Selasa, 25 Agustus 2015

Sesat Pikir (1)

Sesat pikir adalah proses penalaran atau argumentasi yang sebenarnya tidak logis, salah arah, dan menyesatkan. Salah satu penyebab kesesatan berpikir adalah tidak adanya hubungan antara premis dengan kesimpulan. Atau disebut sebagai kesesatan karena relevansi. Ada berbagai jenis kesesatan karena relevansi, antara lain:

Argumentum ad hominem. Menolak atau menerima suatu pemikiran karena kepentingan/keadaan orang yang mengusulkan dan yang diusuli, bukan berdasarkan alasan penalaran. Kekeliruan berpikir ini ada dalam beberapa bentuk: 1) penyerangan terhadap karakter, reputasi, kebangsaan, atau agama seseorang yang tidak ada hubungannya dengan argumentasi yang dikemukakan, 2) ingin mendapatkan kesimpulan yang menguntungkan (enak didengar), 3) bisa juga karena relasi yang seseorang miliki. Kita sering melakukan kesesatan berpikir seperti ini.

Contohnya, pendapat Anda tentang pendidikan tidak bisa diterima, karena Anda bukan guru berpengalaman (yang diserang bukan argumen orang tersebut tentang pendidikan, melainkan reputasi orang tersebut). 
Pendapat Anda tentang kebenaran pasti salah, karena Anda berbeda agama dengan saya (yang diserang perbedaan agamanya, bukan argumentasinya tentang kebenaran).

Argumentum ad verecundiam. Menerima atau menolak suatu pemikiran karena orang yang menyampaikannya adalah orang yang berwibawa, dapat dipercaya, dan seorang ahli. Misalnya, pernyataan seorang kepala daerah dianggap selalu benar hanya karena dia seorang pemimpin, padahal pernyataannya belum tentu benar. Bisa juga, pendapat seseorang dinilai selalu benar hanya karena dia seorang profesor tanpa melihat nilai kebenaran argumentasinya. Masalahnya bukan pada jabatan, gelar atau wibawa seseorang, tetapi pada nilai kebenaran (logika) yang menyampaikan pendapat. Kesesatan berpikir jenis ini sering juga kita lakukan terutama jika orang yang mengemukakan pendapat tersebut seorang pemuka agama, profesor, atau ahli. Sehingga kita enggan mempertanyakan/mendebat pemikiran mereka.

Argumentum ad baculum. Kekeliruan berpikir seperti ini terjadi berdasarkan atas adanya ancaman hukuman (teror). Kalau tidak setuju atau menerima, maka akan dihukum (dipenjarakan, dipersulit hidupnya, dipukuli, dll). Dengan kata lain, ada pemaksaan dan bukan karena dasar argumentasi yang benar. Misalnya, seseorang dipaksa membenarkan kejahatan (yang belum tentu dilakukannya), karena diancam hukumannya akan diperberat.

Argumentum ad misericordiam. Kesalahan berpikir yang terjadi dengan menimbulkan rasa belas kasihan. Biasanya argumen ini berhubungan dengan usaha agar sesuatu perbuatan dimaafkan. Contohnya, seorang koruptor dibebaskan dari hukuman karena sang hakim melihat si koruptor memiliki anak-anak yang masih kecil dan istri yang tidak memiliki pekerjaan.

Argumentum ad populum. Argumen ini terjadi ketika sebuah pemikiran diterima atau ditolak berdasarkan suara terbanyak, massa, atau rakyat. Biasanya dilakukan saat kampanye, propaganda, pidato politk atau demonstrasi. Penekanannya adalah menggugah perasaan pendengar/rakyat sehingga argumennya seolah-olah benar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar