristiwa Natal yang menjadi teguran/tamparan bagi manusia yang mengasihi materi. Natal menjadi momen yang menyadarkan umat manusia.
Mengapa kita tidak boleh mengasihi materi? Karena materi bukanlah Tuhan; materi adalah berhala seandainya kita mengasihinya. Karena mengasihi materi sama dengan mengasihi kekosongan. Apa yang diharapkan dari kekosongan? Tidak ada apa-apa di sana. Inilah hebatnya materialisme yaitu bahwa materi memiliki daya pikat yang besar. Namun, bagi orang yang terpikat olehnya akan mengalami kekecewaan yang besar. Semakin besar ia berharap, semakin besar rasa kecewa yang ia alami.
Mengapa orang terpikat materi? Karena manusia telah menjauh dari Tuhan. Manusia telah berdosa. Dosa telah menciptakan kekosongan dalam hati dan jiwa manusia. Manusia terus berusaha mengisi kekosongan ini dengan caranya sendiri. Manusia mengisinya dengan ritual keagamaan, uang, harta, popularitas, kenikmatan duniawi, dan lain-lain. Manusia terjebak di dalam semua itu. Seolah-olah jiwanya telah terisi. Namun sesungguhnya jiwa manusia masih kosong.
Kekosongan dalam jiwa manusia tidak bisa diisi oleh materi, popularitas, jabatan, bahkan dengan ritual keagamaan sekali pun. Kekosongan dalam hati dan jiwa manusia hanya bisa dipuaskan oleh Allah. Karena itulah, dalam kekristenan, Allah datang kepada manusia. Usaha manusia akan sia-sia dalam mengisi kekosongan jiwanya. Namun, Allah, dengan kasih-Nya, mendatangi umatnya melalui Yesus Kristus. Di dalam DIA, hati dan jiwa manusia tidak hanya terisi, tetapi juga mengalami kepuasan. Allah sumber berkat, termasuk materi, telah memberikan 'segalanya' yaitu Diri-Nya sendiri. Adakah alasan bagi manusia untuk mencari pengisi jiwanya di tempat lain (kekuasaan, materi, atau kemajuan teknologi)? Kalau saja manusia mengenal Allah di dalam Yesus Kristus, maka tidak ada tempat lain selain di dalam Pribadi Yesus Kristus. Percayalah.
Senin, 22 Desember 2014
Minggu, 21 Desember 2014
Materialisme dan Natal
Salah satu tulisan singkat yang kubaca di facebook siang ini (Senin) dari seorang teman: Mengapa Tuhan memilih lahir sebagai orang miskin? Mungkin supaya dunia sadar, letak martabat seseorang bukan pada materi. Selanjutnya dituliskan, Natal bisa menjadi tamparan bagi dunia yang lebih mengasihi materi daripada sesama.
Materialisme merupakan pandangan atau pemahaman yang 'meninggikan' materi. Materi di sini bisa berarti barang berharga, uang, kekayaan, kepemilikan, dan gelar. Lebih khusus lagi, mungkin, mobil mewah, rumah mewah, emas, permata, jabatan tinggi, dan gelar doktor. Itulah yang dikejar manusia saat ini. Biasanya orang senang sekali menampilkan foto-foto 'kesuksesan' mereka. Berfoto dengan latar mobil baru, foto keluarga dengan latar ruang tamu yang mewah, atau yang lain-lain; menampilkan materi yang diperoleh.
Lebih jauh lagi, materi dijadikan sebagai status sosial. Kepemilikan mobil mewah, misalnya, menjadikan seseorang disebut orang kaya. Dan seseorang tersebut senang dengan status itu - orang kaya. Materi menjadi penentu martabat manusia. Martabat bisa diartikan sebagai tingkat/derajat manusia, harga diri, status sosial yang 'tinggi'. Orang yang tidak memiliki materi berarti status sosialnya 'rendah', tidak terpandang, tidak terhormat.
Kebalikan dari semua itu - yaitu apa yang dikejar oleh manusia - adalah peristiwa Natal. Yesus Kristus memilih lahir di kandang domba. Sebuah tempat yang hina. Bagaimana mungkin Allah yang menciptakan alam semesta datang ke dunia melalui tempat yang hina? Sebuah antiklimaks. Pribadi Allah yang dalam benak manusia mungkin seperti superhero yang gagah, ternyata lahir sebagai orang miskin. Bagaimana mungkin 'sang superhero' terlahir seperti itu? Bagaimana mungkin Sang Raja terlahir di kandang, bukannya di istana?
Peristiwa Natal harusnya menyadarkan manusia yang mencintai materi, kalau bukan menjadi tamparan. Namun, kadang tamparan bisa menumbuhkan kesadaran. Tentu ini lebih sakit. Peristiwa kelahiran Yesus Kristus seharusnya mengubah cara pandang manusia; dari mencintai materi menjadi mencintai Tuhan. Sehingga tidak ada lagi pembedaan status sosial dalam masyarakat, tidak ada lagi orang yang menyombongkan diri, melainkan berperilaku rendah hati.
Lebih khusus lagi, misalnya, dalam memilih pasangan hidup. Bukan lagi memandang dari materi, status sosial, atau gelarnya; melainkan pribadinya yang takut akan Tuhan. Hal ini sering menjadi hambatan bagi dua pasangan muda yang hendak melanjutkan hubungan ke pernikahan; orang tua tidak merestui hanya karena calon pasangan anak mereka bukan orang kaya, bukan orang terpandang, bukan orang terhormat. Padahal bisa saja calon pasangan anaknya adalah seorang yang mengasihi Tuhan.
Materialisme merupakan pandangan atau pemahaman yang 'meninggikan' materi. Materi di sini bisa berarti barang berharga, uang, kekayaan, kepemilikan, dan gelar. Lebih khusus lagi, mungkin, mobil mewah, rumah mewah, emas, permata, jabatan tinggi, dan gelar doktor. Itulah yang dikejar manusia saat ini. Biasanya orang senang sekali menampilkan foto-foto 'kesuksesan' mereka. Berfoto dengan latar mobil baru, foto keluarga dengan latar ruang tamu yang mewah, atau yang lain-lain; menampilkan materi yang diperoleh.
Lebih jauh lagi, materi dijadikan sebagai status sosial. Kepemilikan mobil mewah, misalnya, menjadikan seseorang disebut orang kaya. Dan seseorang tersebut senang dengan status itu - orang kaya. Materi menjadi penentu martabat manusia. Martabat bisa diartikan sebagai tingkat/derajat manusia, harga diri, status sosial yang 'tinggi'. Orang yang tidak memiliki materi berarti status sosialnya 'rendah', tidak terpandang, tidak terhormat.
Kebalikan dari semua itu - yaitu apa yang dikejar oleh manusia - adalah peristiwa Natal. Yesus Kristus memilih lahir di kandang domba. Sebuah tempat yang hina. Bagaimana mungkin Allah yang menciptakan alam semesta datang ke dunia melalui tempat yang hina? Sebuah antiklimaks. Pribadi Allah yang dalam benak manusia mungkin seperti superhero yang gagah, ternyata lahir sebagai orang miskin. Bagaimana mungkin 'sang superhero' terlahir seperti itu? Bagaimana mungkin Sang Raja terlahir di kandang, bukannya di istana?
Peristiwa Natal harusnya menyadarkan manusia yang mencintai materi, kalau bukan menjadi tamparan. Namun, kadang tamparan bisa menumbuhkan kesadaran. Tentu ini lebih sakit. Peristiwa kelahiran Yesus Kristus seharusnya mengubah cara pandang manusia; dari mencintai materi menjadi mencintai Tuhan. Sehingga tidak ada lagi pembedaan status sosial dalam masyarakat, tidak ada lagi orang yang menyombongkan diri, melainkan berperilaku rendah hati.
Lebih khusus lagi, misalnya, dalam memilih pasangan hidup. Bukan lagi memandang dari materi, status sosial, atau gelarnya; melainkan pribadinya yang takut akan Tuhan. Hal ini sering menjadi hambatan bagi dua pasangan muda yang hendak melanjutkan hubungan ke pernikahan; orang tua tidak merestui hanya karena calon pasangan anak mereka bukan orang kaya, bukan orang terpandang, bukan orang terhormat. Padahal bisa saja calon pasangan anaknya adalah seorang yang mengasihi Tuhan.
Perayaan yang Sia-Sia
Kemeriahan Natal terasa di mana-mana. Saat saya berjalan-jalan di pusat perbelanjaan, saat saya ke toko buku, selalu terdengar lagu-lagu Natal. Juga terlihat hiasan Natal yang berwarna cerah; lampu-lampu berwarna/i, pohon Natal lengkap dengan 'salju' buatannya, kado-kado, dan tidak lupa ikon Natal yaitu Santa Klaus.
Aku terganggu dengan semua itu - pohon Natal, lampu-lampu, Santa Klaus - menurutku, semuanya itu mengaburkan makna Natal yang sejati. Perayaan-perayaan di gereja juga terpengaruh akan hal ini. Misalnya untuk anak-anak Sekolah Minggu. Mereka melihat, menonton, menyaksikan bahkan ikut serta dalam perayaan (misalnya: drama, paduan suara, panggung boneka, dll.) Namun, apa yang mereka lihat? Pohon Natal dan Santa Klaus, itu yang paling menonjol. Syukur-syukur kalau orang tua atau guru Sekolah Minggu mereka menjelaskan tentang Natal yang sejati. Kalau tidak? Ini bahaya. Anak kecil tidak bisa berpikir abstrak, mereka berpikir sesuai dengan kenyataan. Nah, misalnya, jika Santa Klaus yang ditonjolkan dalam perayaan Natal, maka anak kecil akan melihat bahwa 'beginilah Natal' padahal, sesungguhnya, itu bukan Natal yang sejati. Termasuk pohon Natal dan segala pernak-perniknya.
Perayaan-perayaan seperti ini sudah lama berjalan. Saya yakin, hanya sebagian orang saja yang benar-benar memaknai Natal dengan benar. Sebagian besar merayakan dengan salah. Katakanlah perayaannya meriah/semarak, tapi untuk apa? untuk siapa perayaan-perayaan itu? Di postingan sebelumnya saya sudah menuliskan pendapat saya tentang perayaan Natal; Sederhana saja.
Kemeriahan Natal seharusnya muncul dari hati yang sudah diubahkan oleh Roh Kudus, muncul dari pertobatan sejati, muncul dari rasa syukur yang melimpah, muncul dari pengenalan akan Allah melalui Putera-Nya, Yesus Kristus. Selain dari itu, menurut saya, kemeriahan Natal adalah kesia-siaan. Sama halnya dengan merayakan ulang tahun seseorang yang tidak kita kenal. Atau merayakan ulang tahun, sementara orang yang berulang tahun sama sekali tidak merasakan kemeriahan karena perayaannya untuk para undangan saja. Sungguh, perayaan yang sia-sia.
Pertanyaan yang muncul dibenak saya saat ini adalah apakah perlu untuk meniadakan pohon Natal dalam gereja? Apakah perlu meniadakan tokoh Santa Klaus dalam perayaan Natal kita? Semuanya itu sebenarnya tidak memiliki kaitan dengan kelahiran Yesus Kristus. Kukira, hal ini perlu. Alasannya, pertama, agar makna Natal tidak menjadi kabur. Kedua, agar kita mewarisi perayaan kelahiran Tuhan Yesus dan bukan Santa Klaus. Kalau memang pohon Natal harus ada dalam gereja, misalnya sebagai hiasan agar menambah semarak, kupikir, jangan terlalu menonjol. Karena bukan itu yang kita tonjolkan. Atau pohon Natal kita ganti dengan, misalnya, pot-pot berisi bunga yang disusun menyerupai taman agar bagian depan gereja terlihat indah.
Aku terganggu dengan semua itu - pohon Natal, lampu-lampu, Santa Klaus - menurutku, semuanya itu mengaburkan makna Natal yang sejati. Perayaan-perayaan di gereja juga terpengaruh akan hal ini. Misalnya untuk anak-anak Sekolah Minggu. Mereka melihat, menonton, menyaksikan bahkan ikut serta dalam perayaan (misalnya: drama, paduan suara, panggung boneka, dll.) Namun, apa yang mereka lihat? Pohon Natal dan Santa Klaus, itu yang paling menonjol. Syukur-syukur kalau orang tua atau guru Sekolah Minggu mereka menjelaskan tentang Natal yang sejati. Kalau tidak? Ini bahaya. Anak kecil tidak bisa berpikir abstrak, mereka berpikir sesuai dengan kenyataan. Nah, misalnya, jika Santa Klaus yang ditonjolkan dalam perayaan Natal, maka anak kecil akan melihat bahwa 'beginilah Natal' padahal, sesungguhnya, itu bukan Natal yang sejati. Termasuk pohon Natal dan segala pernak-perniknya.
Perayaan-perayaan seperti ini sudah lama berjalan. Saya yakin, hanya sebagian orang saja yang benar-benar memaknai Natal dengan benar. Sebagian besar merayakan dengan salah. Katakanlah perayaannya meriah/semarak, tapi untuk apa? untuk siapa perayaan-perayaan itu? Di postingan sebelumnya saya sudah menuliskan pendapat saya tentang perayaan Natal; Sederhana saja.
Kemeriahan Natal seharusnya muncul dari hati yang sudah diubahkan oleh Roh Kudus, muncul dari pertobatan sejati, muncul dari rasa syukur yang melimpah, muncul dari pengenalan akan Allah melalui Putera-Nya, Yesus Kristus. Selain dari itu, menurut saya, kemeriahan Natal adalah kesia-siaan. Sama halnya dengan merayakan ulang tahun seseorang yang tidak kita kenal. Atau merayakan ulang tahun, sementara orang yang berulang tahun sama sekali tidak merasakan kemeriahan karena perayaannya untuk para undangan saja. Sungguh, perayaan yang sia-sia.
Pertanyaan yang muncul dibenak saya saat ini adalah apakah perlu untuk meniadakan pohon Natal dalam gereja? Apakah perlu meniadakan tokoh Santa Klaus dalam perayaan Natal kita? Semuanya itu sebenarnya tidak memiliki kaitan dengan kelahiran Yesus Kristus. Kukira, hal ini perlu. Alasannya, pertama, agar makna Natal tidak menjadi kabur. Kedua, agar kita mewarisi perayaan kelahiran Tuhan Yesus dan bukan Santa Klaus. Kalau memang pohon Natal harus ada dalam gereja, misalnya sebagai hiasan agar menambah semarak, kupikir, jangan terlalu menonjol. Karena bukan itu yang kita tonjolkan. Atau pohon Natal kita ganti dengan, misalnya, pot-pot berisi bunga yang disusun menyerupai taman agar bagian depan gereja terlihat indah.
Jumat, 19 Desember 2014
Makna Natal
Apa arti Natal buatmu? Orang Kristen tentu memiliki pemahaman bahwa Natal adalah peringatan datangnya Yesus Kristus, Tuhan dan Juruselamat, ke dalam dunia. Tuhan menjadi sama seperti manusia karena kasih-Nya yang besar. Apakah orang Kristen benar memiliki pemahaman seperti itu? Kelihatannya tidak. Sering natal dirayakan untuk diri sendiri, keluarga sendiri, kelompok sendiri, atau gereja sendiri, bukan lagi peringatan lahirnya Tuhan Yesus.
Sekarang, di pusat-pusat perbelanjaan selalu terdengar lagu-lagu bernuansa natal, hiasan berbau natal di sana-sini; bukan untuk merayakan kelahiran Tuhan Yesus, melainkan agar menciptakan suasana natal saja. Ditambah diskon yang menarik minat pembeli. Untuk siapa natal dirayakan?
Dua hari yang lalu (Rabu) aku hadir di acara Natal kampus. Ruang aula penuh. Berbagai pertunjukkan ditampilkan; tarian beberapa daerah, drama pantomim, vokal grup, paduan suara, dan lain-lain. Semuanya menarik untuk dilihat. Semuanya membuat hadirin bertepuk tangan. Tapi untuk siapa semua itu? Sedihnya adalah pada saat renungan Natal, saat pendeta mulai berkhotbah, rata-rata hadirin bermain smartfon, ada yang mengobrol, sibuk sendiri; tidak memperhatikan khotbah.
Aku sangat menikmati khotbah Natal kampus saat itu. Pendeta yang menyampaikan renungan, seorang teolog, mengatakan bahwa Natal adalah sebuah perayaan yang skandalon. Sebuah perayaan yang menjijikan. Tidak ada perbedaan antara memuliakan Allah dengan menghujat Allah. Inilah khotbah yang kutunggu-tunggu. Ngomong-ngomong, acara Natal ini adalah yang pertama yang kuikuti di tahun ini. Khotbah yang begitu tegas menegur acara-acara Natal yang salah. Saya tidak tahu apakah hadirin memahaminya, tapi aku sendiri begitu menikmati. Sambil introspeksi diri tentang bagaimana menjalankan ibadah yang sesungguhnya.
Aku berpendapat bahwa tidak perlu merayakan Natal dengan meriah. Sederhana saja cukup. Inilah alasan aku tidak mengikuti ajakan/undangan Natal di beberapa tempat, karena kebanyakan hanya untuk unjuk kemeriahan acaranya saja. Kalau memang diadakan dengan meriah, apakah menjamin bahwa perayaan itu untuk memuliakan Allah? Bagaimana mengetahui bahwa orang sungguh-sungguh menikmati Allah dan bukan pertunjukan-pertunjukan dalam perayaan? Karena sesungguhnya Allah tidak menginginkan persembahan atau perayaan, melainkan hati yang tunduk di hadapan-Nya. Itulah ibadah yang sesungguhnya.
Sekarang, di pusat-pusat perbelanjaan selalu terdengar lagu-lagu bernuansa natal, hiasan berbau natal di sana-sini; bukan untuk merayakan kelahiran Tuhan Yesus, melainkan agar menciptakan suasana natal saja. Ditambah diskon yang menarik minat pembeli. Untuk siapa natal dirayakan?
Dua hari yang lalu (Rabu) aku hadir di acara Natal kampus. Ruang aula penuh. Berbagai pertunjukkan ditampilkan; tarian beberapa daerah, drama pantomim, vokal grup, paduan suara, dan lain-lain. Semuanya menarik untuk dilihat. Semuanya membuat hadirin bertepuk tangan. Tapi untuk siapa semua itu? Sedihnya adalah pada saat renungan Natal, saat pendeta mulai berkhotbah, rata-rata hadirin bermain smartfon, ada yang mengobrol, sibuk sendiri; tidak memperhatikan khotbah.
Aku sangat menikmati khotbah Natal kampus saat itu. Pendeta yang menyampaikan renungan, seorang teolog, mengatakan bahwa Natal adalah sebuah perayaan yang skandalon. Sebuah perayaan yang menjijikan. Tidak ada perbedaan antara memuliakan Allah dengan menghujat Allah. Inilah khotbah yang kutunggu-tunggu. Ngomong-ngomong, acara Natal ini adalah yang pertama yang kuikuti di tahun ini. Khotbah yang begitu tegas menegur acara-acara Natal yang salah. Saya tidak tahu apakah hadirin memahaminya, tapi aku sendiri begitu menikmati. Sambil introspeksi diri tentang bagaimana menjalankan ibadah yang sesungguhnya.
Aku berpendapat bahwa tidak perlu merayakan Natal dengan meriah. Sederhana saja cukup. Inilah alasan aku tidak mengikuti ajakan/undangan Natal di beberapa tempat, karena kebanyakan hanya untuk unjuk kemeriahan acaranya saja. Kalau memang diadakan dengan meriah, apakah menjamin bahwa perayaan itu untuk memuliakan Allah? Bagaimana mengetahui bahwa orang sungguh-sungguh menikmati Allah dan bukan pertunjukan-pertunjukan dalam perayaan? Karena sesungguhnya Allah tidak menginginkan persembahan atau perayaan, melainkan hati yang tunduk di hadapan-Nya. Itulah ibadah yang sesungguhnya.
Selasa, 16 Desember 2014
Menikmati Kehilangan
Apa yang kau rasakan bila kehilangan uang? Bagaimana sikapmu? Merasa sedih, itu pasti, terlebih bila uang tersebut merupakan hasil jerih lelah sendiri. Lain halnya bila kehilangan tersebut karena kelalaian diri sendiri. Tentu merasa sedih, namun sering kita menyalahkan diri sendiri mengapa bisa lalai - misalnya lupa meletakkan dompet yang berisi uang hingga diambil orang.
Kehilangan yang lain juga sama. Mengapa kita bisa merasa sedih saat kehilangan? Tentu karena kita merasa memiliki sesuatu tersebut. Kupikir salah satu kebiasaan manusia adalah ingin memiliki. Tapi apakah kita bisa benar-benar memiliki? Kalau berpikir pendek, mungkin kita bisa memiliki. Kalau berpikir panjang atau bila kita melihat akhir dari hidup kita, kita akan berpikir ulang bahwa kita tidak bisa memiliki apa-apa. Tidak ada yang dibawa, satu pun tidak, saat kita meninggal dunia. Jadi mengapa kita bersedih tentang kehilangan?
Sulit memang menolak perasaan sedih saat kehilangan. Terlebih jika kehilangan orang yang dicintai. Termasuk kehilangan sesuatu yang berharga. Namun, larut dalam kesedihan saat kehilangan akan membuat kita lupa bersyukur kepada Sang Pemberi segala sesuatu. Kita harus sadar bahwa segala sesuatu yang kita miliki, kalau memang pantas disebut sebagai milik kita, adalah semata-mata pemberian Tuhan. Bahkan bila sesuatu itu kita peroleh dengan jerih lelah. Bayangkan saat kita bekerja keras tiba-tiba jantung kita sakit lalu berhenti, tentu kita tidak mendapatkan apa yang ingin kita miliki tersebut. Dari manakah 'detak jantung' kita, kalau bukan dari Tuhan?
Bersedihlah bukan karena pernah memilikinya, namun karena ikhlas melepaskannya.
Kehilangan yang lain juga sama. Mengapa kita bisa merasa sedih saat kehilangan? Tentu karena kita merasa memiliki sesuatu tersebut. Kupikir salah satu kebiasaan manusia adalah ingin memiliki. Tapi apakah kita bisa benar-benar memiliki? Kalau berpikir pendek, mungkin kita bisa memiliki. Kalau berpikir panjang atau bila kita melihat akhir dari hidup kita, kita akan berpikir ulang bahwa kita tidak bisa memiliki apa-apa. Tidak ada yang dibawa, satu pun tidak, saat kita meninggal dunia. Jadi mengapa kita bersedih tentang kehilangan?
Sulit memang menolak perasaan sedih saat kehilangan. Terlebih jika kehilangan orang yang dicintai. Termasuk kehilangan sesuatu yang berharga. Namun, larut dalam kesedihan saat kehilangan akan membuat kita lupa bersyukur kepada Sang Pemberi segala sesuatu. Kita harus sadar bahwa segala sesuatu yang kita miliki, kalau memang pantas disebut sebagai milik kita, adalah semata-mata pemberian Tuhan. Bahkan bila sesuatu itu kita peroleh dengan jerih lelah. Bayangkan saat kita bekerja keras tiba-tiba jantung kita sakit lalu berhenti, tentu kita tidak mendapatkan apa yang ingin kita miliki tersebut. Dari manakah 'detak jantung' kita, kalau bukan dari Tuhan?
Bersedihlah bukan karena pernah memilikinya, namun karena ikhlas melepaskannya.
Minggu, 14 Desember 2014
suatu senja
mana mungkin aku bercumbu dengan sepi
untuk membunuh rindu yang telah menumpuk
di dada yang sesak ini.
untuk membunuh rindu yang telah menumpuk
di dada yang sesak ini.
suatu senja aku tertidur entah jam berapa
ketika terjaga samar kudengar sebuah lagu lawas
dari kamar sebelah
mendadak suasana sepi
lebih hening dari tidurku.
ketika terjaga samar kudengar sebuah lagu lawas
dari kamar sebelah
mendadak suasana sepi
lebih hening dari tidurku.
aku terbawa suasana
seperti melesat ke masa lalu
mengajakku mengingat peristiwa-peristiwa hidup
rasanya semua baru terjadi kemarin.
seperti melesat ke masa lalu
mengajakku mengingat peristiwa-peristiwa hidup
rasanya semua baru terjadi kemarin.
andai bisa mengintip waktu kemarin.
waktu merangkak seperti bayi
tertatih-tatih namun
kini ia bukan lagi bayi kecil
ia telah menjadi dewasa.
hari telah senja.
tertatih-tatih namun
kini ia bukan lagi bayi kecil
ia telah menjadi dewasa.
hari telah senja.
senja adalah perbatasan antara siang dan malamdi sanalah kesadaran dan penyesalan bertemudi sanalah tarikan nafas paling panjangke mana hari-hariku pergi?
Minggu, 07 Desember 2014
Dekat dengan Allah
Hari minggu ini tema khotbah di gereja, tadi siang, menarik sekali buatku. Yaitu tentang dekat dengan Allah. Bagaimana sih caranya dekat dengan Allah? Adakah manusia yang benar-benar dekat dengan Allah?
Tidak ada seorang pun yang bisa dekat dengan Allah. Karena manusia sungguh terbatas. Selain manusia terbatas, manusia juga berdosa. Sementara Allah adalah mahakudus dan kekal. Jadi, tidak mungkin yang terbatas dan berdosa mampu dekat dengan Pribadi yang Mahakudus dan kekal itu. Hanya Pribadi yang Kekal yang mampu dan mungkin mendatangi pribadi yang terbatas. Dan ini pun hanya oleh belas kasih dari Pribadi yang Kekal itu.
Menarik sekali, dalam kekristenan, Allah-lah (Pribadi yang Kekal) yang datang kepada manusia. Allah-lah yang menyelamatkan manusia melalui Yesus Kristus. Bukan sebaliknya; manusia yang datang kepada Allah atau manusia berusaha dengan berbagai cara untuk mendapatkan keselamatan. Jadi, dalam kekristenan, manusia bisa dekat dengan Allah semata-mata hanya karena anugerah-Nya, bukan hasil upaya manusia.
Apakah tradisi kurban bakaran menyelamatkan manusia seperti yang dilakukan umat Israel kuno? Sama sekali tidak. Justru kurban yang dipersembahkan setiap tahun menunjukkan bahwa kurban tersebut tidak memberi keselamatan. Karena kalau kurban tersebut memberi keselamatan, maka cukup dilakukan sekali saja, bukan tiap tahun. Justru kurban yang dipersembahkan itu berguna untuk menyingkapkan dosa yang terus dilakukan manusia.
Di sinilah kasih Allah itu terbukti bahwa 'kurban sejati' yaitu Tuhan Yesus telah dipersembahkan untuk menebus dosa dan menyelamatkan umat manusia cukup sekali saja. Jadi, berbahagialah orang yang hidupnya di dalam Tuhan Yesus, karena hanya melalui DIA manusia bisa dekat dengan Allah. Sekarang, adakah manusia yang benar-benar dekat dengan Allah? Ada, yaitu orang yang percaya kepada Yesus Kristus.
Karena ini bulan Natal, maka sesungguhnya Natal sejati itu adalah peringatan kedatangan Sang Juruselamat yaitu Tuhan Yesus ke dalam dunia. Natal sejati bukanlah perayaan, pesta, atau peringatan kebaikan santa Klaus, melainkan peringatan akan bukti kasih Allah yang rela mengosongkan diri-Nya dari kemuliaan menjadi sama dengan manusia.
Selamat menyambut Natal. Semoga kita dianugerahkan hikmat surgawi oleh Tuhan dalam memaknai keselamatan yang sesungguhnya.
Tidak ada seorang pun yang bisa dekat dengan Allah. Karena manusia sungguh terbatas. Selain manusia terbatas, manusia juga berdosa. Sementara Allah adalah mahakudus dan kekal. Jadi, tidak mungkin yang terbatas dan berdosa mampu dekat dengan Pribadi yang Mahakudus dan kekal itu. Hanya Pribadi yang Kekal yang mampu dan mungkin mendatangi pribadi yang terbatas. Dan ini pun hanya oleh belas kasih dari Pribadi yang Kekal itu.
Menarik sekali, dalam kekristenan, Allah-lah (Pribadi yang Kekal) yang datang kepada manusia. Allah-lah yang menyelamatkan manusia melalui Yesus Kristus. Bukan sebaliknya; manusia yang datang kepada Allah atau manusia berusaha dengan berbagai cara untuk mendapatkan keselamatan. Jadi, dalam kekristenan, manusia bisa dekat dengan Allah semata-mata hanya karena anugerah-Nya, bukan hasil upaya manusia.
Apakah tradisi kurban bakaran menyelamatkan manusia seperti yang dilakukan umat Israel kuno? Sama sekali tidak. Justru kurban yang dipersembahkan setiap tahun menunjukkan bahwa kurban tersebut tidak memberi keselamatan. Karena kalau kurban tersebut memberi keselamatan, maka cukup dilakukan sekali saja, bukan tiap tahun. Justru kurban yang dipersembahkan itu berguna untuk menyingkapkan dosa yang terus dilakukan manusia.
Di sinilah kasih Allah itu terbukti bahwa 'kurban sejati' yaitu Tuhan Yesus telah dipersembahkan untuk menebus dosa dan menyelamatkan umat manusia cukup sekali saja. Jadi, berbahagialah orang yang hidupnya di dalam Tuhan Yesus, karena hanya melalui DIA manusia bisa dekat dengan Allah. Sekarang, adakah manusia yang benar-benar dekat dengan Allah? Ada, yaitu orang yang percaya kepada Yesus Kristus.
Karena ini bulan Natal, maka sesungguhnya Natal sejati itu adalah peringatan kedatangan Sang Juruselamat yaitu Tuhan Yesus ke dalam dunia. Natal sejati bukanlah perayaan, pesta, atau peringatan kebaikan santa Klaus, melainkan peringatan akan bukti kasih Allah yang rela mengosongkan diri-Nya dari kemuliaan menjadi sama dengan manusia.
Selamat menyambut Natal. Semoga kita dianugerahkan hikmat surgawi oleh Tuhan dalam memaknai keselamatan yang sesungguhnya.
Kamis, 04 Desember 2014
Cerita Penjual Nasi Goreng
Tulisan awal bulan desember 2014 ini tentang penjual nasi goreng. Siapa yang tidak kenal nasi goreng? Keterlaluan. Presiden Obama saja suka.
Ada penjual nasi goreng di depan rumah. Awalnya hanya satu, yaitu seorang kakek dengan gerobaknya. Setiap malam ia datang sambil memukul tongkat besi dengan sendok. Bunyi ketukan sendok dan tongkat besi itulah pertanda ia datang. Kemudian ia memarkir gerobaknya di seberang jalan persis di depan sebuah kios kosong yang sudah lama ditinggal oleh penghuninya. Di pintu besi kios itu tertulis "dikontrakkan". Di sebelah kios itu ada dua kios lagi yang tengah diisi oleh penjual pulsa dan yang ujung satunya lagi penjual es kelapa yang hanya aktif di siang hari. Si kakek penjual ini biasanya duduk-duduk dekat gerobaknya sambil menunggu pembeli datang. Biasanya para penghuni kos-kosan yang ada di sekitar situ. Aku sering juga membeli nasi gorengnya. Tapi aku heran kenapa kakek penjual nasi goreng itu tidak menyewa saja kios kosong itu untuk berjualan. Itu lebih baik, kupikir, daripada harus mendorong gerobak setiap hari. Tapi, ah, itu urusannya. Bukan urusanku.
Beberapa minggu kemudian. Kios yang biasanya si kakek penjual memarkir gerobaknya ternyata sudah berpenghuni. Yaitu seorang pedagang. Ternyata, penghuni baru kios itu adalah penjual nasi goreng juga. Sejak kios itu buka, si kakek penjual tadi tidak pernah lagi kulihat muncul untuk beberapa hari. Awalnya aku enggan untuk membeli nasi goreng dari si penjual baru ini, karena sudah 'berlangganan' dengan si kakek. Tapi suatu hari kucoba untuk membeli nasi gorengnya. Ternyata enak juga. Sambil menunggu nasi yang sedang digoreng aku mengajak penjualnya bicara, seperti yang biasa kulakukan dengan si kakek penjual. Penjual yang baru ini masih muda. Sebelumnya ia berdagang di Jakarta. Namun, karena ada penggusuran di beberapa wilayah, termasuk tempat ia berjualan, akhirnya ia pindah ke daerah Bogor, tempatnya sekarang, dengan menyewa sebuah kios. Itulah ceritanya mengapa si penjual baru berada di situ.
Sekarang ada dua penjual nasi goreng di depan tempat tinggalku. Bingung mau beli yang mana. Tapi aneh juga mengapa si kakek itu masih bertahan jualan padahal sudah ada penjual yang menetap di kios itu. Coba ia berkeliling mendorong gerobaknya di tempat lain, mungkin banyak yang akan membeli.
Pertanyaan yang muncul berikutnya di benakku adalah apa tidak ada lagi usaha lain selain nasi goreng? Inilah tantangan hidup. Tantangan hidup ini sebaiknya dihadapi dengan kreativitas. Kalau jadi pekerja kantoran sih enak, jam berangkat dan jam pulang sudah ketahuan. Tapi kalau mau usaha sendiri harusnya cari usaha yang baru atau lokasi yang baru. Kalau semua, misalnya, jadi penjual nasi goreng, pasti merugi. Kecuali kalau berani bertaruh dengan kualitas. Artinya, walau pun sama dengan orang lain, tapi soal kualitas kitalah yang nomor satu.
Begitulah cerita awal desember tahun ini. Karena setiap minggu selalu hujan dan cuaca dingin, maka nasi gorenglah yang menjadi pilihan makan malamku kadang-kadang. Tapi, di mana aku beli, hanya aku yang tahu?hehehe
Ada penjual nasi goreng di depan rumah. Awalnya hanya satu, yaitu seorang kakek dengan gerobaknya. Setiap malam ia datang sambil memukul tongkat besi dengan sendok. Bunyi ketukan sendok dan tongkat besi itulah pertanda ia datang. Kemudian ia memarkir gerobaknya di seberang jalan persis di depan sebuah kios kosong yang sudah lama ditinggal oleh penghuninya. Di pintu besi kios itu tertulis "dikontrakkan". Di sebelah kios itu ada dua kios lagi yang tengah diisi oleh penjual pulsa dan yang ujung satunya lagi penjual es kelapa yang hanya aktif di siang hari. Si kakek penjual ini biasanya duduk-duduk dekat gerobaknya sambil menunggu pembeli datang. Biasanya para penghuni kos-kosan yang ada di sekitar situ. Aku sering juga membeli nasi gorengnya. Tapi aku heran kenapa kakek penjual nasi goreng itu tidak menyewa saja kios kosong itu untuk berjualan. Itu lebih baik, kupikir, daripada harus mendorong gerobak setiap hari. Tapi, ah, itu urusannya. Bukan urusanku.
Beberapa minggu kemudian. Kios yang biasanya si kakek penjual memarkir gerobaknya ternyata sudah berpenghuni. Yaitu seorang pedagang. Ternyata, penghuni baru kios itu adalah penjual nasi goreng juga. Sejak kios itu buka, si kakek penjual tadi tidak pernah lagi kulihat muncul untuk beberapa hari. Awalnya aku enggan untuk membeli nasi goreng dari si penjual baru ini, karena sudah 'berlangganan' dengan si kakek. Tapi suatu hari kucoba untuk membeli nasi gorengnya. Ternyata enak juga. Sambil menunggu nasi yang sedang digoreng aku mengajak penjualnya bicara, seperti yang biasa kulakukan dengan si kakek penjual. Penjual yang baru ini masih muda. Sebelumnya ia berdagang di Jakarta. Namun, karena ada penggusuran di beberapa wilayah, termasuk tempat ia berjualan, akhirnya ia pindah ke daerah Bogor, tempatnya sekarang, dengan menyewa sebuah kios. Itulah ceritanya mengapa si penjual baru berada di situ.
Sekarang ada dua penjual nasi goreng di depan tempat tinggalku. Bingung mau beli yang mana. Tapi aneh juga mengapa si kakek itu masih bertahan jualan padahal sudah ada penjual yang menetap di kios itu. Coba ia berkeliling mendorong gerobaknya di tempat lain, mungkin banyak yang akan membeli.
Pertanyaan yang muncul berikutnya di benakku adalah apa tidak ada lagi usaha lain selain nasi goreng? Inilah tantangan hidup. Tantangan hidup ini sebaiknya dihadapi dengan kreativitas. Kalau jadi pekerja kantoran sih enak, jam berangkat dan jam pulang sudah ketahuan. Tapi kalau mau usaha sendiri harusnya cari usaha yang baru atau lokasi yang baru. Kalau semua, misalnya, jadi penjual nasi goreng, pasti merugi. Kecuali kalau berani bertaruh dengan kualitas. Artinya, walau pun sama dengan orang lain, tapi soal kualitas kitalah yang nomor satu.
Begitulah cerita awal desember tahun ini. Karena setiap minggu selalu hujan dan cuaca dingin, maka nasi gorenglah yang menjadi pilihan makan malamku kadang-kadang. Tapi, di mana aku beli, hanya aku yang tahu?hehehe
Sabtu, 29 November 2014
Untuk Guruku
dulu sebuah kalimat yang tertulis di lembaran buku
tidak berarti bagiku sebab mataku buta tak mampu membaca
dengan sabar kau mengajariku mengenali huruf demi huruf
rangkaiankata demi rangkaiankata kemudian kalimat demi kalimat
satu per satu hingga habis waktumu hingga aku lulus
dan dinyatakan mampu melanjutkan sekolah lagi ke tingkat
paling tinggi.
dulu rahasia-rahasia yang tersembunyi bagiku dalam kata-kata
dengan mudah kupahami sebab kau mengajariku
tidak hanya merangkai kata tapi juga menemukan makna
di dalamnya.
aku pun bertumbuh semakin dewasa
melanjutkan sekolah ke luar kota dengan ijazah yang membanggakan
serta membawa harapan meraih cita-cita.
namun kau tetap di sekolah yang sama
mengajari generasi setelahku agar bisa sepertiku;
tugasmu belum selesai, guruku.
generasi terus datang, waktu terus bergulir
bagai panah melesat tanpa kembali
dan kau berdiri di tempat yang sama
membangun, membentuk, menciptakan satu generasi berikutnya
yang kelak menjadi pembangun-pembangun bangsa.
dari tanganmu terlahir para pemimpin
dari kesabaranmu tercipta manusia terdidik
dari amarahmu terbentuk pribadi yang disiplin
dari hatimu tercurah harapan 'semoga kelak anak didikku berhasil'.
untuk guruku,
kutahu kau masih di tempat yang sama
masih mempersiapkan satu pemimpin lagi,
kuucapkan terima kasih atas jasamu
lihat anak didikmu ini kini sudah berhasil.
suatu hari nanti, bila waktu mempertemukan kita,
aku akan menunduk hormat di hadapanmu
sambil menjabat dan mencium tanganmu.
(puisi ini kutulis untuk mengenang jasa para guru
yang telah mengajar dan mendidikku terkhusus untuk guru-guru sewaktu aku masih
di bangku sekolah dasar - SD Tohia Gunungsitoli)
tidak berarti bagiku sebab mataku buta tak mampu membaca
dengan sabar kau mengajariku mengenali huruf demi huruf
rangkaiankata demi rangkaiankata kemudian kalimat demi kalimat
satu per satu hingga habis waktumu hingga aku lulus
dan dinyatakan mampu melanjutkan sekolah lagi ke tingkat
paling tinggi.
dulu rahasia-rahasia yang tersembunyi bagiku dalam kata-kata
dengan mudah kupahami sebab kau mengajariku
tidak hanya merangkai kata tapi juga menemukan makna
di dalamnya.
aku pun bertumbuh semakin dewasa
melanjutkan sekolah ke luar kota dengan ijazah yang membanggakan
serta membawa harapan meraih cita-cita.
namun kau tetap di sekolah yang sama
mengajari generasi setelahku agar bisa sepertiku;
tugasmu belum selesai, guruku.
generasi terus datang, waktu terus bergulir
bagai panah melesat tanpa kembali
dan kau berdiri di tempat yang sama
membangun, membentuk, menciptakan satu generasi berikutnya
yang kelak menjadi pembangun-pembangun bangsa.
dari tanganmu terlahir para pemimpin
dari kesabaranmu tercipta manusia terdidik
dari amarahmu terbentuk pribadi yang disiplin
dari hatimu tercurah harapan 'semoga kelak anak didikku berhasil'.
untuk guruku,
kutahu kau masih di tempat yang sama
masih mempersiapkan satu pemimpin lagi,
kuucapkan terima kasih atas jasamu
lihat anak didikmu ini kini sudah berhasil.
suatu hari nanti, bila waktu mempertemukan kita,
aku akan menunduk hormat di hadapanmu
sambil menjabat dan mencium tanganmu.
(puisi ini kutulis untuk mengenang jasa para guru
yang telah mengajar dan mendidikku terkhusus untuk guru-guru sewaktu aku masih
di bangku sekolah dasar - SD Tohia Gunungsitoli)
Selasa, 25 November 2014
Selamat Hari Guru
Ucapan 'selamat hari guru' hari ini kuterima pertama kali dari rekan guru. Lalu kubalas 'selamat hari guru'. Tidak ada ucapan dari murid. Guru mengucapkan 'selamat hari guru' kepada rekan guru lain.
Menjadi seorang guru merupakan tugas yang sungguh mulia. Lebih mengutamakan kepentingan orang lain daripada kepentingan sendiri, menjadi orang tua bagi para murid, dan menjadi teladan. Seorang guru tidak hanya membagikan pengetahuan, tetapi juga memberikan nilai-nilai kebajikan kepada murid-muridnya. Sehingga seorang anak menjadi pribadi yang utuh; pribadi yang berintegritas.
Bagaimana mengetahui bahwa seorang guru adalah benar-benar guru yang baik? Aku pikir tidak ada cara yang baik untuk mengukurnya. Termasuk pemberian sertifikasi guru. Menurutku, sertifikasi guru sama sekali tidak menentukan seorang guru dikatakan baik atau tidak; berkualitas atau tidak. Namun, bukan berarti tidak ada guru yang baik. Banyak juga guru yang mengabdikan dirinya dengan sepenuh hati, mengajar dan mendidik sepenuh hati, disenangi oleh murid, dan banyak murid yang diajarinya menjadi sukses. Sukses dalam hal ini berarti mampu menjadi manusia sepenuhnya di tengah-tengah kehidupan berbangsa dan bernegara.
Apa penilaian masyarakat terhadapa guru saat ini? Beberapa anggapan, mulai dari yang positif hingga negatif. Ada yang masih menghormati profesi guru, ada yang biasa saja, ada juga yang menganggap guru adalah pekerjaan yang mudah. Aku pernah mendengar orang berkata 'apa sih susahnya jadi guru, tinggal ngajarin orang doang' atau 'mengajar itu hanya hobi, bisa dilakukan oleh semua orang'. Begitulah kira-kira tanggapan yang pernah kudengar.
Aku seorang guru. Memang belum dikatakan sebagai guru profesional karena masih sedikit pengalaman. Namun, aku sudah mengalami susahnya jadi guru. Dari luar memang kelihatannya menjadi guru itu mudah. Tapi sebenarnya tidak semudah yang dibayangkan. Mengajari dan mendidik puluhan anak dalam satu kelas bukanlah pekerjaan mudah. Perlakuan kepada satu anak tidak boleh disamakan kepada anak yang lain. Bayangkan saja kalau jumlah anaknya puluhan, bahkan ratusan.
Berita memprihatinkan tentang guru adalah masih ada guru yang berpenghasilan rendah. Misalnya, digaji Rp600.000,- per tiga bulan. Di samping itu, ada juga guru yang berpenghasilan sangat tinggi. Mungkin 10 kali lipat gaji guru berpenghasilan tadi. Parahnya, guru-guru PNS tenyata ada yang malas mengajar padahal gaji tetap mengalir tiap bulan. Ini sungguh memprihatinkan.
Terberkatilah guru Indonesia.
Menjadi seorang guru merupakan tugas yang sungguh mulia. Lebih mengutamakan kepentingan orang lain daripada kepentingan sendiri, menjadi orang tua bagi para murid, dan menjadi teladan. Seorang guru tidak hanya membagikan pengetahuan, tetapi juga memberikan nilai-nilai kebajikan kepada murid-muridnya. Sehingga seorang anak menjadi pribadi yang utuh; pribadi yang berintegritas.
Bagaimana mengetahui bahwa seorang guru adalah benar-benar guru yang baik? Aku pikir tidak ada cara yang baik untuk mengukurnya. Termasuk pemberian sertifikasi guru. Menurutku, sertifikasi guru sama sekali tidak menentukan seorang guru dikatakan baik atau tidak; berkualitas atau tidak. Namun, bukan berarti tidak ada guru yang baik. Banyak juga guru yang mengabdikan dirinya dengan sepenuh hati, mengajar dan mendidik sepenuh hati, disenangi oleh murid, dan banyak murid yang diajarinya menjadi sukses. Sukses dalam hal ini berarti mampu menjadi manusia sepenuhnya di tengah-tengah kehidupan berbangsa dan bernegara.
Apa penilaian masyarakat terhadapa guru saat ini? Beberapa anggapan, mulai dari yang positif hingga negatif. Ada yang masih menghormati profesi guru, ada yang biasa saja, ada juga yang menganggap guru adalah pekerjaan yang mudah. Aku pernah mendengar orang berkata 'apa sih susahnya jadi guru, tinggal ngajarin orang doang' atau 'mengajar itu hanya hobi, bisa dilakukan oleh semua orang'. Begitulah kira-kira tanggapan yang pernah kudengar.
Aku seorang guru. Memang belum dikatakan sebagai guru profesional karena masih sedikit pengalaman. Namun, aku sudah mengalami susahnya jadi guru. Dari luar memang kelihatannya menjadi guru itu mudah. Tapi sebenarnya tidak semudah yang dibayangkan. Mengajari dan mendidik puluhan anak dalam satu kelas bukanlah pekerjaan mudah. Perlakuan kepada satu anak tidak boleh disamakan kepada anak yang lain. Bayangkan saja kalau jumlah anaknya puluhan, bahkan ratusan.
Berita memprihatinkan tentang guru adalah masih ada guru yang berpenghasilan rendah. Misalnya, digaji Rp600.000,- per tiga bulan. Di samping itu, ada juga guru yang berpenghasilan sangat tinggi. Mungkin 10 kali lipat gaji guru berpenghasilan tadi. Parahnya, guru-guru PNS tenyata ada yang malas mengajar padahal gaji tetap mengalir tiap bulan. Ini sungguh memprihatinkan.
Terberkatilah guru Indonesia.
Senin, 10 November 2014
Resume: Metodologi
Pengertian
Metodologi
merupakan hal yang mengkaji perihal urutan langkah-langkah yang ditempuh supaya
pengetahuan yang diperoleh memenuhi ciri-ciri
ilmiah.
Kata
metodologi berasal dari kata metode dan logos.
Metodologi bisa diartikan sebagai ilmu yang mempelajari metode-metode.
Metode
berasal dari kata Yunani methodos;
meta (menuju, melalui, mengikuti, sesudah) dan kata benda hodos (jalan, perjalanan, cara, arah). Kata methodos berarti penelitian,
metode ilmiah, uraian ilmiah. Metode adalah cara bertidak sesuai system aturan
tertentu. (Anton Bakker)
Metodologi
adalah suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan dalam metode
tersebut. (Senn)
Metode
adalah suatu prosedur atau cara mengerahui sesuatu, yang mempunyai
langkah-langkah yang sistematis. (Senn)
Unsur-unsur Metodologi
- Interpretasi: menafsirkan dengan bertumpu pada eviden obyektif, untuk mencapai kebenaran yg autentik.
- Induksi dan deduksi: penggunaan metode dengan siklus empiris, yakni observasi, induksi, deduksi, kajian, dan evaluasi.
- Koherensi Intern: usaha memahami secara benar guna memperoleh hakikat menunjukkan semua unsure structural dilihat dalam suatu struktur yang konsisten.
- Holistis: tinjauan secara mendalam untuk mencapai kebenaran secara utuh.
- Kesinambungan Historis: sebagai makhluk historis, perkembangan manusia harus dipahami melalui proses berkesinambungan. Manusia berkembang dalam pengalaman dan pikiran.
- Idealisasi: proses untuk membuat ideal, artinya upaya dalam penelitian untuk memperoleh hasil yang ideal/sempurna.
- Komparasi: upaya membandingkan sifat hakiki dalam objek penelitian.
- Heuristika: metode menemukan jalan baru secara ilmiah untuk memecahkan masalah.
- Analogical: filsafat meneliti arti, nilai, dan maksud yang diekspresikan dalam fakta dan data.
- Deskripsi: hasil penelitian harus bisa dideskripsikan.
Prinsip Metodologi
menurut beberapa ahli:
Rene Descartes
- Menjelaskan masalah ilmu-ilmu yang diawali dengan menyebutkan akal sehat. Akal sehat ada yang kurang/lebih memilikinya, namun yang terpenting adalah penerapannya dalam aktivitas ilmiah.
- Menjelaskan tentang kaidah-kaidah pokok tentang metode yang akan dipergunakan dalam aktivitas ilmiah.
- Menyebutkan beberapa kaidah moral yang menjadi landasan bagi penerapan metode.
- Menegaskan pengabdian pada kebenaran yang acapkali terkecoh oleh indra.
- Menegaskan perihal dualism dalam diri manusia; jiwa bernalar dan jasmani yang meluas.
- Dua jenis pengetahuan; spekulatif dan praktis.
Alfred Jules Ayer
Prinsip
verifikasi: merupakan pengandaian untuk melengkapi suatu criteria,
sehingga melalui criteria tersebut dapat ditentukan apakah suatu kalimat
mengandung makna atau tidak. Suatu kalimat mengandung makna, jika dan hanya
jika proposisi yang diungkapkan itu dapat dianalisis atau dapat diverifikasi
secara empiris.
Karl Raimund Popper
- Popper menolak anggapan bahwa suatu teori dapat dibuktikan dengan verifikasi. Teori-teori ilmiah selalu bersifat hipotesis, tidak ada kebenaran terakhir.
- Cara kerja metode induksi yang secara sistematis dimulai dari pengamatan secara teliti gejala yang sedang diteliti.
- Prinsip falsifiabilitas, yaitu bahwa sebuah pernyataan dapat dibuktikan kesalahannya. Maksudnya sebuah hipotesis, hokum, teori kebenarannya hanya bersifat sementara, sejauh belum ditemukan kesalahan-kesalahannya.
Michael Polanyi
Pengembangan
ilmu pengetahuan menuntut kehidupan kreatif masyarakat ilmiah yang pada
gilirannya didasarkan pada kepercayaan akan kemungkinan terungkapnya
kebenaran-kebenaran yang hingga kini masih tersembunyi.
Metode-metode filsafat:
Zeno
(Reductio ad Absurdum)
Sokrates
(Maieutik Dialektis Kritis Induktif)
Plato
(Deduktif Spekulatif Transcendental)
Aristoteles
(Silogistis Deduktif)
Plotinus
(Kontemplatif-Mistis)
Descartes
(Skeptis)
Bacon
(Induktif)
Eksistensialisme
(Eksistensial)
Fenomenologi
(Fenomenologis)
Analitik
(Verifikasi dan Klarifikasi)
Sabtu, 08 November 2014
Perilaku bisa dipelajari
Apakah kepribadian bisa berubah? Itu adalah pertanyaanku sewaktu kuliah. Jawaban dosenku adalah ya. Perilaku bisa dipelajari, karena itu kepribadian bisa berubah. Kepribadian merupakan salah satu pembentuk perilaku. Artinya perilaku lebih luas maknanya ketimbang kepribadian. Kalau kepribadian tidak bisa berubah atau diubah, untuk apa berlelah-lelah datang ke sekolah. Karena di sekolahlah perilaku diubah atau dibentuk. Meskipun perilaku bisa juga dipengaruhi oleh lingkungan di luar sekolah. Pertanyaannya sekarang adalah kepribadian apa yang perlu dibentuk? Tentunya kepribadian yang nilainya mampu bertahan sepanjang masa dan diterima di setiap tempat. Seperti pribadi yang jujur, penuh tanggung jawab, setia, dan lain-lain. Semua perilaku tersebut tentu dapat diterima di semua daerah dan selalu diharapkan ada dalam diri manusia di sepanjang masa.
Sabtu, 25 Oktober 2014
Resume I: Epistemologi
Pengertian
Epistemologi berasal dari bahasa Yunani;
episteme = pengetahuan dan logos = kata, pikiran, percakapan, atau
ilmu. Jadi, epistemologi adalah kata, pikiran, percakapan tentang pengetahuan
atau ilmu pengetahuan. (Jan Hendrik Rapar)
Epistemologi merupakan pembahasan
mengenai bagaimana kita mendapatkan pengetahuan: apakah sumber-sumber
pengetahuan? Apakah hakikat, jangkauan, dan ruang lingkup pengetahuan? Apakah
manusia dimungkinkan untuk mendapatkan pengetahuan? Sampai tahap mana pengetahuan
yang mungkin ditangkap manusia? (Jujun S. Suriasumantri)
Epistemologi ialah teori tentang
pengetahuan yaitu tentang lahirnya pengetahuan, peranan, dan perkembangan
pengetahuan. (Darsono Prawironegoro)
Pengetahuan adalah suatu kata yang
digunakan untuk menunjuk kepada apa yang diketahui oleh seseorang tentang
sesuatu. (Jan Hendrik Rapar)
Pengetahuan merupakan khasanah kekayaan
mental yang secara langsung atau tidak langsung turut memperkaya kehidupan
kita. Pengetahuan merupakan sumber jawaban bagi berbagai pertanyaan yang muncul
dalam kehidupan. Tidak semua pengetahuan merupakan ilmu. Ilmu merupakan
pengetahuan yang didapatkan lewat metode ilmiah. (Jujun S. Suriasumantri)
Jenis-jenis
Pengetahuan ada tiga: seni, agama, dan ilmu. Ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang diketahui
manusia. Secara ontologis ilmu membatasi diri pada pengkajian obyek yang berada
dalam lingkup pengalaman manusia. (Jujun S. Suriasumantri)
Dalam buku Pengantar Filsafat (Jan
Hendrik Rapar), pengetahuan dibagi dalam tiga jenis:
- Pengetahuan biasa; nir-ilmiah dan pra-ilmiah. Nir-ilmiah merupakan hasil pencerapan indra terhadap obyek tertentu. Pra-ilmiah merupakan hasil pencerapan indrawi yang tersedia untuk diuji lebih lanjut kebenarannya.
- Pengetahuan ilmiah: pengetahuan yang diperoleh lewat penggunaan metode-metode ilmiah yang lebih menjamin kepastian kebenaran yang dicapai.
- Pengetahuan filsafati; pengetahuan yang berkaitan dengan hakikat, prinsip, dan asas dari seluruh realitas yang dipersoalkan selaku objek yang diketahui.
Sumber-sumber
pengetahuan
Plato, Descartes, Spinoza, dan Leibniz
mengatakan bahwa akal budi atau rasio adalah sumber utama bagi
pengetahuan, bahkan ada yang secara ekstrem berkata bahwa akal budi adalah
satu-satunya sumber pengetahuan.
Beberapa filsuf lainnya, seperti Bacon,
Hobbes, dan Locke, menyatakan bahwa pengalaman
indrawilah yang merupakan sumber utama bagi pengetahuan.
Immanuel
Kant mengatakan bahwa akal budi manusia hanya dapat berfungsi sebagaimana
mestinya apabila dihubungkan dengan pengalaman. (Jan Hendrik Rapar)
Asal-usul Pengetahuan
Dalam buku Filsafat Ilmu (Darsono
Prawironegoro) dikatakan bahwa pengetahuan berasal dari praktek, baik praktek
langsung (pengalaman perorangan) maupun tidak langsung (pengalaman orang lain).
Praktek melahirkan pengalaman. Pengalaman melahirkan pengetahuan. Pengetahuan
lahir melalui proses dua tingkat yaitu tingkat sensasi dan tingkat rasio.
Pengetahuan sensasional adalah
pengetahuan yang langsung ditangkap oleh kemampuan indra manusia secara apa
adanya dari praktek. Bersifat parsial, namun menjadi bahan baku untuk
menyiapkan pengetahuan rasional. Pengetahuan ini jika tidak ditingkatkan ke
pengetahuan rasional, akan menjadi pengetahuan biasa/tingkat rendah.
Pengetahuan rasional adalah pengetahuan
hasil tangkapan indra terhadap kondisi obyektif, hasil penelitian, hasil
perenungan, dan hasil dari penyimpulan dari pengetahuan sensasional.
Peranan Pengetahuan
Pengetahuan merupakan sinar dari
praktek, memimpin, mengarahkan, dan mengembangkan praktek.
Metode Ilmiah
Metode ilmiah merupakan prosedur dalam
mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi ilmu merupakan pengetahuan yang
didapatkan lewat metode ilmiah.
Metode, menurut Senn, merupakan suatu
prosedur atau cara mengetahui sesuatu, yang mempunyai langkah-langkah yang
sistematis.
Metodologi merupakan suatu pengkajian
dalam mempelajari peraturan-peraturan dalam metode tersebut.
Jadi, metodologi ilmiah merupakan
pengkajian dari peraturan-peraturan yang terdapat dalam metode ilmiah. Metodologi ini secara filsafati termasuk
dalam apa yang dinamakan epistemologi.
Menurut
Soejono Soemargono, metode ilmiah secara garis besar ada dua macam:
1.
Metode ilmiah yang bersifat umum
a. Metode
analitiko-sintesis merupakan gabungan dari metode analisis (memilah-milah
pengertian yang satu dengan yang lainnya) dan metode sintesis (menggabungkan
pengertian yang satu dengan yang lainnya sehingga melahirkan pengetahuan baru).
b. Metode
non-deduksi.
2.
Metode penyelidikan ilmiah
a. Metode
siklus empiris (daur)
b. Metode
vertikal (linier)
Sabtu, 18 Oktober 2014
Pengantar Filsafat
Pengertian Filsafat
Pengertian
filsafat dari buku karangan Jan Hendrik Rapar
Filsafat bukanlah ilmu karena filsafat
berbicara tentang apa saja. Sedangkan ilmu hanya mengacu pada satu objek
tertentu.
Plato:
Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berusaha meraih kebenaran yang asli dan murni.
Filsafat adalah penyelidikan tentang sebab-sebab dan asas-asas yang paling
akhir dari segala sesuatu yang ada.
Aristoteles
– murid Plato:
Filsafat
adalah ilmu yang senantiasa berupaya mencari prinsip-prinsip dan
penyebab-penyebab dari realialitas yang ada. Filsafat adalah ilmu pengetahuan
yang berusaha mempelajari “peri ada selaku peri ada” (being as being) atau
“peri ada sebagaimana adanya” (being as such).
Rene
Descartes – fisuf Prancis:
Filsafat
adalah himpunan dari segala pengetahuan yang pangkal penyelidikannya adalah
mengenai Tuhan, alam, dan manusia.
Willian
James – fisuf Amerika:
Filsafat
adalah suatu upaya yang luar biasa hebat untuk berpikir yang jelas dan terang.
R.F.
Beerling:
Filsafat
“memajukan pertanyaan tentang kenyataan seluruhnya tentang hakikat, asas,
prinsip dari kenyataan”. Filsafat adalah suatu usaha untuk mencapai radix, atau akar kenyataan dunia wujud, juga akar pengetahuan tentang diri sendiri.
Pengertian
filsafat dari buku karangan Dr. Darsono Prawiroegoro
Filsafat
adalah berpikir mendalam tentang data indrawi dan pengambilan keputusan yang memihak kepada yang lemah.
Asal Mula Filsafat
Ketakjuban.
Ketakjuban
hanya mungkin dirasakan dan dialami oleh makhluk yang berperasaan dan berakal
budi. Manusia adalah makhluk yang takjub. Objek ketakjuban adalah segala sesuatu yang ada dan yang dapat
diamati
Ketidakpuasan
Sebelum
filsafat lahir, berbagai mitos dan mite (dongeng dan takhayul) menjelaskan
tentang asal mula dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam semesta serta
sifat-sifat peristiwa itu. Manusia tidak puas dengan penjelasan itu. manusia
terus menerus mencari penjelasan dan keterangan yang lebih pasti itu
lambat-lambat mulai berpikir secara rasional. Akibatnya, akal budi semakin
berperan. Mitos dan mite tersisih, filsafat lahir.
Hasrat bertanya
Ketakjuban
manusia telah melahirkan pertanyaan, dan ketidakpuasan manusia membuat
pertanyaan-pertanyaan yang tak kunjung habis. Pertanyaanlah yang membuat
manusia melakukan pengamatan, penelitian dan penyelidikan.
Keraguan
Pertanyaan
yang diajukan untuk memperoleh kejelasan dan keterangan yang pasti pada
hakikatnya merupakan suatu pernyataan tentang adanya keraguan di pihak manusia
yang bertanya.
Sifat Dasar Filsafat
Berpikir radikal
Berupaya
menemuan radix (akar) seluruh
kenyataan. Hanya apabila akar suatu permasalahan dapat ditemukan, permasalahan
itu dapat dimengerti sebagaimana mestinya. Berpikir radikal tidak berarti
hendak mengubah, membuang, atau menjungkirbalikkan segala sesuatu, melainkan
dalam arti yang sebenarnya, yaitu berpikir secara mendalam, untuk mencapai akar
persoalan.
Mencari asas
Dalam
memandang seluruhan realitas, filsafat berusaha mencari asas yang paling hakiki dari keseluruhan realitas. Mencari asas
pertama berarti juga berupaya menemukan sesuatu yang menjadi esensi realitas.
Memburu kebenaran
Upaya
memburu kebenaran itu berarti demi kebenaran itu sendiri, dan kebenaran yang
diburu adalah kebenaran yang lebih meyakinkan serta lebih pasti.
Mencari kejelasan
Upaya
menghilangkan keraguan. Upaya mendapatkan kejelasan dan penjelasan mengenai
seluruh realitas. Usaha keras demi meraih kejelasan intelektual (Geisler dan
Feinberg).
Berpikir rasional
Berarti
berpikir logis, sistematis, dan kritis. Berpikir logis berarti upaya menarik kesimpulan dan mengambil keputusan
yang tepat dan benar dari premis-premis yang digunakan. Pemikiran sistematis
adalah rangkaian pemikiran yang berhubungan satu sama lain atau saling
berkaitan secara logis. Berpikir kritis berarti upaya untuk terus menerus
mengevaluasi argumen-argumen yang mengklain diri benar.
Peranan Filsafat
Pendobrak.
Mendobrak
tembok-tembok tradisi (dongeng dan takhayul) yang begitu sakral dan selama itu
tak boleh diganggu-gugat
Pembebas
Membebaskan
manusia dari “penjara” yang hendak mempersempit ruang gerak akal budi manusia.
Pembimbing
·
Filsafat membebaskan manusia dari cara
berpikir mistis dan mitis dengan membimbing manusia untuk berpikir secara
rasional.
·
Filsafat membebaskan manusia dari cara
berpikir yang picik dan dangkal dengan membimbing manusia untuk berpikir luas
dan lebih mendalam (radikal).
·
Filsafat membebaskan manusia dari cara
berpikir tidak teratur dan tidak jernih dengan membimbing manusia berpikir
sistematis dan logis.
·
Filsafat membebaskan manusia dari cara
berpikir yang tak utuh dan fragmentaris dengan membimbing manusia untuk
berpikir secara integral dan koheren.
Kegunaan Filsafat
Sebagai pedoman untuk berpikir,
bersikap, dan bertindak secara sadar dalam menghadapi berbagai gejala–peristiwa
yang timbul dalam alam dan masyarakat. Untuk berfilsafat, orang harus
mengetahui dan memahami ajarannya secara ilmu – mempelajari aliran-aliran
filsafat. Berfilsafat berarti bersikap dan bertindak kritis, mencari sebab,
mencari isi, mencari hakikat dari gejala–peristiwa alam dan masyarakat, bukan
bersikap dan bertindak secara tradisi, kebiasaan, adat-istiadat dan naluri.
(Darsono)Filsafat berguna sebagai penghubung antardisiplin ilmu. Selain itu, filsafat juga sanggup memeriksa, mengevaluasi, mengoreksi, dan lebih menyempurnakan prinsip-prinsip dan asas-asas yang melandasi berbagai ilmu pengetahuan. Dalam kehidupan praktis, filsafat menggiring manusia ke pengertian yang terang dan pemahaman yang jelas. Kemudian menuntun manusia ke tindakan dan perbuatan yang konkret berdasarkan pengertian yang terang dan pemahaman yang jelas. (Jan Hendrik Rapar)
Sumber:
Jan Hendrik Rapar, 1996, Pengantar Filsafat, Yogyakarta: Kanisius
Darsono Prawironegoro, 2010, Filsafat Ilmu, Jakarta: Nusantara Consulting
Jumat, 03 Oktober 2014
Mendengar keluhan murid
Selamat malam. Walaupun tulisan ini mungkin dibaca pagi hari, aku akan mengucapkan selamat malam saja. Karena aku menuliskannya malam hari. Tidak apa kan?
Aku mau cerita. Seperti biasa, kalau bukan curhat, ya cerita-ceritaan. Siang tadi aku didatangi oleh beberapa mantan muridku yang sekarang bersekolah di tempat lain. Sebenarnya bukan didatangi tapi bertepatan bertemu di sekolah. Katanya, mereka ingin main ke sekolah. Ada yang mengambil ijazah SMPnya, ada yang sekadar ingin bertemu teman-teman yang sekarang bersekolah di tempat yang berbeda-beda. Seragam mereka juga beda-beda.
Selesai mengajar, dari lantai 3 aku pun turun untuk pulang. Lalu di bawah bertemulah aku dengan murid-muridku itu. Salam-salaman deh, seperti kebiasaan di sekolah kami. Kutanyakan kabar mereka, bagaimana dengan sekolah baru, dan lain-lain. Kupikir mereka menjawab baik-baik saja. Eh malah pada mengeluh. Mereka mengeluhkan metode belajar kurikulum 2013. Menyusahkan murid, kata mereka, tugas ini tugas itu, banyak sekali dan terjadi di semua mata pelajaran. Juga mengeluhkan guru mata pelajaran fisika, yang kata salah seorang anak, guru fisika di sekolahnya 'kayak gitu'. Maksudnya mengajar asal-asalan, siswa tidak paham apa yang diajarkan, termasuk dia. Padahal setahuku, muridku itu salah satu yang terpintar di kelasnya pas SMP. Saat itu aku mengajar fisika di kelas mereka. Ada juga yang lain, mengeluhkan guru matematikanya. Begitulah keluhan mereka sampai-sampai salah seorang dari mereka berkata masa ketemu guru (maksudnya saya) langsung cerita keluhan. Malah ada yang langsung nanya soal.
Menanggapi cerita beberapa mantan muridku tadi, aku mulai berpikir. Pertama. mengenai guru. Di sekolah baru mereka (di tempat lain) gurunya ya 'kayak gitu'. Aku pinjam istilah anak-anak tadi. Kayak gitu menunjukkan kualitas guru yang kurang baik. Apakah boleh mempertanyakan kualitas guru? Aku jadi teringat mengenai sertifikasi guru, apakah pemberian sertifikasi menjamin kualitas guru baik? Bagaimana mungkin seseorang bisa menjadi guru namun tidak mampu mengajar dan mendidik dengan baik?
Memang di sekolah kami (Eka Wijaya) semua guru dituntut mengajar dengan baik. Jika ada guru tidak masuk kerja karena sakit/izin/hal lainnya, guru piket (atau guru lain) wajib menggantikan. Tidak boleh ada kelas yang tidak ada gurunya saat kegiatan belajar mengajar. Kalau tidak, akan langsung ditindak oleh yayasan. Guru juga dituntut disiplin: datang tepat waktu, saat mengajar tidak boleh mengangkat telpon, saat di kelas tidak boleh melakukan kegiatan lain seperti membaca koran atau mengoreksi hasil ulangan. Ya, guru harus disiplin. Kalau mau jujur, masih banyak sekolah di negeri ini yang gurunya tidak disiplin. Di kelas ada guru yang santai-santai saja, kalau ada guru tidak hadir, anak didik dibiarkan begitu saja, tidak ada guru pengganti, bahkan masih ada guru yang merokok di kelas. Bukan bermaksud sombong dengan keadaan di sekolah kami, namun memang keadaannya begitu. Biasanya guru yang tidak tahan dengan aturan, ya umurnya tidak akan panjang di sekolah ini.
Dan juga aku tidak menganggap diriku sudah sempurna menjadi guru. Aku masih perlu belajar menjadi guru yang baik. Sampai sekarang aku masih meyakini panggilan hidupku adalah menjadi guru. Terserah ke depan bagaimana, mungkin saja Tuhan memanggil di tempat lain. Sebagai guru, aku punya visi, yaitu agar murid yang kuajar mengenal Tuhan -Pencipta hidupnya-, mengenal dirinya sendiri, dan mampu menjadi manusia yang baik. Itu saja. Nah, bagaimana dengan guru-guru yang lain? Apakah mereka punya visi? Apa dasar mereka menjadi guru: panggilan hidup atau karena gagal diterima di kantor lain, misalnya? Kalau mau jujur lagi, ada banyak guru tidak punya visi (mengajar asal-asalan), ada banyak orang menjadi guru bukan karena terpanggil jiwanya menjadi guru, dan lain sebagainya. Oh ya hampir lupa. Beberapa murid juga cerita ke saya lewat media sosial. Bahkan ada yang menanyakan cara menyelesaikan sebuah soal matematika lewat FB dan Twitter. Ke mana ya gurunya?
Kedua, mengenai kurikulum 2013. Banyak guru dan murid mengeluhkan hal ini. Termasuk fasilitatorku saat pelatihan dulu, meski tidak langsung, tapi dari jawabannya 'kita ikuti saja dulu' tersirat bahwa kurikulum 2013 tidak bisa diimplementasikan dengan baik. Dan setelah aku mencari informasi, ternyata kurikulum 2013 ini tanpa riset. Hanya sebuah ide yang langsung diterapkan begitu saja tanpa melewati penelitian yang sah, tanpa diuji. Juga masih banyak kekeliruan di sana-sini seperti pengadaan buku yang masih sangat kurang, pelatihan guru yang masih belum seluruhnya padahal kegiatan belajar sudah berlangsung, dan metode belajar dan penilaian yang susah diterapkan. Bayangkan saja, bagaimana menilai kejujuran seorang siswa. Apakah kejujuran itu benar-benar menjadi sikap sehari-hari si murid atau hanya sekadar di sekolah saja agar dapat nilai bagus. Itu baru satu contoh.
Saranku, pemerintah yang akan datang harus meninjau ulang mengenai kurikulum 2013 ini. Karena yang menjadi korbannya adalah generasi masa depan bangsa.
Begitulah ceritaku malam ini.
Selamat malam
Aku mau cerita. Seperti biasa, kalau bukan curhat, ya cerita-ceritaan. Siang tadi aku didatangi oleh beberapa mantan muridku yang sekarang bersekolah di tempat lain. Sebenarnya bukan didatangi tapi bertepatan bertemu di sekolah. Katanya, mereka ingin main ke sekolah. Ada yang mengambil ijazah SMPnya, ada yang sekadar ingin bertemu teman-teman yang sekarang bersekolah di tempat yang berbeda-beda. Seragam mereka juga beda-beda.
Selesai mengajar, dari lantai 3 aku pun turun untuk pulang. Lalu di bawah bertemulah aku dengan murid-muridku itu. Salam-salaman deh, seperti kebiasaan di sekolah kami. Kutanyakan kabar mereka, bagaimana dengan sekolah baru, dan lain-lain. Kupikir mereka menjawab baik-baik saja. Eh malah pada mengeluh. Mereka mengeluhkan metode belajar kurikulum 2013. Menyusahkan murid, kata mereka, tugas ini tugas itu, banyak sekali dan terjadi di semua mata pelajaran. Juga mengeluhkan guru mata pelajaran fisika, yang kata salah seorang anak, guru fisika di sekolahnya 'kayak gitu'. Maksudnya mengajar asal-asalan, siswa tidak paham apa yang diajarkan, termasuk dia. Padahal setahuku, muridku itu salah satu yang terpintar di kelasnya pas SMP. Saat itu aku mengajar fisika di kelas mereka. Ada juga yang lain, mengeluhkan guru matematikanya. Begitulah keluhan mereka sampai-sampai salah seorang dari mereka berkata masa ketemu guru (maksudnya saya) langsung cerita keluhan. Malah ada yang langsung nanya soal.
Menanggapi cerita beberapa mantan muridku tadi, aku mulai berpikir. Pertama. mengenai guru. Di sekolah baru mereka (di tempat lain) gurunya ya 'kayak gitu'. Aku pinjam istilah anak-anak tadi. Kayak gitu menunjukkan kualitas guru yang kurang baik. Apakah boleh mempertanyakan kualitas guru? Aku jadi teringat mengenai sertifikasi guru, apakah pemberian sertifikasi menjamin kualitas guru baik? Bagaimana mungkin seseorang bisa menjadi guru namun tidak mampu mengajar dan mendidik dengan baik?
Memang di sekolah kami (Eka Wijaya) semua guru dituntut mengajar dengan baik. Jika ada guru tidak masuk kerja karena sakit/izin/hal lainnya, guru piket (atau guru lain) wajib menggantikan. Tidak boleh ada kelas yang tidak ada gurunya saat kegiatan belajar mengajar. Kalau tidak, akan langsung ditindak oleh yayasan. Guru juga dituntut disiplin: datang tepat waktu, saat mengajar tidak boleh mengangkat telpon, saat di kelas tidak boleh melakukan kegiatan lain seperti membaca koran atau mengoreksi hasil ulangan. Ya, guru harus disiplin. Kalau mau jujur, masih banyak sekolah di negeri ini yang gurunya tidak disiplin. Di kelas ada guru yang santai-santai saja, kalau ada guru tidak hadir, anak didik dibiarkan begitu saja, tidak ada guru pengganti, bahkan masih ada guru yang merokok di kelas. Bukan bermaksud sombong dengan keadaan di sekolah kami, namun memang keadaannya begitu. Biasanya guru yang tidak tahan dengan aturan, ya umurnya tidak akan panjang di sekolah ini.
Dan juga aku tidak menganggap diriku sudah sempurna menjadi guru. Aku masih perlu belajar menjadi guru yang baik. Sampai sekarang aku masih meyakini panggilan hidupku adalah menjadi guru. Terserah ke depan bagaimana, mungkin saja Tuhan memanggil di tempat lain. Sebagai guru, aku punya visi, yaitu agar murid yang kuajar mengenal Tuhan -Pencipta hidupnya-, mengenal dirinya sendiri, dan mampu menjadi manusia yang baik. Itu saja. Nah, bagaimana dengan guru-guru yang lain? Apakah mereka punya visi? Apa dasar mereka menjadi guru: panggilan hidup atau karena gagal diterima di kantor lain, misalnya? Kalau mau jujur lagi, ada banyak guru tidak punya visi (mengajar asal-asalan), ada banyak orang menjadi guru bukan karena terpanggil jiwanya menjadi guru, dan lain sebagainya. Oh ya hampir lupa. Beberapa murid juga cerita ke saya lewat media sosial. Bahkan ada yang menanyakan cara menyelesaikan sebuah soal matematika lewat FB dan Twitter. Ke mana ya gurunya?
Kedua, mengenai kurikulum 2013. Banyak guru dan murid mengeluhkan hal ini. Termasuk fasilitatorku saat pelatihan dulu, meski tidak langsung, tapi dari jawabannya 'kita ikuti saja dulu' tersirat bahwa kurikulum 2013 tidak bisa diimplementasikan dengan baik. Dan setelah aku mencari informasi, ternyata kurikulum 2013 ini tanpa riset. Hanya sebuah ide yang langsung diterapkan begitu saja tanpa melewati penelitian yang sah, tanpa diuji. Juga masih banyak kekeliruan di sana-sini seperti pengadaan buku yang masih sangat kurang, pelatihan guru yang masih belum seluruhnya padahal kegiatan belajar sudah berlangsung, dan metode belajar dan penilaian yang susah diterapkan. Bayangkan saja, bagaimana menilai kejujuran seorang siswa. Apakah kejujuran itu benar-benar menjadi sikap sehari-hari si murid atau hanya sekadar di sekolah saja agar dapat nilai bagus. Itu baru satu contoh.
Saranku, pemerintah yang akan datang harus meninjau ulang mengenai kurikulum 2013 ini. Karena yang menjadi korbannya adalah generasi masa depan bangsa.
Begitulah ceritaku malam ini.
Selamat malam
Senin, 29 September 2014
Gugat-menggugat
Apa yang terlintas di pikiran Anda saat membaca berita-berita politik saat ini? Sebentar-sebentar kita mendengar ada gugatan lagi. Apakah yang terjadi sehingga sebuah keputusan digugat? Apakah mereka yang membuat keputusan sudah memahami benar konsekuensi dari keputusan itu? Atau, apakah penggugat benar-benar tahu hal yang ia gugat?
Saya yakin, entah kenapa, bahwa sebenarnya pembuat keputusan tersebut tahu bahwa keputusan yang dibuatnya sebenarnya atas dasar kepentingan tertentu, biasanya kepentingan kelompok (bukan kepentingan bersama). Contohnya, di persidangan uji materi A atau yang lain, hasil putusannya selalu ditolak. Kenapa? Tentu karena bertentangan undang-undang dasar. Atau, tentang masalah gugatan pilpres yang begitu panas. Orang awam juga tahu siapa yang menang, orang awam (seperti aku) juga tahu siapa yang curang, namun pihak penggugat 'merasa' dirinya benar.hahaha
Kita sekarang menunggu apakah gugatan UU Pilkada benar-benar dilaksanakan. Ada dua pendapat mengenai pilkada ini; langsung (oleh rakyat) dan tidak langsung (oleh DPRD). Keputusannya adalah pilkada tidak langsung. Keduanya memang memiliki kelebihan dan kelemahan. Terlebih jika orang-orang yang terlibat di dalamnya adalah orang-orang yang pada dasarnya korup misalnya, entah langsung atau tidak, sama-sama merugikan negara. Kalau dikatakan pilkada tak langsung merupakan kemunduran demokrasi, bisa jadi benar.
Namun, bagaimana dengan sistem perwakilan (DPRD) yang juga berlaku di negara kita? Apakah kita tidak percaya lagi pada wakil-wakil kita? Mungkin di sini masalahnya, kalau memang bukan benar-benar jadi masalah. Kita tidak percaya lagi pada wakil rakyat. Keputusan yang mereka buat juga sering atas dasar kepentingan kelompok tertentu. Tapi, apakah memilih langsung juga benar-benar murni? Banyak juga lho yang memilih karena diiming-imingi secara sembunyi-sembunyi.hehehe Apalagi kalau dilihat dari peserta pemilu yang hanya sekian persen dari jumlah pemilih yang sebenarnya. Dan dari hasil pemilihan pun, dari yang sekian persen itu hanya sebagian kecil saja yang dikatakan memenangkan pemilu. Dengan kata lain, hanya sedikit warga negara saja yang ikut ambil bagian, berarti calon yang terpilih pun hanya dipilih oleh sedikit warga saja dari ratusan juta warga negara. Tapi hal ini masih bisa di atasi dengan memberikan pendidikan politik kepada masyarakat luas sehingga ke depan mau melibatkan diri setiap pemilu. Sebenarnya pilkada tidak langsung bisa lebih efektif, namun apakah kita bisa memercayai wakil-wakil kita? Apakah mereka benar-benar mampu mewakili masyarakat? Dari pengalaman sih, tidak.
Hari ini saja di MK berlangsung sidang putusan UU MD3. Saya juga yakin hasilnya adalah ditolak (sok tau.hehe) karena aku tidak mengikuti persidangan sampai selesai. Tunggu hasilnya saja nanti di berita......Eh ternyata benar ditolak.
Beginilah kalau kepentingan pribadi/kelompok lebih diutamakan daripada kepentingan bersama. Hal-hal yang sebenarnya sudah diketahui baik jadi dibuat terbalik; yang buruk dianggap baik. Semoga saja para pejabat negara kita, para politisi, segera sadar.
Saya yakin, entah kenapa, bahwa sebenarnya pembuat keputusan tersebut tahu bahwa keputusan yang dibuatnya sebenarnya atas dasar kepentingan tertentu, biasanya kepentingan kelompok (bukan kepentingan bersama). Contohnya, di persidangan uji materi A atau yang lain, hasil putusannya selalu ditolak. Kenapa? Tentu karena bertentangan undang-undang dasar. Atau, tentang masalah gugatan pilpres yang begitu panas. Orang awam juga tahu siapa yang menang, orang awam (seperti aku) juga tahu siapa yang curang, namun pihak penggugat 'merasa' dirinya benar.hahaha
Kita sekarang menunggu apakah gugatan UU Pilkada benar-benar dilaksanakan. Ada dua pendapat mengenai pilkada ini; langsung (oleh rakyat) dan tidak langsung (oleh DPRD). Keputusannya adalah pilkada tidak langsung. Keduanya memang memiliki kelebihan dan kelemahan. Terlebih jika orang-orang yang terlibat di dalamnya adalah orang-orang yang pada dasarnya korup misalnya, entah langsung atau tidak, sama-sama merugikan negara. Kalau dikatakan pilkada tak langsung merupakan kemunduran demokrasi, bisa jadi benar.
Namun, bagaimana dengan sistem perwakilan (DPRD) yang juga berlaku di negara kita? Apakah kita tidak percaya lagi pada wakil-wakil kita? Mungkin di sini masalahnya, kalau memang bukan benar-benar jadi masalah. Kita tidak percaya lagi pada wakil rakyat. Keputusan yang mereka buat juga sering atas dasar kepentingan kelompok tertentu. Tapi, apakah memilih langsung juga benar-benar murni? Banyak juga lho yang memilih karena diiming-imingi secara sembunyi-sembunyi.hehehe Apalagi kalau dilihat dari peserta pemilu yang hanya sekian persen dari jumlah pemilih yang sebenarnya. Dan dari hasil pemilihan pun, dari yang sekian persen itu hanya sebagian kecil saja yang dikatakan memenangkan pemilu. Dengan kata lain, hanya sedikit warga negara saja yang ikut ambil bagian, berarti calon yang terpilih pun hanya dipilih oleh sedikit warga saja dari ratusan juta warga negara. Tapi hal ini masih bisa di atasi dengan memberikan pendidikan politik kepada masyarakat luas sehingga ke depan mau melibatkan diri setiap pemilu. Sebenarnya pilkada tidak langsung bisa lebih efektif, namun apakah kita bisa memercayai wakil-wakil kita? Apakah mereka benar-benar mampu mewakili masyarakat? Dari pengalaman sih, tidak.
Hari ini saja di MK berlangsung sidang putusan UU MD3. Saya juga yakin hasilnya adalah ditolak (sok tau.hehe) karena aku tidak mengikuti persidangan sampai selesai. Tunggu hasilnya saja nanti di berita......Eh ternyata benar ditolak.
Beginilah kalau kepentingan pribadi/kelompok lebih diutamakan daripada kepentingan bersama. Hal-hal yang sebenarnya sudah diketahui baik jadi dibuat terbalik; yang buruk dianggap baik. Semoga saja para pejabat negara kita, para politisi, segera sadar.
Rabu, 24 September 2014
PROFIL SEKOLAH EKA WIJAYA
SEKOLAH EKA WIJAYA: PROFIL SEKOLAH EKA WIJAYA: Salam, Yayasan Pendidikan Eka Wijaya berdiri sejak tahun 1990. Sekarang memiliki beberapa lembaga sekolah mulai dari PG-TK-SD-SMP-SMA-S...
Senin, 22 September 2014
Judulnya apa ya?
Beberapa hari yang lalu aku menambahkan pertemanan di facebook. Salah satunya adalah bimbingan belajar. Kubaca profilnya. Ada tertulis mencerdaskan anak bangsa dan juga jaminan sukses di masa depan. Ada juga jaminan sukses bagi yang mengikuti olimpiade. Pertanyaannya apakah benar demikian? Bisakah bimbel melakukan itu? Tentu bisa. Namun pertanyaan berikutnya, menurutku, dan ini lebih penting apakah bangsa kita membutuhkan anak-anak yang cerdas dalam hal pengetahuan saja? Tentu kita bangga pada para juara olimpiade yang telah mengharumkan nama bangsa. Namun, mereka hanya segelintir orang saja di antara ratusan juta penduduk Indonesia.
Negara kita tidak lagi membutuhkan orang-orang yang cerdas. Terlalu banyak orang pintar di Indonesia. Salah satu buktinya, ya, para pemenang olimpiade internasional tadi dan prestasi-prestasi lain yang ditunjukkan oleh anak bangsa. Negara kita membutuhkan pribadi yang berintegritas, jujur, giat bekerja tanpa pamrih. Coba lihat para pendaftar CPNS saat ini, karena masih hangat beritanya, apakah para pendaftar itu memikirkan apa yang akan mereka berikan pada negara? Saya kira kebanyakan tidak. Malah sebaliknya, mereka memikirkan mereka akan mendapatkan kenyamanan dan jaminan hari tua alias pensiun. Mereka memikirkan apa yang diberikan negara.
Negara kita membutuhkan pribadi yang berintegritas, jujur, dan giat bekerja tanpa pamrih. Bukan sekadar pintar. Tentu banyak karakter positif lain yang dibutuhkan dan bisa kita tambahkan sendiri. Nah, apakah lembaga-lembaga bimbingan belajar memikirkan hal ini? Biasanya bimbel hanya mengutamakan cara mengatasi/memecahkan soal, itupun dengan cara cepat/instan. Namun, tidak memerhatikan hal yang paling penting yang dibutuhkan oleh bangsa ini; integritas, kejujuran, dan rajin bekerja tanpa pamrih. Sekolah juga perlu memerhatikan hal ini. Dan terutama pemerintah. Ada sebuah opini yang kubaca dari koran mengatakan bahwa guru sering terdesak oleh kepentingan politis, tingkat kelulusan 100%, kalau tidak, akan mendapat tekanan dari atasan/dinas.
Inilah cikal bakal para koruptor. Mengapa ada koruptor? Karena tidak ada pribadi yang berintegritas, jujur dan bekerja tanpa pamrih. Malah sebaliknya, terciptalah generasi yang bekerja tapi ingin dibayar mahal, malah kalau bisa mengambil lebih banyak lagi. Bukannya bekerja untuk memberikan yang terbaik.
Ya begitulah ceritanya ketika aku menambahkan pertemanan di facebook. Aku hanya mencurahkan isi hati tentang kondisi pendidikan kita. Apa yang diketahui anak-anak? Kurasa mereka hanya menurut saja. Disuruh ikut bimbel biar pintar, ikut saja. Disuruh belajar giat, ikut saja. Sering dalam keadaan terpaksa. Mereka tidak tahu apa motivasi di balik pendirian bimbel tersebut. Apakah murni untuk mencerdaskan mereka atau sekadar meraup untung dari bisnis ini.
Sabtu, 13 September 2014
Lupa
Lupa. Siapa yang tidak pernah lupa? Tidak seorang pun. Semua orang pasti mengalami lupa. Biasanya lupa begitu menjengkelkan. Misalnya saat mau bepergian, kita lupa di mana menaruh kunci kendaraan. Berhubung di sekolah saatnya memasuki minggu ujian tengah semester, biasanya lupa merupakan hal yang ingin dihindari oleh murid. Namun, sudah dihindari pun tetap saja lupa sewaktu ujian berlangsung.
Apa sih lupa? Lupa adalah hilangnya kemampuan menyebut atau melakukan kembali informasi dan kecakapan yang telah tersimpan dalam memori. Informasi/item/materi pelajaran bisa diibaratkan sebagai benda yang disusun dalam sebuah lemari. Lemari itu adalah otak. Bayangkan semakin banyak benda dimasukkan ke dalam lemari, semakin susah mengambilnya kembali. Itulah lupa: kita tidak mampu mengambil informasi yang sudah tersimpan.
Informasi/item/kesan dalam hal ini akan disamakan dengan materi pelajaran karena aku ingin membahasnya dalam lingkup sekolah. Jadi informasi sama dengan materi pelajaran.
Beberapa hal yang menyebabkan lupa.
Pertama, materi pelajaran yang sudah tersimpan akan menghalangi materi yang baru. Atau sebaliknya materi baru menghalangi materi pelajaran yang tersimpan. Sehingga terjadi konflik/gangguan. Ibarat dalam lemari yang penuh, kita akan kesulitan mengabil barang paling belakang karena terhalang. Atau kita susah memasukkan barang baru karena sudah ada barang di dalamnya. Jadi, terjadi gangguan dalam memori otak kita.
Kedua, adanya tekanan. Maksudnya materi pelajaran yang kita terima adalah hal yang tidak menyenangkan (tidak kita sukai) sehingga kita menekannya ke bagian paling dalam otak (ke alam ketidaksadaran). Hal ini bisa terjadi secara sengaja atau tidak sengaja. Kalau tidak disengaja sama halnya dengan poin pertama tadi, bahwa informasi baru akan menekan informasi lama ke alam bawah sadar kita.
Ketiga, lupa dapat terjadi karena perubahan situasi lingkungan antara waktu belajar dengan waktu mengingat kembali. Intinya perubahan situasi. Perubahan situasi belajar di rumah (santai dan menyenangkan) dengan saat ujian di sekolah (menegangkan) bisa menyebabkan lupa.
Keempat, karena perubahan sikap dan minat. Misal: sebenarnya siswa menyukai matematika atau fisika (misalnya nih, walaupun jarang.hehehe), tapi gurunya tidak menyenangkan (biasanya galak). Nah, hal ini bisa juga bikin mudah lupa.
Kelima, bisa juga karena materi pelajarannya jarang digunakan sehingga terabaikan dan akhirnya terlupakan. Atau juga karena jarang dilatih.
Keenam, akibat perubahan syaraf otak. Mungkin karena penyakit, keracunan, mabuk-mabukan, atau geger otak.
Banyak juga ya. Lelah gak bacanya? Mudah-mudahan tidak, walaupun iya. Padahal sebenarnya penjelasannya bisa lebih panjang.
Bagaimana caranya meningkatkan kemampuan mengingat? Dengan belajar dari penyebabnya, kita bisa mengembangkan cara sendiri.
Metode loci (locus/tempat). Bayangkan sebuah tempat (misalnya kamar kita) lalu hubungkan dengan materi yang kita pelajari. Tentu kita hafal betul kamar kita. Misalnya, meja belajar kita hubungkan dengan rumus fisika tertentu. Jadi tiap mengingat rumus tersebut, ingatlah meja belajar. Mungkin dengan seseorang juga bisa. Namailah setiap tempat di kamat kita dengan istilah-istilah dalam materi pelajaran.
Metode mnemonik (dewi memori dari Yunani). Dikenal sebagai metode pengorganisasian. Materi pelajaran diorganisasi (atau dihubungkan dengan hal yang sudah diketahui). Misalnya: untuk menghafal spektrum warna (merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila dan ungu) buatlah istilah baru: Mau Jadi Koboi Harus Bisa Naik Unta (selain mejikuhibiniu). Karena mejikuhibiniu tidak ada dalam kehidupan sehari-hari.
Mnemonik bisa juga dengan pengelompokkan. Misalnya: menghafal 12 angka pada nomor telepon genggam lebih mudah jika dikelompokkan menjadi 3 kelompok (4 angka) daripada dihafal seluruhnya.
Cara mengurangi lupa saat belajar:
Apa sih lupa? Lupa adalah hilangnya kemampuan menyebut atau melakukan kembali informasi dan kecakapan yang telah tersimpan dalam memori. Informasi/item/materi pelajaran bisa diibaratkan sebagai benda yang disusun dalam sebuah lemari. Lemari itu adalah otak. Bayangkan semakin banyak benda dimasukkan ke dalam lemari, semakin susah mengambilnya kembali. Itulah lupa: kita tidak mampu mengambil informasi yang sudah tersimpan.
Informasi/item/kesan dalam hal ini akan disamakan dengan materi pelajaran karena aku ingin membahasnya dalam lingkup sekolah. Jadi informasi sama dengan materi pelajaran.
Beberapa hal yang menyebabkan lupa.
Pertama, materi pelajaran yang sudah tersimpan akan menghalangi materi yang baru. Atau sebaliknya materi baru menghalangi materi pelajaran yang tersimpan. Sehingga terjadi konflik/gangguan. Ibarat dalam lemari yang penuh, kita akan kesulitan mengabil barang paling belakang karena terhalang. Atau kita susah memasukkan barang baru karena sudah ada barang di dalamnya. Jadi, terjadi gangguan dalam memori otak kita.
Kedua, adanya tekanan. Maksudnya materi pelajaran yang kita terima adalah hal yang tidak menyenangkan (tidak kita sukai) sehingga kita menekannya ke bagian paling dalam otak (ke alam ketidaksadaran). Hal ini bisa terjadi secara sengaja atau tidak sengaja. Kalau tidak disengaja sama halnya dengan poin pertama tadi, bahwa informasi baru akan menekan informasi lama ke alam bawah sadar kita.
Ketiga, lupa dapat terjadi karena perubahan situasi lingkungan antara waktu belajar dengan waktu mengingat kembali. Intinya perubahan situasi. Perubahan situasi belajar di rumah (santai dan menyenangkan) dengan saat ujian di sekolah (menegangkan) bisa menyebabkan lupa.
Keempat, karena perubahan sikap dan minat. Misal: sebenarnya siswa menyukai matematika atau fisika (misalnya nih, walaupun jarang.hehehe), tapi gurunya tidak menyenangkan (biasanya galak). Nah, hal ini bisa juga bikin mudah lupa.
Kelima, bisa juga karena materi pelajarannya jarang digunakan sehingga terabaikan dan akhirnya terlupakan. Atau juga karena jarang dilatih.
Keenam, akibat perubahan syaraf otak. Mungkin karena penyakit, keracunan, mabuk-mabukan, atau geger otak.
Banyak juga ya. Lelah gak bacanya? Mudah-mudahan tidak, walaupun iya. Padahal sebenarnya penjelasannya bisa lebih panjang.
Bagaimana caranya meningkatkan kemampuan mengingat? Dengan belajar dari penyebabnya, kita bisa mengembangkan cara sendiri.
Metode loci (locus/tempat). Bayangkan sebuah tempat (misalnya kamar kita) lalu hubungkan dengan materi yang kita pelajari. Tentu kita hafal betul kamar kita. Misalnya, meja belajar kita hubungkan dengan rumus fisika tertentu. Jadi tiap mengingat rumus tersebut, ingatlah meja belajar. Mungkin dengan seseorang juga bisa. Namailah setiap tempat di kamat kita dengan istilah-istilah dalam materi pelajaran.
Metode mnemonik (dewi memori dari Yunani). Dikenal sebagai metode pengorganisasian. Materi pelajaran diorganisasi (atau dihubungkan dengan hal yang sudah diketahui). Misalnya: untuk menghafal spektrum warna (merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila dan ungu) buatlah istilah baru: Mau Jadi Koboi Harus Bisa Naik Unta (selain mejikuhibiniu). Karena mejikuhibiniu tidak ada dalam kehidupan sehari-hari.
Mnemonik bisa juga dengan pengelompokkan. Misalnya: menghafal 12 angka pada nomor telepon genggam lebih mudah jika dikelompokkan menjadi 3 kelompok (4 angka) daripada dihafal seluruhnya.
Cara mengurangi lupa saat belajar:
Belajar lebih. Dengan melebihi batas penguasaan atas materi pelajaran tertentu.
Menambah waktu belajar sehingga dapat memperkuat terhadap materi yang dipelajari.
Mengelompokkan kata atau istilah tertentu dalam susunan yang logis.
Langganan:
Postingan (Atom)