Sabtu, 17 Mei 2014

Uang

Di negeri ini, uang bisa menggeser posisi orang-orang jujur, yang rajin bekerja, dan yang berhati tulus membangun negeri. Bila banyak uang, perkara di pengadilan beres. Keadilan bisa diputar-balikkan. Bila banyak uang, posisi di pemerintahan mudah ditempati. Uang bisa membeli jabatan. Di dunia pendidikan, kelulusan atau gelar bisa dibeli asal mampu bayar mahal. Uang bisa meluluskan yang 'tidak-layak-lulus'. Bahkan uang (kadang) mampu menggantikan iman seseorang. Contohnya, orang merasa lebih tenang ketika memiliki uang daripada ketika ia selesai berdoa/beribadah.

Bagaimana dengan orang yang tidak punya uang atau memiliki sedikit uang? Apakah mereka tetap hidup? Ya, mereka tentu hidup. Bisa bernafas, bisa bekerja, dan melakukan hal lain. Tetapi, mereka ini digolongkan ke dalam kelompok miskin. Miskin karena punya sedikit uang atau bahkan tidak punya sama sekali. Apakah orang miskin dikatakan miskin hanya karena tidak punya uang? Kalau tolok ukurnya uang, ya tentu mereka miskin. Tetapi kalau tolok ukurnya kejujuran, kebaikan, kerendahan hati dan kebajikan lainnya, mungkin mereka paling kaya. Justru dengan tolok ukur ini, maka orang yang punya uang pun bisa dikelompokkan menjadi miskin. Miskin kejujuran, miskin kebaikan, dan miskin hal-hal yang baik di dalam hati mereka.

Kita tentu butuh uang untuk mencukupi kebutuhan karena sekarang tidak berlaku lagi sistem barter/pertukaran barang. Kalaupun masih ada yang memakai sistem barter, itu hanya sebagian kelompok orang saja. Tetapi mengapa uang digunakan untuk memperoleh jabatan, memutar-balikkan keadilan, membeli gelar, bahkan menindas sesama? Kalau jabatan bisa dibeli dengan uang (bukan malah diperoleh dengan prestasi atas kerja keras), apakah pejabat tersebut benar-benar akan menjadi pejabat yang baik? Kalau keadilan bisa dibeli, bagaimana dengan orang yang diperlakukan tidak adil?
*di balik layar setan sedang tertawa... menang*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar