"Karena
waktu itu aku bertanya pada murid-murid yang akan meninggalkan bangku sekolah.
Siapakah yang akan melanjutkan ke sekolah guru? Di antara murid yang lima puluh
itu cuma tiga yang mengacungkan jarinya... Dan aku berkata kepada mereka. Kalau
di antara lima puluh orang cuma tiga orang yang menjadi guru, siapakah yang
akan mengajar anak-anakmu nanti? Sekiranya kelak engkau jadi jenderal, adakah
akan senang hatimu kalau anakmu diajar oleh anak tukang sate? Tak ada yang
menjawab di antara mereka. Kemudian kunasihati mereka yang ingin jadi guru.
Kalau engkau tidak yakin betul, lepaskan cita-citamu untuk jadi guru itu,
kataku. Seorang guru adalah kurban -kurban untuk selama-lamanya. Dan
kewajibannya terlampau berat - membuka sumber kebajikan yang tersembunyi dalam
tubuh anak-anak bangsa. Dan mereka yang tiga orang itu bilang dengan
sungguh-sungguh, Kami bercita-cita menjadi guru walau bagaimanapun sukarnya.
Dan aku mengangguk-anggukkan kepalaku kepada tiga orang itu."
Kisah
di atas kuambil dari dialog seorang tokoh dalam cerita “Bukan Pasar Malam”
karya Pramoedya Ananta Toer.
Tugas
guru memang sangat berat. Pramoedya menuliskan di bagian lain di buku yang
sama: “Yang berat ialah mengajar, menelan pahit getirnya kesalahan-kesalahan
pendidikan orang tua si murid...”
Menurut
Pramoedya, tugas guru sejatinya adalah membuka sumber kebajikan yang
tersembunyi dalam diri anak bangsa. Ini bisa diartikan bahwa ada selubung yang
harus dibuka dalam diri murid yaitu kebodohan dan pikiran sempit. Kebodohan dan
pikiran sempit ini hanya bisa diberantas melalui pendidikan. Karena itu,
pendidikan bersifat membebaskan, bukan mengekang. Murid harus melek huruf agar
mereka memiliki pengetahuan yang luas. Pikiran mereka harus diasah agar mampu
memecahkan berbagai-bagai permasalahan. Itulah yang harus dilakukan oleh guru.
Tidak mudah, bukan?
Tantangan
yang dihadapi guru juga lumayan berat. Salah satunya, orang tua murid sendiri.
Pemahaman orang tua tentang pendidikan sudah bergeser. Dan ini harus
diperbaiki. Pendidikan pertama dan terutama haruslah dari keluarga.
Kenyataannya, malah diserahkan penuh kepada guru. Pendidikan juga dianggap
sebagai cara untuk meningkatkan strata sosial, sehingga lebih mengutamakan
perolehan nilai/ijazah ketimbang pembentukan karakter si anak.
Masalah
lainnya, ya, lingkungan sekitar yang tidak mendukung. Lingkungan selalu
menyajikan nilai-nilai yang bertentangan dengan pendidikan. Tidak ada
keteladanan. Masalah yang tidak kalah penting adalah kebijakan pemerintah mengenai
pendidikan yang masih belum memuaskan.
Oleh
karena itu, menjadi guru adalah panggilan mulia. Sama seperti profesi-profesi
lainnya.
(Tulisan ini saya ambil dari catatan di facebook sendiri dalam rangka peringatan Hari Guru).
(Tulisan ini saya ambil dari catatan di facebook sendiri dalam rangka peringatan Hari Guru).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar