Kamis, 01 Mei 2014

HARDIK(PIT)NAS

Hari ini - Jumat - tanggal 2 Mei 2014 diperingati sebagai hari pendidikan nasional. Menariknya kemarin - Kamis - tanggal 1 Mei adalah hari buruh internasional dan juga hari libur nasional. Di berita siang dikabarkan beberapa karyawan, juga PNS, tidak masuk kantor dengan berbagai alasan. Hari ini adalah hari kejepit nasional (harpitnas). Semua orang yang bekerja di kantor pasti mengerti hal ini yaitu bahwa terdapat satu hari kerja diapit oleh dua hari libur. Senin sampai Rabu kerja, Kamis libur, Jumat kerja lagi, dan Sabtu - Minggu libur akhir pekan. Nah, di sini Jumat adalah hari yang tanggung. Banyak pekerja, termasuk PNS, meliburkan diri di hari Jumat.

Apakah 'meliburkan diri sendiri' menunjukkan kualitas manusia yang malas bekerja? Aku tidak tahu. Yang kuketahui adalah tentang hukum kelembaman. Bila sesuatu tidak diberi gaya, maka sesuatu itu akan terus diam atau bergerak. Bila sudah libur, maka keinginan hati libur terus. Tanpa ada motivasi, orang akan terus malas bekerja. Padahal bekerja bukanlah suatu beban yang harus dihindari.

Bekerja adalah panggilan hidup. Andai orang yang 'meliburkan diri sendiri' tadi mengerti akan hal ini, maka ia akan datang ke kantor untuk bekerja walaupun hari itu adalah harpitnas.

Aku hampir lupa tentang hari pendidikan nasional. Banyak sekali omongan/kritik mengatakan bahwa banyak guru lebih memilih mengajar di kota karena gaji besar daripada mengajar di daerah terpencil. Tapi menurutku, tidak juga. Hampir semua pekerja (orang kantoran) juga begitu, bukan hanya guru. Kalau ditanya, 'pilih jadi petani atau jadi orang kantoran?' 'Pilih bekerja di kampung atau di kota?'  pasti banyak orang memilih yang kedua. 'Pilih jadi guru atau kantoran?' pasti pilih yang kedua lagi dengan alasan jadi guru gajinya tidak seberapa dibanding jadi karyawan kantoran.

Masalahnya sekarang bagaimana pemerintah menyejahterakan hidup para guru yang bekerja di daerah terpencil. Jadi, dengan alasan yang wajar kita tidak boleh menyalahkan bila banyak calon guru atau guru berpengalaman memilih mengajar di kota. Dan juga masalah pendidikan bukan hanya tanggung jawab guru semata. Ini adalah tanggung jawab bersama. Lagipula akhir-akhir ini hampir semua orang lupa bahwa seorang anak mendapatkan pendidikan pertama-tama dari keluarga. Banyak orang tua di desa masih belum sadar pentingnya pendidikan (bersekolah) untuk anak mereka. Sedangkan di kota besar, sekolah dijadikan tempat 'penitipan anak' asal SPP lancar, selebihnya banyak orang tua yang tidak peduli bagaimana keadaan anaknya di sekolah. Harusnya peran keluarga sebagai lembaga pendidikan pertama dihidupkan kembali.

Kalau ngomong masalah pendidikan tentu masih banyak lagi. Sekarang kita perlu memikirkan solusi-solusinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar