Rabu, 26 Agustus 2015

Sesat Pikir (2)

Tulisan berikut ini merupakan lanjutan dari postingan sebelumnya mengenai kesesatan relevansi dalam berpikir. Sadar atau tidak sadar, sengaja atau tidak sengaja, kita juga terkadang melakukan kekeliruan (kesesatan) dalam mengutarakan pendapat, pernyataan, atau dalam berargumen.

Kesesatan non causa pro causa. Kekeliruan berpikir jenis ini terjadi apabila kita menganggap sesuatu sebab, padahal sebenarnya bukan sebab atau bukan sebab yang lengkap. Contoh, setiap pengendara motor wajib memakai helm untuk melindungi kepalanya, seorang pengendara motor tewas kecelakaan, pasti ia tidak memakai helm.  Seorang murid harus mendengarkan nasihat guru, nilai si A tidak memuaskan, pasti ia tidak mendengarkan nasihat gurunya.

Ignoratio elenchi. Disebut juga red herring. Kekeliruan yang terjadi saat seseorang menarik kesimpulan yang tidak relevan dengan premisnya. Biasanya kekeliruan ini didasari oleh prasangka subyektif. 
Misalnya: pejabat itu blusukan ke pelosok hanya untuk pencitraan belaka. Orang itu sangat dermawan, pasti dia sedang cari muka. Dia seorang tokoh agama, jadi tidak mungkin melakukan kejahatan sekeji itu.

Argumentum ad ignorantiam. Kekeliruan berpikir yang terjadi ketika menarik kesimpulan atas dasar bahwa negasinya (kesalahannya) tidak terbukti salah. Maksudnya, bila kesalahan suatu pernyataan tidak terbukti salah, maka pernyataan tersebut bisa dikatakan benar. 
Contoh: Saya tidak pernah melihat Tuhan, karena itu Tuhan tidak ada. Argumen Anda salah karena Anda tidak dapat membuktikan argumen Anda tidak salah.

Kesesatan aksidensi. Kekeliruan berpikir yang terjadi kalau kita menerapkan pernyataan umum pada keadaan yang bersifat aksidental (kebetulan, tidak harus ada, tidak mutlak). Dengan kata lain, kita mengacaukan apa yang aksidental dengan apa yang esensi (hakiki). 
Misalnya, memotong tubuh orang adalah kejahatan,  dokter bedah memotong tubuh orang, jadi dokter bedah adalah penjahat. Membicarakan orang lain adalah tidak baik, pembicara itu membicarakan presiden kita, berarti pebicara itu seorang yang tidak baik.

Kesesatan karena komposisi dan divisi. Kekeliruan yang terjadi ketika apa yang benar atau salah pada perilaku individu berlaku juga pada kelompoknya (kesesatan komposisi). Sebaliknya, kesesatan divisi, apa yang benar atau salah pada perilaku kelompok berlaku pula pada individu kelompok tersebut. 
Contoh kesesatan komposisi: oknum anggota DPR ada yang korupsi, berarti semua anggota DPR adalah koruptor. Seorang guru di sebuah sekolah berlaku mesum terhadap muridnya, berarti semua guru di sekolah itu melakukan hal yang sama. 
Contoh kesesatan divisi: sekolah itu bertaraf internasional, pasti semua muridnya pintar. Rumah itu besar sekali, pasti kamar-kamar di dalamnya juga besar.

Demikianlah beberapa kesesatan relevansi. Cara menghindari atau mengatasi kesesatan dalam berpikir adalah bersikaplah kritis terhadap pernyataan-pernyataan yang Anda peroleh.

Semoga bermanfaat.


Sumber: Dasar-dasar logika (Surajiyo, dkk)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar