Senin, 29 Juni 2015

Perceraian dan Masa Depan Bangsa

Angka perceraian meningkat 52 persen selama lima tahun terakhir, 2010-2014 (Kompas, 30/06/2015). Ini adalah berita penting sekaligus mengkhawatirkan. Mengapa? Karena sangat berhubungan dengan keluarga. Keluarga adalah lingkungan pertama dan utama seorang anak mendapat pendidikan.  Ketidaksiapan menikah yang ditandai dengan rumah tangga tidak harmonis, tidak ada tanggung jawab, persoalan ekonomi, dan kehadiran pihak ketiga merupakan penyebab perceraian. Dari berbagai penyebab tersebut, penyebab utama ada dua: ketidakharmonisan yakni kekurangan nafkah lahir dan batin. Tidak mampu memenuhi kebutuhan keluarga dan tidak mampu memahami pasangan.

Budaya Popular 
Menurut kepala puslitbang kehidupan keagamaan kemenag, Muharam Marzuki, ada kecenderungan menikah usia muda yang merupakan pengaruh budaya popular. Tontonan di film ataupun sinetron menunjukkan para pemain film yang berusia belia sudah menikah.

"Penelitian menunjukkan pasangan muda tak mengerti bahwa menikah berarti tanggung jawab terhadap sesama dan juga keluarga suami atau istri," kata Muharam. Oleh karena itu, masalah paling sering terjadi ialah komunikasi yang buruk antara suami dan istri, orangtua, mertua, dan ipar. Bahkan, persepsi tentang pernikahan disamakan dengan pacaran, yaitu jika tak cocok, boleh putus hubungan (Kompas).

Selasa, 09 Juni 2015

Pendidikan dan Permasalahan Bangsa

Akhir-akhir ini aku sibuk sekali. Padahal aku sudah bertekad tidak menggunakan kata ‘sibuk’ seandainya aku pandai mengatur prioritas yang akan kukerjakan. Waktuku tersita oleh pekerjaan dan tugas-tugas kuliah. Hari-hari berlalu sangat cepat namun terasa begitu berat. Kadang-kadang aku tidak merasakan hari sudah berganti dan sudah begitu banyak hal yang kulakukan. Sesekali memang aku masih membuka miniblog tumblr dan menulis puisi. 
Berita di televisi juga hampir terlewati olehku. Sehingga sedikit sekali informasi kuketahui selain berita-berita utama. Misalnya tentang ijazah palsu, beras palsu, masalah PSSI, partai politik, atau berita jelang pemilihan kepala daerah. Dalam pandanganku, Indonesia sedang mengalami ‘bencana’. Bencana yang kumaksud adalah rusaknya tatanan kehidupan berbangsa dan bertanah air.
Ijazah Palsu
Banyak oknum memilih jalan pintas untuk menggapai jabatan tinggi. Tanpa rasa malu menggunakan ijazah palsu sebagai jaminan kualitas diri. Pertanyaanku: kualitas diri apa yang ditunjukkan dengan ijazah palsu? Sistem penerimaan pegawai (baik negeri ataupun swasta) yang mengutamakan gelar - bukannya kecerdasan dan keahlian – dan juga budaya ‘demam gelar’ di lapisan masyarakat telah membuka jalan bagi oknum-oknum tertentu untuk menggunakan ijazah palsu. Tapi, apakah kita perlu menyalahkan sistem yang rusak?