Sabtu, 24 Agustus 2019

Empat Tanda Pertobatan Sejati

Itulah sebabnya aku mencintai perintah-perintah-Mu lebih dari pada emas, bahkan dari pada emas tua” Mazmur 119:127

Ada empat hal yang penulis amati mengenai cara Allah berkarya di dalam setiap pertobatan sejati yang berkaitan dengan ketentuan dan cara-cara Kristus:

(1) Pikiran petobat dibawa untuk menyukai cara-cara Allah. Petobat menganggapnya sebagai hal terbaik, dan bukan sebagai tenggang rasa semata, melainkan didambakan, ya, lebih dari emas murni. Ia sepenuhnya menetapkan hati bahwa menjadi kudus adalah hal yang terbaik.

(2) Hati berhasrat untuk mengenal pemikiran Kristus seutuhnya. Tidak membiarkan ada satu dosapun yang tidak dikenali atau satu kewajiban yang diabaikan. Petobat palsu dengan sengaja tidak acuh dan tidak suka mendatangi terang. Ia masih ingin menyimpan dosa ini dan dosa itu, dan tidak suka diberitahu sesuatu yang adalah dosa. Hati yang bersyukur berniat mengenal seluruh ruang gerak dan petunjuk dari aturan hukum Penciptanya.

(3) Pilihan bebas dan ketetapan kehendak petobat bersesuaian dengan cara-cara Kristus di atas kesenangan dosa dan kemakmuran dunia. Keputusan persetujuannya tidak dilakukan secara tergopoh-gopoh atau karena rasa takut, tetapi melalui kehati-hatian dan memiliki tujuan. Benar, kedagingan ingin memberontak, namun bagian kehendaknya yang menang adalah demi menaati hukum dan pemerintahan Kristus. Hal ini tidaklah menjadi beban melainkan satu kebahagiaan. Orang yang belum dikuduskan menjalani cara-cara Kristus seolah terbelenggu dan terkekang; sebaliknya hati petobat sejati diubahkan, dan menganggap aturan hukum Kristus adalah kebebasannya, dan bersuka di dalam keindahan kesucian. Tatkala Allah menyentuh hati orang pilihan-Nya, secara langsung dan sukarela mereka mengikuti Dia, dan dengan sepenuh hati memberikan diri untuk melayani.

(4) Rute perjalanannya diarahkan mengikuti hukum-hukum Allah. Urusan hidup sehari-harinya adalah berjalan bersama Allah. Sasarannya adalah kesempurnaan dan itu adalah dambaannya dan apa yang dikejarnya. Ia tidak akan berhenti pada tahap anugerah manapun sebelum disempurnakan dalam kesucian. Dalam tahapan ini kebusukan orang munafik akan ditemukan. Orang munafik memanfaatkan kesucian hanya sebagai jembatan ke sorga dan mengupayakan seminimal mungkin apa yang dapat melayani tujuannya. Satu-satunya hasrat orang munafik hanyalah untuk masuk sorga. Sebaliknya petobat sejati mendambakan kesucian demi kesucian itu sendiri, dan bukan semata demi sorga belaka.

Joseph Alleine (1634-1668), A Sure Guide to Heaven, hlm. 46-48.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar