Sebuah pembicaraan ringan terjadi hari ini antara aku dengan salah satu pengawas UN dari sekolah lain. Anggap saja nama partnerku ini Pak Dani.
Pak Dani bercerita tentang perjalanan hidupnya. Tiga tahun lalu ia lulus kuliah di salah satu universitas di Jakarta. Umurnya sudah empat puluh dua tahun. Sudah berkeluarga. Katanya, dia tidak suka jadi guru. Terus mengapa sekarang bisa mengawas UN? Aku ingin tahu penyebabnya. Kepo ya?... tapi gak apa-apa. Awalnya Pak Dani ini seorang wisausaha. Ia pernah beternak ayam, ikan lele, dan jenis ikan lain. Pernah juga ia menjadi pembuat roti. Ia memiliki puluhan karyawan. Terakhir, ia mengembangbiakkan semut merah. Lumayan mahal, katanya, telur semut itu sekilonya mencapai ratusan ribu rupiah.
Namanya usaha pasti ada masa jatuhnya, katanya sambil tersenyum. Seiring bangsa ini mengalami krisis ekonomi tahun 1998, saat itu juga usahanya mulai bangkrut. Terpaksa pelan-pelan ia menutup usahanya. Singkat cerita ia berhenti berbisnis. Dan setelah itu, salah satu saudaranya menawarkannya mengajar di sebuah yayasan yang kebetulan dikelola oleh saudaranya itu. Itulah awal ia jadi guru. Tidak hanya mengajar, ia juga diberi kesempatan untuk meraih gelar sarjana. Sekarang Pak Dani ini jadi guru.
Ternyata, waktu kutanyakan apakah ia sudah tertarik menjadi guru, jawabannya 'tidak'. Nah lho, sudah jadi guru, tapi masih belum menaruh hati di profesi barunya itu. Memang sih tidak mudah menghadapi perubahan. Tapi apa salahnya memberi hati. Apaan coba... kayak masalah percintaan aja. Pake hati segala.
Aneh juga ya. Mungkin banyak orang di luar sana mirip Pak Dani ini. Bekerja di bidang yang sebenarnya bukan minatnya. Bekerja hanya sekadar memenuhi kebutuhan hidup dan bukan memenuhi panggilan hati. Ini bukan berarti aku menganggap bahwa hatiku sudah bulat menjadi guru atau aku merasa sudah di jalur yang benar. Bisa saja suatu hari aku berubah pikiran.hahaha...
Apa yang dialami oleh Pak Dani ini dalam usahanya, sebenarnya merupakan ujian sejati dalam hidup. Aku mulai merenung, apakah para murid yang sedang UN ini, kelak, mampu menghadapi ujian-sejati-hidup? Aku tidak tahu.
Oh ya, obrolan singkat kami ini terjadi di sela-sela waktu saat mengawas. Itu pun pembicaraannya sering terhenti. Karena aku tidak ingin tugas mengawas hari ini jadi terabaikan gara-gara asyik mendengar ceritanya Pak Dani ini. Kalau Pak Dani sih maunya cerita lagi dan lagi, ya maklum, saat mengawas kadang rasa jenuh menghampiri. Aku juga merasakannya. Untuk mengatasinya, kupikir, tidak masalah cerita sedikit-sedikit. Toh, lama-lama jadi bukit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar