Selasa, 26 Mei 2015

UPAYA PEMERINTAH MENGATASI PENGGUNAAN IJAZAH PALSU

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting, sebab biasanya kualitas kecerdasan manusia dilihat dari seberapa tinggi seseorang tersebut mengenyam pendidikan. Tidak hanya itu dengan adanya pendidikan, manusia juga dapat mencapai pemenuhan kebutuhan hidupnya dengan cara bekerja. Bukan hal yang istimewa lagi jika banyak orang berlomba-lomba untuk mengenyam pendidikan setinggi-tingginya. Pemerintah juga tidak main-main dalam menggalakkan pendidikan, terbukti dari adanya salah satu peraturan yang mengatur tentang pendidikan. Peraturan tersebut tertuang dalam UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 pasal 31 ayat (1) disebutkan bahwa: Tap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran; ayat (2) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional yang diatur dengan undang-undang. Dari penjelasan pasal ini pemerintah memberikan petunjuk bahwa pemerintah mendapatkan amanat untuk menjamin hak-hak warga negara dalam mendapatkan layanan pendidikan, selain itu pemerintah juga berkewajiban untuk menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional.
Kepedulian pemerintah akan pendidikan juga terlihat pada besarnya alokasi dana untuk pendidikan dari APBN, ini membuktikan keseriusan pemerintah untuk menjamin tiap-tiap warga negaranya agar mendapatkan pendidikan yang layak. Namun sayangnya hal ini tidak disadari betul oleh masyarakat, sebab masih banyak masyarakat yang menganggap pendidikan bukan hal yang utama dalam mencapai kesejahteraan hidup. Selain itu pemerintah juga tidak mengawasi betul pengalokasian dana tersebut, sebab sebagian masyarakat yang menyadari akan pentingnya pendidikan masih sulit dalam mengenyam pendidikan.

Selasa, 12 Mei 2015

Urusan Pribadi di Media Sosial

Semakin ke sini media sosial (medsos), seperti facebook, twitter, tidak hanya dijadikan sebagai media bersosialisasi namun juga menjadi media mempublikasikan urusan yang sifatnya pribadi. Seperti makanan kesukaan, doa dan harapan, foto-foto kegiatan sehari-hari, ungkapan perasaan hati, ungkapan kemarahan atau kejengkelan, keluhan, bahkan makian, dll., yang seharusnya bersifat pribadi. Hal-hal pribadi ini bisa menjadi konsumsi publik. Salah satu penyebabnya adalah sifat manusia yang ingin diperhatikan. Dengan mem-posting urusan pribadi, orang lain akan membaca dan mengetahui apa yang sedang kita alami/rasakan. Ketika orang lain tahu, bisa menimbulkan perasaan bahagia. Misalnya, orang lain mengetahui keberhasilan/pencapaian kita tentu membuat kita bangga apalagi bila orang lain memberikan ucapan selamat. Pertanyaannya, apakah postingan bisa menimbulkan efek negatif?

Bisa juga postingan di medsos akan memicu amarah, kebencian, iri hati, atau cemburu bagi para pembaca - yang harusnya ditujukan kepada seseorang saja. Kadang-kadang pembaca dibuat bingung dan bertanya-tanya apa gerangan maksud dari sebuah postingan tertentu. Ada juga pembaca yang merasa ditujukan ke dirinya (padahal bukan). Sebaiknya hal ini dihindari. Caranya: kurangi menulis hal-hal yang tidak jelas (misalnya: tidak jelas mengapa marah atau kesal, tidak jelas kepada siapa ditujukan), yang bisa memicu kebencian, yang bisa menimbulkan curiga. Kalau punya masalah pribadi dengan seseorang sebaiknya jangan di-posting di medsos, apalagi kalau bersifat balas dendam, ancaman, atau mempermalukan seseorang. Karena, pembaca medsos tidak hanya satu orang tetapi orang banyak.

Cara lain yang lebih baik adalah mem-posting hal-hal positif seperti ilmu pengetahuan, info beasiswa, atau opini tentang isu-isu kebangsaan terkini, bahkan bisa juga dengan menggunakan medsos sebagai sarana untuk berbisnis. Pasang iklan menarik dan undang teman-teman untuk merespon. Selain mendapat banyak teman, hal ini bisa mendapat keuntungan dalam mengembangkan bisnis. Semoga semakin hari, dengan bertambahnya pengetahuan/wawasan kita, semakin kita menggunakan media sosial secara bijaksana. Kadang-kadang penyebab kita menggunakan medsos secara salah adalah karena kurangnya pengetahuan, kurangnya pengendalian diri (atau emosi), atau karena narsis (mencintai diri sendiri secara berlebihan).

Sabtu, 09 Mei 2015

Sekolah-sekolahan

Hari keempat mengawas UN di salah satu SMP swasta di Cibinong. Dari hari pertama, guru-guru di sini terlambat. Guru lain (pengawas UN) yang malah datang duluan. Bahkan hari pertama, kepala sekolahnya terlambat. Kabarnya, kepseknya adalah anak pendiri dan pemilik yayasan ini. Murid-muridnya juga tidak disiplin, tidak tertib saat ujian berlangsung. Pengawas harus tegas.

Tapi, sekilas kubaca visi sekolahnya, salah satu poinnya, disiplin waktu. Kenyataannya tidak begitu. Apakah ini hanya terjadi di sekolah ini? Atau masih banyak sekolah yang seperti ini? Sekolah yang didirikan karena uang, bisnis, 'nama baik' keluarga, atau motivasi salah, tidak akan memperhatikan kualitas alias sekolah asal-asalan.

Sabtu, 02 Mei 2015

Selamat Hari Pendidikan Nasional

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.
Dua paragraf di atas kukutip dari UURI No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana menunjukkan bahwa proses pendidikan bukanlah hal yang dilakukan begitu saja seperti melemparkan dadu lalu menunggu hasil mata dadu berapa yang akan muncul. Juga menunjukkan bahwa kita tahu apa yang akan kita kerjakan. Perencanaan, secara ringkas, adalah menentukan terlebih dahulu apa yang akan dilakukan. Penentuan itu dilakukan secara sadar. Dalam pendidikan, rencana ini dituangkan dalam kurikulum. Melihat kondisi saat ini, berlakunya dua kurikulum (KTSP dan Kur-2013) di dunia pendidikan kita sungguh menunjukkan kekacauan sistem pendidikan nasional kita. Kukira kita semua tahu bagaimana solusinya, yaitu berlakukan satu kurikulum.
Bagaimana dengan ‘mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran’? Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Suasana belajar yang tentunya menyenangkan dan menumbuhkan minat untuk belajar. Kenyataan di lapangan, banyak sekolah yang guru-gurunya tidak mampu, tidak mau, tidak serius dalam mengajar. Seorang siswa pindahan dari sekolah lain menceritakan alasannya pindah ke sekolah kami sekarang. Katanya, guru-guru di sekolah sebelumnya jarang sekali masuk. Apalagi mengajar. Dan tidak ada guru pengganti. Para siswa dibiarkan begitu saja tanpa diberi pengetahuan. Bagaimana dengan sekolah-sekolah yang kekurangan guru?
Mengenai kondisi guru-guru. Saya tidak bermaksud menyamaratakan semua guru, tetapi masih terdapat guru-guru yang tidak disiplin, tidak mampu mengajar, dan sering melanggar aturan. Contohnya saat aku mengawas ujian nasional di suatu sekolah. Sudah jelas aturannya bahwa pengawas tidak boleh membawa alat komunikasi ke ruang ujian. Kenyataannya? Ada pengawas yang bermain HP. Saat kepala dinas atau pengawas sekolah sidak, para guru pengawas yang melanggar aturan tersebut langsung berpura-pura mengawas dengan serius. Padahal jelas sebelumnya sedang bermain dengan gadgetnya. Tentu masih banyak lagi pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh guru. Karena itu, bagi guru-guru yang berdedikasi tinggi, mampu mengajar, dan memiliki wawasan luas, patut diberi penghargaan setinggi-tingginya. Penghargaan setinggi-tingginya tidak sama dengan sertifikasi. Terbukti, sudah ada penelitiannya, sertifikasi guru tidak berpengaruh pada peningkatan kualitas pendidikan. Saya termasuk tidak setuju dengan sertifikasi. Menurutku sertifikasi hanya cocok untuk suatu alat, mesin misalnya, yang harus disertifikasi karena kualitas produksinya. Tapi guru, bagaimana mengukur keberhasilan guru? Di pihak lain, guru-guru yang tidak disiplin, tidak mampu mengajar mesti diberi pembinaan dan pelatihan agar bisa menjadi guru yang sesungguh-sungguhnya.
“…agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.” Kutipan ini merupakan lanjutan dari usaha sadar, terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran. Bayangkan, bagaimana kalimat tersebut bisa terwujud bila kalimat sebelumnya masih belum terpenuhi? Upaya pemerintah sudah bagus, dengan memberhentikan Kur-2013, meski belum sepenuhnya. Juga dengan memberhentikan ujian nasional sebagai standar kelulusan. Hal ini merupakan langkah maju. Kurikulum 2013, yang pelaksanaannya kacau, perlu dievaluasi dan dimatangkan, agar benar-benar bisa diterapkan dan mampu mewujudkan cita-cita nasional khususnya di dunia pendidikan.  Ujian nasional, menurutku, ditiadakan saja. Kalau pun harus tetap diadakan, hanya untuk pemetaan pendidikan dan dilakukan di beberapa sekolah saja sebagai sampel yang mewakili seluruh sekolah yang ada di Indonesia. Ini bisa menghemat pengeluaran negara. Langkah selanjutnya adalah memikirkan cara menentukan atau criteria kelulusan. Menurutku, sekolahlah yang paling berperan dalam menentukan kelulusan, namun, tetap diawasi oleh pemerintah.
Sejauh yang kuamati, pelajar kita masih belum aktif dalam mengembangkan potensi dirinya. Pikiran mereka masih dijejali pengetahuan dari para guru. Cara berpikir mereka masih belum mandiri, ingin yang mudah dan cepat, dan berdaya juang rendah. Belum lagi kebiasaan mereka yang bisa bertahan lama memainkan gadget, tapi untuk membaca buku, sebentar saja sudah malas. Sekali lagi, saya tidak bermaksud menyamaratakan semua pelajar. Masalah lainnya, banyak pelajar kita mudah terpengaruh dengan ajakan-ajakan ekstrimisme. Ini karena tidak biasa berpikir kritis. Untuk menghadapi ini, satu-satunya cara adalah mengajarkan nilai-nilai Pancasila kepada pelajar.
Bagaimana arah pendidikan kita ke depan? Memang belum terlihat jelas. Dan hal ini perlu diberi perhatian penuh. Terutama dalam menentukan filsafat pendidikan kita yang harus sejalan dengan nilai-nilai Pancasila sebagai filsafat dan pandangan hidup bangsa. Baru kemudian merumuskan kurikulum yang tepat. Ini adalah tugas semua pihak. Pemerintah, pendidik, dan seluruh elemen masyarakat. Selamat hari Pendidikan Nasional.