Kamis, 23 Januari 2014

Aku (pusing)

Descartes berkata:

aku berpikir, maka aku ada.

tapi Aku berkata:

aku berpikir, maka aku pusing.

Rabu, 22 Januari 2014

kembali ke Jakarta

video: detik-detik keberangkatan (03 Januari 2014)
bandara Binaka - Gunungsitoli, Nias.



Salah satu hal yang paling membuat hati sesak adalah saat singgah di bandara udara menunggu jam keberangkatan. Saat itu, buatku, memilih untuk tetap tinggal adalah kemungkinan yang bisa saja kupilih dan membatalkan keberangkatan. Rasanya berat meninggalkan orang-orang yang kukasihi dan mengasihiku yaitu keluarga. Rasanya berat meninggalkan kampung halaman. Video ini kurekam saat pesawat yang hendak membawaku terbang baru saja datang. Pesawat ini singgah sebentar, menurunkan penumpang, lalu 30 menit kemudian berangkat lagi menuju Kualanamu International Airport.

mati rasa

kupu-kupu
di dadanya
mati
tanpa sayap.
lalat
hinggap
di tubuhnya.

sendiri

pada akhirnya
kata jadi temanku
dalam sebait puisi ini

sebuah nama

aku ingin menjelma
nama yang kauingat selalu.
seperti di dingin hari ini
aku ingin menghangatkanmu
dengan nama itu.
nama yang selalu kau panggil
kala rindumu menggunung.
apakah kauingat sebuah cerita
tentang langit runtuh di atas kepala
kala rindu meletus di dada?
sebut nama itu
agar kau tetap berdiri
walau awan di sekelilingmu.
aku ingin menjelma
nama yang kauingat selalu.

Minggu, 12 Januari 2014

suara ibuku

Waktu itu aku masih kecil
Ketika aku berlari-lari di halaman rumah
Bermain bersama anak-anak lain.
Kadang ibuku marah dan berteriak memanggilku dari dalam rumah
Untuk membantunya di dapur.
Sebagai anak kecil: ingin terus bermain
Kadang aku membantah dan pura-pura tak mendengar suaranya.

Kini aku sudah tumbuh besar
Tinggal jauh dari ibuku: mengejar cita-citaku.
Suatu hari aku jatuh sakit
Terbaring seharian di kasur
Mengambil secangkir minumanpun tak sanggup.
Lalu kuambil telfon genggamku
Yang biasa kuletakkan di balik bantalku,
Aku menghubungi ibuku
Kukabari aku sakit.
Ia langsung gelisah. Mencemaskan keadaanku.
Ia minta maaf karena ia tak bisa berada di sisiku saat aku sakit.
Lalu ia mengirimkan doa buatku
Mujarab sekali
Tidak lama kemudian aku sembuh.

Waktu itu aku masih kecil
Ia memanggilku dari dalam rumah
Untuk membantunya di dapur
Aku membantah dan pura-pura tak mendengar suaranya.

Suara itu: ibuku
Terngiang di telingaku kini
Ya... Itu. Namaku yang dipanggil.

Ibu, maafkan anakmu.

Kamis, 09 Januari 2014

hanya puisi

Hanya puisi yang memahamiku
Selalu mendengarkan keluh kesahku.
Aku ingin terlihat baik baik saja
Meski aku tahu tak kan sanggup.
Aku sering kali merasa sedih
Tapi aku tak mau terlihat lemah
Apalagi kalah.

Ada yang belum selesai dengan kenangan
Yang masih saja mendatangiku
Tak peduli aku siap atau tidak
Namun tiap kali kubuka jendela
Menikmati udara luar
Saat angin pagi menyentuh wajahku
Kenangan buruk itu selalu datang
Lewat udara ia masuk ke tubuhku
Aku sesak lalu
Tiba tiba air mataku jatuh tanpa kusadari.

Titik air mataku pecah di lantai,
Tidak dengan kenangan ini.
Ia tidak jatuh pecah di dada
Ia mengangkasa ke udara
Ia lalu kembali ke dalam dada
Dalam seberkas cahaya mentari pagi.

Cerita memang sudah selesai

Tapi tidak dengan kenangan.