Ujian Sekolah tingkat SMP sudah berlangsung selama seminggu. Anak-anak di tempatku mengajar terlihat lelah. Meskipun begitu, ada juga beberapa murid yang terlihat santai-santai saja.
Ada yang membuatku kaget saat salah satu murid menanyakan, "Pak, kenapa kita tidak dapat kisi-kisi soal seperti temanku yang sekolah di negri?" Apa? aku berpikir. Setahuku, sebagai guru, kisi-kisi soal itu adalah soal itu sendiri dan bukan untuk diberikan ke anak sekolah. "Lho? kisi-kisi itu sebenarnya tidak boleh dilihat oleh siswa," jawabku. "Tapi temanku itu dapat dari gurunya." "Berarti sekolahnya gak benar tuh." "Salah gak, Pak, kalau aku juga lihat? Kemarin temanku itu tunjukin, dan persis sama dengan soal hari ini." "Ya, jelas itu salah. Itu tidak jujur namanya." "Tapi lumayan kan, Pak, kita sudah tahu soalnya." "Saya sarankan kamu jangan lihat lagi. Itu perilaku curang dan itu tidak baik. Kalau mau dapat hasil yang bagus, ya, harus giat belajar." Aku mencoba memberi nasihat kepada muridku itu.
Setelah percakapan itu. Aku mulai berpikir tentang beberapa murid yang terlihat santai. Lalu ujian di hari berikutnya kuamati, beberapa murid sudah selesai menjawab pertanyaan padahal ujian belum lama berlangsung. Jangan-jangan mereka sudah terpengaruh dari sekolah lain.
Inilah salah satu potret buruk pendidikan Indonesia. Aku kuatir, jangan-jangan banyak sekolah yang menciptakan generasi curang, tidak percaya diri, dan generasi yang malas, takut menghadapi ujian. Padahal ujian sejati adalah hidup itu sendiri dan tidak ada bocoran soalnya.
Aku sendiri mengajar di salah satu sekolah swasta di daerah Cibinong, Bogor. Di sekolah kami sangat menekankan disiplin dan kejujuran. Menyontek saat ujian adalah pelanggaran berat. Sama halnya dengan pelanggaran peraturan lainnya. Biasanya murid di sekolah kami terpengaruh dari teman-teman mereka dari sekolah lain. Kalau sudah begini, para guru tidak bisa berbuat apa-apa. Kalau pun ditelusuri lebih jauh sumber bocoran soal, akan susah sekali. Murid-murid tidak akan memberitahukannya bila ditanyakan. Mereka akan takut.
Ada yang membuatku kaget saat salah satu murid menanyakan, "Pak, kenapa kita tidak dapat kisi-kisi soal seperti temanku yang sekolah di negri?" Apa? aku berpikir. Setahuku, sebagai guru, kisi-kisi soal itu adalah soal itu sendiri dan bukan untuk diberikan ke anak sekolah. "Lho? kisi-kisi itu sebenarnya tidak boleh dilihat oleh siswa," jawabku. "Tapi temanku itu dapat dari gurunya." "Berarti sekolahnya gak benar tuh." "Salah gak, Pak, kalau aku juga lihat? Kemarin temanku itu tunjukin, dan persis sama dengan soal hari ini." "Ya, jelas itu salah. Itu tidak jujur namanya." "Tapi lumayan kan, Pak, kita sudah tahu soalnya." "Saya sarankan kamu jangan lihat lagi. Itu perilaku curang dan itu tidak baik. Kalau mau dapat hasil yang bagus, ya, harus giat belajar." Aku mencoba memberi nasihat kepada muridku itu.
Setelah percakapan itu. Aku mulai berpikir tentang beberapa murid yang terlihat santai. Lalu ujian di hari berikutnya kuamati, beberapa murid sudah selesai menjawab pertanyaan padahal ujian belum lama berlangsung. Jangan-jangan mereka sudah terpengaruh dari sekolah lain.
Inilah salah satu potret buruk pendidikan Indonesia. Aku kuatir, jangan-jangan banyak sekolah yang menciptakan generasi curang, tidak percaya diri, dan generasi yang malas, takut menghadapi ujian. Padahal ujian sejati adalah hidup itu sendiri dan tidak ada bocoran soalnya.
Aku sendiri mengajar di salah satu sekolah swasta di daerah Cibinong, Bogor. Di sekolah kami sangat menekankan disiplin dan kejujuran. Menyontek saat ujian adalah pelanggaran berat. Sama halnya dengan pelanggaran peraturan lainnya. Biasanya murid di sekolah kami terpengaruh dari teman-teman mereka dari sekolah lain. Kalau sudah begini, para guru tidak bisa berbuat apa-apa. Kalau pun ditelusuri lebih jauh sumber bocoran soal, akan susah sekali. Murid-murid tidak akan memberitahukannya bila ditanyakan. Mereka akan takut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar