Selasa, 20 Mei 2014

Terkenang Mainan Masa Kecil

"Aku ingin punya mainan itu," gumam seorang anak dalam hatinya. Dia tahu ayahnya tak akan membeli mainan seperti punya teman-temannya. Entah mobil-mobilan, robot-robotan, atau mainan yang bisa bergerak sendiri itu. Setiap kali bermain bersama teman-temannya, dia merasa iri. Semua temannya pelit. Dia tidak pernah diperbolehkan menyentuh mainan mereka. Jadi terpaksa dia harus menahan diri.

Pernah suatu hari dia berkata kepada ayahnya, "Pa, beliin mainan seperti punya si Putra." Putra adalah salah satu temannya. Jawaban sang ayah selalu sama, "Bapak belum punya uang. Nanti kalau sudah punya, akan kita beli yang lebih bagus." Sampai dia dewasa mainan yang ia inginkan itu tidak pernah dibelikan oleh ayah.

Untungnya si anak memiliki seorang paman yang baik. Sang paman -adik ibu- masih lajang saat itu, selalu menyediakan waktu bersama keponakannya. Suatu hari sang paman membuatkan mobil-mobilan dari kayu dan papan. Mobil kayu buatan pamannya cukup besar sehingga bisa dinaiki. Tapi mainan punya temannya bisa bergerak sendiri tanpa perlu ditarik dengan tali seperti punyanya. Mainan teman masih terlihat lebih keren. Tak apa, pikirnya, yang penting sekarang dia punya mobil kayu yang bisa jalan meski harus ditarik-tarik. Lagi pula mobilnya lebih besar, bahkan kalau bisa semua mainan temannya bisa diangkut sama mobil kayunya itu.***

Masa bermain mobil-mobilan sudah lama berlalu. Kini dia sudah dewasa. Bekerja sendiri. Sudah mandiri. Terkadang sesekali ia teringat masa kecilnya khususnya saat dia ingin sekali memiliki mainan yang keren. Ia cuma tersenyum mengenang semuanya. Kadang dia merenung untuk apa semua itu. Mengapa dulu ia begitu ingin memiliki mainan mobil atau robot. Sekarang setelah punya uang sendiri, keinginan membeli mobil-mobilan hilang sama sekali. Entah ke mana perginya keinginan itu. Padahal dia sempat berjanji bila punya uang kelak, ia akan membeli dengan uangnya sendiri.

Selamat tinggal masa kecil(ku)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar