Minggu, 03 Januari 2016

Sebuah Percakapan dengan Pak Sopir

Sepulang gereja tadi, seperti biasa aku naik angkot dan duduk di depan dekat sopir karena memang tinggal itu yang kosong. Di tengah jalan yang sedang macet terlihat serombongan orang Korea dengan membawa belanjaan di tangan. Jalan kaki.
Tiba-tiba Pak Sopir berkata bahwa orang-orang Korea itu tidak bisa berbahasa Indonesia dan kerja mereka hanyalah buruh kasar di sebuah proyek di perusahaan ternama (PT. Holc*m). Pak Sopir bilang proyek itu dekat  dengan rumahnya, oleh karena itu dia tahu keberadaan orang-orang Korea tsb. Keren juga Pak Sopir ini.
Pak Sopir terus mengajak bicara.
Dia berkata, "aneh bangsa kita ini, buruh kasar saja didatangkan dari Korea. Kenapa tidak pakai tenaga orang kita saja?" Jalan masih macet melewati pasar.
Ia melanjutkan lagi, “Padahal mandornya orang kita yang tidak bisa bahasa Korea. Itu mandor kursus bahasa Korea biar nyambung dengan pekerjanya. Kursusnya bukan sama orang Korea, tapi sama orang kita juga. Aneh kan?”
“Mungkin pemegang saham terbesarnya orang Korea,” akhirnya aku bicara.
“Kata orang sih begitu.”
“Bagaimana tanggapan Bapak tentang MEA yang akhir-akhir ini heboh di TV?” aku bertanya yang lain.
“Mana siap negara kita! Pemerintah tidak menyiapkan kita untuk hal itu. Buruh kasar saja didatangkan dari luar. Gaji orang kita mencekik leher.” Itu tanggapan si Pak Sopir. Hebat juga bapak Sopir yang satu ini. Pengetahuannya lumayan bagus. Pemikirannya juga brilian.
“Tapi kan orang Korea terkenal cepat kalau kerja. Mungkin itu alasan mereka didatangkan.” kataku.
“Iya juga sih. Orang kita malas-malas. Kalau dikasih proyek lamban,” pak Sopir setuju.

Selanjutnya Pak Sopir menceritakan anaknya yang kuliah komputer, sudah lulus, dan sekarang kerja di salah satu perusahaan besar sebagai ahli komputer jaringan.