Sabtu, 10 Oktober 2015

Perilaku Menarik Diri dalam Organisasi

Tulisan ini berhubungan dengan komitmen terhadap organisasi. Karyawan yang tidak memiliki komitmen dapat dikategorikan dalam perilaku penarikan diri atau withdrawal behavior. Perilaku penarikan diri adalah perilaku yang menghindari situasi pekerjaan, bahkan memuncak pada perilaku berhenti bekerja (keluar dari organisasi).

Ada dua bentuk penarikan diri menurut Colquitt, LePine, dan Wesson: penarikan diri secara psikologis dan secara fisik. Saya mau bahas yang secara psikologis dulu dalam konteks lingkungan sekolah.

  1. Daydreaming (melamun). Guru datang ke sekolah, tetapi pikirannya di tempat lain. Perilaku ini masih dianggap level rendah dari penarikan diri.
  2. Socializing. Membicarakan sesuatu yang tidak berhubungan dengan pekerjaan saat di kantor, di kantin, atau saat chatting. Saat di kelas, guru lebih banyak cerita hal lain ketimbang bahas pelajaran.
  3. Looking Busy (terlihat sibuk). Guru yang suka menyibukkan diri agar terlihat sedang bekerja. Contohnya, mengatur ulang meja kerja, berjalan/berkeliling seputar sekolah, dll.
  4. Moonlighting (kerja sambilan). Melakukan pekerjaan lain selain tugas/kewajiban utama saat jam kerja.
  5. Cyberloafing. Memanfaatkan waktu untuk main games di komputer, mengakses media sosial, atau mencari informasi di internet, yang tidak berhubungan dengan pekerjaan. Inilah yang sering dilakukan oleh hampir semua karyawan/guru.

Kelima faktor di atas merupakan sikap atau tanggapan guru; yang menandakan bahwa seorang guru sedang menarik diri dari situasi pekerjaan. Sikap-sikap tersebut muncul karena berbagai hal. Misalnya, ketidaksukaan terhadap pemimpin, mengalami kejadian kerja negatif., lingkungan kerja yang tidak nyaman dan membosankan, ketidakpuasan terhadap manajemen sekolah, dll. Bahkan dengan gaji yang tinggi sekalipun, seorang guru bisa berperilaku menarik diri, baik disadari atau tidak disadari.

Perilaku menarik diri ini harus diantisipasi oleh pemimpin. Karena perilaku tersebut merupakan gejala rendahnya komitmen guru. Jika pemimpin sibuk dengan “keinginan pribadinya” dan tidak memperhatikan gejala tersebut, maka kegagalan dan bahaya akan menghampiri organisasi sekolah. Kinerja/prestasi sekolah akan menurun, tingkat keluar-masuknya guru akan meningkat, dan korban utamanya adalah para pelajar.

Apa bahayanya jika guru keluar-masuk atau berganti terus? Pertama, proses pembelajaran murid akan terganggu; kedua, tujuan jangka panjang sekolah akan terganggu (kecuali kalau sekolahnya tidak punya tujuan hehehe). 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar