Sabtu, 25 Oktober 2014

Resume I: Epistemologi

Pengertian
Epistemologi berasal dari bahasa Yunani; episteme = pengetahuan dan logos = kata, pikiran, percakapan, atau ilmu. Jadi, epistemologi adalah kata, pikiran, percakapan tentang pengetahuan atau ilmu pengetahuan. (Jan Hendrik Rapar)
Epistemologi merupakan pembahasan mengenai bagaimana kita mendapatkan pengetahuan: apakah sumber-sumber pengetahuan? Apakah hakikat, jangkauan, dan ruang lingkup pengetahuan? Apakah manusia dimungkinkan untuk mendapatkan pengetahuan? Sampai tahap mana pengetahuan yang mungkin ditangkap manusia? (Jujun S. Suriasumantri)
Epistemologi ialah teori tentang pengetahuan yaitu tentang lahirnya pengetahuan, peranan, dan perkembangan pengetahuan. (Darsono Prawironegoro)
Pengetahuan adalah suatu kata yang digunakan untuk menunjuk kepada apa yang diketahui oleh seseorang tentang sesuatu. (Jan Hendrik Rapar)
Pengetahuan merupakan khasanah kekayaan mental yang secara langsung atau tidak langsung turut memperkaya kehidupan kita. Pengetahuan merupakan sumber jawaban bagi berbagai pertanyaan yang muncul dalam kehidupan. Tidak semua pengetahuan merupakan ilmu. Ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat metode ilmiah. (Jujun S. Suriasumantri)

Jenis-jenis
Pengetahuan ada tiga: seni, agama, dan ilmu. Ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang diketahui manusia. Secara ontologis ilmu membatasi diri pada pengkajian obyek yang berada dalam lingkup pengalaman manusia. (Jujun S. Suriasumantri)

Dalam buku Pengantar Filsafat (Jan Hendrik Rapar), pengetahuan dibagi dalam tiga jenis:
  1. Pengetahuan biasa; nir-ilmiah dan pra-ilmiah. Nir-ilmiah merupakan hasil pencerapan indra terhadap obyek tertentu. Pra-ilmiah merupakan hasil pencerapan indrawi yang tersedia untuk diuji lebih lanjut kebenarannya.
  2.  Pengetahuan ilmiah: pengetahuan yang diperoleh lewat penggunaan metode-metode ilmiah yang lebih menjamin kepastian kebenaran yang dicapai.
  3. Pengetahuan filsafati; pengetahuan yang berkaitan dengan hakikat, prinsip, dan asas dari seluruh realitas yang dipersoalkan selaku objek yang diketahui.


Sumber-sumber pengetahuan
Plato, Descartes, Spinoza, dan Leibniz mengatakan bahwa akal budi atau rasio adalah sumber utama bagi pengetahuan, bahkan ada yang secara ekstrem berkata bahwa akal budi adalah satu-satunya sumber pengetahuan.
Beberapa filsuf lainnya, seperti Bacon, Hobbes, dan Locke, menyatakan bahwa pengalaman indrawilah yang merupakan sumber utama bagi pengetahuan.
Immanuel Kant mengatakan bahwa akal budi manusia hanya dapat berfungsi sebagaimana mestinya apabila dihubungkan dengan pengalaman. (Jan Hendrik Rapar)

Asal-usul Pengetahuan
Dalam buku Filsafat Ilmu (Darsono Prawironegoro) dikatakan bahwa pengetahuan berasal dari praktek, baik praktek langsung (pengalaman perorangan) maupun tidak langsung (pengalaman orang lain). Praktek melahirkan pengalaman. Pengalaman melahirkan pengetahuan. Pengetahuan lahir melalui proses dua tingkat yaitu tingkat sensasi dan tingkat rasio.
Pengetahuan sensasional adalah pengetahuan yang langsung ditangkap oleh kemampuan indra manusia secara apa adanya dari praktek. Bersifat parsial, namun menjadi bahan baku untuk menyiapkan pengetahuan rasional. Pengetahuan ini jika tidak ditingkatkan ke pengetahuan rasional, akan menjadi pengetahuan biasa/tingkat rendah.
Pengetahuan rasional adalah pengetahuan hasil tangkapan indra terhadap kondisi obyektif, hasil penelitian, hasil perenungan, dan hasil dari penyimpulan dari pengetahuan sensasional.

Peranan Pengetahuan
Pengetahuan merupakan sinar dari praktek, memimpin, mengarahkan, dan mengembangkan praktek.

Metode Ilmiah
Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat metode ilmiah.
Metode, menurut Senn, merupakan suatu prosedur atau cara mengetahui sesuatu, yang mempunyai langkah-langkah yang sistematis.
Metodologi merupakan suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan dalam metode tersebut.
Jadi, metodologi ilmiah merupakan pengkajian dari peraturan-peraturan yang terdapat dalam metode ilmiah.  Metodologi ini secara filsafati termasuk dalam apa yang dinamakan epistemologi.
Menurut Soejono Soemargono, metode ilmiah secara garis besar ada dua macam:
1.        Metode ilmiah yang bersifat umum
a. Metode analitiko-sintesis merupakan gabungan dari metode analisis (memilah-milah pengertian yang satu dengan yang lainnya) dan metode sintesis (menggabungkan pengertian yang satu dengan yang lainnya sehingga melahirkan pengetahuan baru).
b.      Metode non-deduksi.
2.        Metode penyelidikan ilmiah
a.       Metode siklus empiris (daur)

b.      Metode vertikal (linier)

Sabtu, 18 Oktober 2014

Pengantar Filsafat

Pengertian Filsafat
Pengertian filsafat dari buku karangan Jan Hendrik Rapar
Filsafat bukanlah ilmu karena filsafat berbicara tentang apa saja. Sedangkan ilmu hanya mengacu pada satu objek tertentu.
Plato:
Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berusaha meraih kebenaran yang asli dan murni. Filsafat adalah penyelidikan tentang sebab-sebab dan asas-asas yang paling akhir dari segala sesuatu yang ada.
Aristoteles – murid Plato:
Filsafat adalah ilmu yang senantiasa berupaya mencari prinsip-prinsip dan penyebab-penyebab dari realialitas yang ada. Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berusaha mempelajari “peri ada selaku peri ada” (being as being) atau “peri ada sebagaimana adanya” (being as such).
Rene Descartes – fisuf Prancis:
Filsafat adalah himpunan dari segala pengetahuan yang pangkal penyelidikannya adalah mengenai Tuhan, alam, dan manusia.
Willian James – fisuf Amerika:
Filsafat adalah suatu upaya yang luar biasa hebat untuk berpikir yang jelas dan terang.
R.F. Beerling:
Filsafat “memajukan pertanyaan tentang kenyataan seluruhnya tentang hakikat, asas, prinsip dari kenyataan”. Filsafat adalah suatu usaha untuk mencapai radix, atau akar kenyataan dunia wujud, juga akar pengetahuan tentang diri sendiri.

Pengertian filsafat dari buku karangan Dr. Darsono Prawiroegoro
Filsafat adalah berpikir mendalam tentang data indrawi dan pengambilan keputusan  yang memihak kepada yang lemah.

Asal Mula Filsafat
Ketakjuban.
Ketakjuban hanya mungkin dirasakan dan dialami oleh makhluk yang berperasaan dan berakal budi. Manusia adalah makhluk yang takjub. Objek ketakjuban adalah segala sesuatu yang ada dan yang dapat diamati
Ketidakpuasan
Sebelum filsafat lahir, berbagai mitos dan mite (dongeng dan takhayul) menjelaskan tentang asal mula dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam semesta serta sifat-sifat peristiwa itu. Manusia tidak puas dengan penjelasan itu. manusia terus menerus mencari penjelasan dan keterangan yang lebih pasti itu lambat-lambat mulai berpikir secara rasional. Akibatnya, akal budi semakin berperan. Mitos dan mite tersisih, filsafat lahir.
Hasrat bertanya
Ketakjuban manusia telah melahirkan pertanyaan, dan ketidakpuasan manusia membuat pertanyaan-pertanyaan yang tak kunjung habis. Pertanyaanlah yang membuat manusia melakukan pengamatan, penelitian dan penyelidikan.
Keraguan
Pertanyaan yang diajukan untuk memperoleh kejelasan dan keterangan yang pasti pada hakikatnya merupakan suatu pernyataan tentang adanya keraguan di pihak manusia yang bertanya.

Sifat Dasar Filsafat
Berpikir radikal
Berupaya menemuan radix (akar) seluruh kenyataan. Hanya apabila akar suatu permasalahan dapat ditemukan, permasalahan itu dapat dimengerti sebagaimana mestinya. Berpikir radikal tidak berarti hendak mengubah, membuang, atau menjungkirbalikkan segala sesuatu, melainkan dalam arti yang sebenarnya, yaitu berpikir secara mendalam, untuk mencapai akar persoalan.
Mencari asas
Dalam memandang seluruhan realitas, filsafat berusaha mencari asas yang paling hakiki dari keseluruhan realitas. Mencari asas pertama berarti juga berupaya menemukan sesuatu yang menjadi esensi realitas.
Memburu kebenaran
Upaya memburu kebenaran itu berarti demi kebenaran itu sendiri, dan kebenaran yang diburu adalah kebenaran yang lebih meyakinkan serta lebih pasti.
Mencari kejelasan
Upaya menghilangkan keraguan. Upaya mendapatkan kejelasan dan penjelasan mengenai seluruh realitas. Usaha keras demi meraih kejelasan intelektual (Geisler dan Feinberg).
Berpikir rasional
Berarti berpikir logis, sistematis, dan kritis. Berpikir logis berarti upaya  menarik kesimpulan dan mengambil keputusan yang tepat dan benar dari premis-premis yang digunakan. Pemikiran sistematis adalah rangkaian pemikiran yang berhubungan satu sama lain atau saling berkaitan secara logis. Berpikir kritis berarti upaya untuk terus menerus mengevaluasi argumen-argumen yang mengklain diri benar.

Peranan Filsafat
Pendobrak.
Mendobrak tembok-tembok tradisi (dongeng dan takhayul) yang begitu sakral dan selama itu tak boleh diganggu-gugat
Pembebas
Membebaskan manusia dari “penjara” yang hendak mempersempit ruang gerak akal budi manusia.
Pembimbing
·         Filsafat membebaskan manusia dari cara berpikir mistis dan mitis dengan membimbing manusia untuk berpikir secara rasional.
·         Filsafat membebaskan manusia dari cara berpikir yang picik dan dangkal dengan membimbing manusia untuk berpikir luas dan lebih mendalam (radikal).
·         Filsafat membebaskan manusia dari cara berpikir tidak teratur dan tidak jernih dengan membimbing manusia berpikir sistematis dan logis.
·         Filsafat membebaskan manusia dari cara berpikir yang tak utuh dan fragmentaris dengan membimbing manusia untuk berpikir secara integral dan koheren.


Kegunaan Filsafat
Sebagai pedoman untuk berpikir, bersikap, dan bertindak secara sadar dalam menghadapi berbagai gejala–peristiwa yang timbul dalam alam dan masyarakat. Untuk berfilsafat, orang harus mengetahui dan memahami ajarannya secara ilmu – mempelajari aliran-aliran filsafat. Berfilsafat berarti bersikap dan bertindak kritis, mencari sebab, mencari isi, mencari hakikat dari gejala–peristiwa alam dan masyarakat, bukan bersikap dan bertindak secara tradisi, kebiasaan, adat-istiadat dan naluri. (Darsono)
Filsafat berguna sebagai penghubung antardisiplin ilmu. Selain itu, filsafat juga sanggup memeriksa, mengevaluasi, mengoreksi, dan lebih menyempurnakan prinsip-prinsip dan asas-asas yang melandasi berbagai ilmu pengetahuan. Dalam kehidupan praktis, filsafat menggiring manusia ke pengertian yang terang dan pemahaman yang jelas. Kemudian menuntun manusia ke tindakan dan perbuatan yang konkret berdasarkan pengertian yang terang dan pemahaman yang jelas. (Jan Hendrik Rapar)

Sumber:
Jan Hendrik Rapar, 1996, Pengantar Filsafat, Yogyakarta: Kanisius
Darsono Prawironegoro, 2010, Filsafat Ilmu, Jakarta: Nusantara Consulting

Jumat, 03 Oktober 2014

Mendengar keluhan murid

Selamat malam. Walaupun tulisan ini mungkin dibaca pagi hari, aku akan mengucapkan selamat malam saja. Karena aku menuliskannya malam hari. Tidak apa kan?
Aku mau cerita. Seperti biasa, kalau bukan curhat, ya cerita-ceritaan. Siang tadi aku didatangi oleh beberapa mantan muridku yang sekarang bersekolah di tempat lain. Sebenarnya bukan didatangi tapi bertepatan bertemu di sekolah. Katanya, mereka ingin main ke sekolah. Ada yang mengambil ijazah SMPnya, ada yang sekadar ingin bertemu teman-teman yang sekarang bersekolah di tempat yang berbeda-beda. Seragam mereka juga beda-beda.

Selesai mengajar, dari lantai 3 aku pun turun untuk pulang. Lalu di bawah bertemulah aku dengan murid-muridku itu. Salam-salaman deh, seperti kebiasaan di sekolah kami. Kutanyakan kabar mereka, bagaimana dengan sekolah baru, dan lain-lain. Kupikir mereka menjawab baik-baik saja. Eh malah pada mengeluh. Mereka mengeluhkan metode belajar kurikulum 2013. Menyusahkan murid, kata mereka, tugas ini tugas itu, banyak sekali dan terjadi di semua mata pelajaran. Juga mengeluhkan guru mata pelajaran fisika, yang kata salah seorang anak, guru fisika di sekolahnya 'kayak gitu'. Maksudnya mengajar asal-asalan, siswa tidak paham apa yang diajarkan, termasuk dia. Padahal setahuku, muridku itu salah satu yang terpintar di kelasnya pas SMP. Saat itu aku mengajar fisika di kelas mereka. Ada juga yang lain, mengeluhkan guru matematikanya. Begitulah keluhan mereka sampai-sampai salah seorang dari mereka berkata masa ketemu guru (maksudnya saya) langsung cerita keluhan. Malah ada yang langsung nanya soal.

Menanggapi cerita beberapa mantan muridku tadi, aku mulai berpikir. Pertama. mengenai guru. Di sekolah baru mereka (di tempat lain) gurunya ya 'kayak gitu'. Aku pinjam istilah anak-anak tadi. Kayak gitu menunjukkan kualitas guru yang kurang baik. Apakah boleh mempertanyakan kualitas guru? Aku jadi teringat mengenai sertifikasi guru, apakah pemberian sertifikasi menjamin kualitas guru baik? Bagaimana mungkin seseorang bisa menjadi guru namun tidak mampu mengajar dan mendidik dengan baik?

Memang di sekolah kami (Eka Wijaya) semua guru dituntut mengajar dengan baik. Jika ada guru tidak masuk kerja karena sakit/izin/hal lainnya, guru piket (atau guru lain) wajib menggantikan. Tidak boleh ada kelas yang tidak ada gurunya saat kegiatan belajar mengajar. Kalau tidak, akan langsung ditindak oleh yayasan. Guru juga dituntut disiplin: datang tepat waktu, saat mengajar tidak boleh mengangkat telpon, saat di kelas tidak boleh melakukan kegiatan lain seperti membaca koran atau mengoreksi hasil ulangan. Ya, guru harus disiplin. Kalau mau jujur, masih banyak sekolah di negeri ini yang gurunya tidak disiplin. Di kelas ada guru yang santai-santai saja, kalau ada guru tidak hadir, anak didik dibiarkan begitu saja, tidak ada guru pengganti, bahkan masih ada guru yang merokok di kelas. Bukan bermaksud sombong dengan keadaan di sekolah kami, namun memang keadaannya begitu. Biasanya guru yang tidak tahan dengan aturan, ya umurnya tidak akan panjang di sekolah ini.

Dan juga aku tidak menganggap diriku sudah sempurna menjadi guru. Aku masih perlu belajar menjadi guru yang baik. Sampai sekarang aku masih meyakini panggilan hidupku adalah menjadi guru. Terserah ke depan bagaimana, mungkin saja Tuhan memanggil di tempat lain. Sebagai guru, aku punya visi, yaitu agar murid yang kuajar mengenal Tuhan -Pencipta hidupnya-, mengenal dirinya sendiri, dan mampu menjadi manusia yang baik. Itu saja. Nah, bagaimana dengan guru-guru yang lain? Apakah mereka punya visi? Apa dasar mereka menjadi guru: panggilan hidup atau karena gagal diterima di kantor lain, misalnya? Kalau mau jujur lagi, ada banyak guru tidak punya visi (mengajar asal-asalan), ada banyak orang menjadi guru bukan karena terpanggil jiwanya menjadi guru, dan lain sebagainya. Oh ya hampir lupa. Beberapa murid juga cerita ke saya lewat media sosial. Bahkan ada yang menanyakan cara menyelesaikan sebuah soal matematika lewat FB dan Twitter. Ke mana ya gurunya?

Kedua, mengenai kurikulum 2013. Banyak guru dan murid mengeluhkan hal ini. Termasuk fasilitatorku saat pelatihan dulu, meski tidak langsung, tapi dari jawabannya 'kita ikuti saja dulu' tersirat bahwa kurikulum 2013 tidak bisa diimplementasikan dengan baik. Dan setelah aku mencari informasi, ternyata kurikulum 2013 ini tanpa riset. Hanya sebuah ide yang langsung diterapkan begitu saja tanpa melewati penelitian yang sah, tanpa diuji. Juga masih banyak kekeliruan di sana-sini seperti pengadaan buku yang masih sangat kurang, pelatihan guru yang masih belum seluruhnya padahal kegiatan belajar sudah berlangsung, dan metode belajar dan penilaian yang susah diterapkan. Bayangkan saja, bagaimana menilai kejujuran seorang siswa. Apakah kejujuran itu benar-benar menjadi sikap sehari-hari si murid atau hanya sekadar di sekolah saja agar dapat nilai bagus. Itu baru satu contoh.

Saranku, pemerintah yang akan datang harus meninjau ulang mengenai kurikulum 2013 ini. Karena yang menjadi korbannya adalah generasi masa depan bangsa.

Begitulah ceritaku malam ini.

Selamat malam